iqbalawalAvatar border
TS
iqbalawal
Buku-Buku yang “Membelokkan” Sejarah Dunia Termasuk Sejarah Indonesia

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh di dunia telah dibahas dengan komprehensif oleh Michael Hart dalam The 100. Begitu pula, buku-buku yang mengubah dunia sudah diulas oleh Andrew Taylor dalam The Books that Changed the World

Untuk menandingi dua penulis di atas tentu ane nggak bakalan mampu, mendekatinya juga pastinya nggak bakal sampai. Seperti sekeras apa pun kita berusaha balikan sama mantan yang sudah jauh lebih bahagia dengan kekasihnya yang baru. NGIMPI!

Namun di sini, ane pengen berbagi angle yang agak beda. Buku yang “jikalau tidak ada, mungkin perjalanan sejarah akan berbeda”. Jadi bisa dikatakan, buku yang keberadaanya membuat sejarah dunia “berbelok”, apakah itu ke arah yang lebih baik atau justru lebih buruk, Agan dan Sista boleh menilainya sendiri.

Ane, di sini hanya menyajikan. Pun kalau Gan-Sist tidak setuju dengan ulasannya, silakan loh ya ditambahkan dan dikomentari. Yukslah, langsung aja bareng-bareng kita simak beberapa buku yang membelokkan sejarah dunia.

De revolutionibus orbium coelestium

Marco Polo boleh menulis buku Inigo Mundidan Ibnu Batutah Nuzzhar menulis fi Ghara'ib al-Amshar wa 'Aja'ib al-Asfar atau persembahan mengenai kota-kota asing dan perjalanan yang mengagumkan. Keduanya dianggap menginspirasi perjalanan bangsa Eropa ke seluruh dunia.


Akan tetapi, penjelajahan bangsa-banga Eropa itu kemungkinan besar tak akan terjadi tanpa perubahan radikal pandangan dunia Barat akibat buku karya Nicolaus Copernicus yang memaparkan teori bahwa matahari adalah pusat alam semesta. Bukan Bumi seperti yang dianut kebanyakan orang Eropa pada waktu itu. Dan satu lagi, menurut teori heliosentrisnya, bumi berbentuk bulat, bukan datar yang artinya memiliki jurang kalau manusia berlayar terus ke tepiannya. 

Sejak itu, ditambah jasa Galileo Galilei yang menyempurnakan teori Copernicus dan berhasil menciptakan teleskop, ilmu astronomi dan navigasi semakin pesat sehingga membuat bangsa Eropa menjelajahi dunia untuk mewujudkan 3G (gold, glory, dan gospel). Dan inilah yang menjadi benih dimulainya “sejarah penjajahan bangsa-bangsa” oleh dunia Barat.

Tanpa buku De revolutionibus orbium coelestiumdan teori heliosentrisnya – yang disebarluaskan oleh Galileo Galilei dan ilmuan masa pencerahan seperti Isaac Newton – bangsa Eropa mungkin masih ngendon hingga kini. Nggak bakal berani ke mana-mana mereka, takut jatuh ke jurang [s]ketidakpastian[/s] yang tidak berdasar.  Dengan sendirinya, tanpa buku Copernicus tak akan ada kolonialisme Barat di Timur.

Das Kapital

Ini bisa dianggap kitab sucinya kaum komunis dan kaum kiri di seluruh dunia. Meski Karl Marx penulisnya pernah menyatakan, “Bahwa agama adalah candu” dan tidak mengakui adanya Tuhan, isi buku ini sendiri tidak menganjurkan siapa pun untuk meninggalkan agamanya, seperti diulas oleh Geger Riyanto di Mojok.


Kalau baca buku ini, (pasti nggak selesai karana hampir seribu halaman) yang kemungkinan besar terjadi adalah kegalauan untuk memikirkan kembali konsep “kerja keras” yang selama ini merupakan norma umum. “Apakah kita memang harus bekerja keras?”, “Untuk apa?”, “Bukankah ini hanya akal-akalan kapitalis saja biar produksi bisa terus digenjot?” “Siapa yang kaya dari hasil kerja keras kita?”, dan lain-lain, dan lain-lain.

Namun, tidak dapat dimungkiri kalau keberadaan buku ini memang membelokkan sejarah. Tanpa Das Kapital, Revolusi Industri di Inggris menggurita dan bertahan hingga kini dengan jam kerja yang panjang, tanpa aturan pembatasan jam kerja, cuti hamil, dan tunjangan kesehatan. Kita semua mungkin akan diperbudak!

Dan jangan lupa, tanpa Das Kapitalpula, takkan ada Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur serta bisa dipastikan negara Uni Soviet, RRT, dan Korea Utara, tidak akan eksis saat ini. Dunia nggak seru jadinya, yekan? Haha. 

Mein Kampf

Perang Dunia Dua (PD II) merupakan tragedi besar yang meluluhlantakkan dunia. Tidak kurang dari 50 juta kematian terjadi dan mengukuhkan statusnya sebagai perang terbesar dan paling berdarah. Bahkan beberapa ahli memperkirakan, jumlah itu masih kurang mengingat banyaknya korban yang tidak teridentifikasi dan beberapa negara “penjahat perang” menutup-nutupi jumlahnya.


Dalam pelajaran sejarah di sekolah, umum diketahui bahwa penyebab PD II ini adalah aneksasi Jerman terhadap Polandia, invasi Jepang ke Tiongkok, dan Serangan Pearl Harbour. Ya, semua benar tapi ada yang terlewat, yaitu bangkitnya fasisme di Jerman yang diiniasi oleh, siapa lagi kalau bukan Adolf Hitler.

Namun Hitler yang terkenal dengan orasinya yang agitatif dan manipulatif tidak akan efektif mendirikan NAZI, tanpa penyebaran lewat buku curhatannya di dalam penjara; Mein Kampf. Ya, buku inilah yang menyihir bangsa Jerman yang ketika itu sedang putus asa dan malu akibat kekalahan di Perang Duna I, menjadi kembali agresif dan merasa punya harga diri.  

Gagasan berbahaya Mein Kampf adalah tentang superioritas ras terpilih, dalam hal ini Arya-Germania yang harus mewujudkan takdirnya dengan cara apa pun termasuk memusnahkan bangsa lain, seperti Yahudi dan Anglo Saxon (Inggris dan Amerika) yang menekan mereka secara ekonomi. Mein Kampf membuat dunia yang relatif damai sejak PD I berakhir, menjadi jauh lebih bergejolak karena agresi NAZI di Eropa. Bahkan hingga kini, Mein Kampf masih dikagumi oleh kaum ultranasionalis atau ekstrem kanan.

Max Havelaar

Sejatinya, negara Indonesia sebelum merdeka yang masih bernama Hindia-Belanda akan dijadikan “Negeri Belanda” di Timur Jauh. Tentu saja bangsa Indonesia akan menjadi warga kelas dua di bawah ras kulit putih, seperti orang-orang kulit hitam di Afrika Selatan saat politik apartheid.


Untunglah, Multatuli atau Eduard Douwes Dekker menulis novel Max Havelaar yang mengguncang kesadaran orang-orang Eropa bahwa negeri Belanda di abad ke 19 yang merupakan salah satu negara paling makmur di dunia, ternyata ditopang kelaparan, kemiskinan, dan keterbelakangan kaum bumiputera yang dieksploitasi dalam Tanam Paksa. Buku ini membuat mengalirnya berbagai tekanan ke pemerintahan Belanda dari penjuru Eropa untuk memberlakukan politik balas budi yang kemudian dikenal dengan Politik Etis di Hindia Belanda.

Dan seperti yang kita tahu, Politik Etis akhirnya melahirkan kaum terpelajar yang menjadi tokoh-tokoh pergerakan nasional. Bolehlah berandai-andai, kalau Max Havelaar tidak terbit, takkan lahir aktor-aktor pergerakan seperti Sukarno, Hatta, Tan Malaka, Agus Salim, dan Syahrir yang mengantarkan Indonesia ke gerbang kemerdekaan.

Empat buku tentu belum cukup sebagai daftar “buku yang membelokkan sejarah”. Karena pastinya banyak buku lain, dengan dampak yang tak kalah besar di luar sana terlewat dibahas karena keterbatasan pengetahuan ane. Jadi, silakan banget kalau ada yang mau menambahkan biar diskusinya makin seru, sembari saya nyari-nyari referensi untuk membuat thread buku pembelok sejarah bagian 2. Setuju nggak? 

 

Sumber Image Cover

Sumber Image Thread: 1, 2, 3,4
Diubah oleh iqbalawal 08-06-2020 16:37
mabuxtidakteler
viensi
kepala.hitam46
kepala.hitam46 dan 57 lainnya memberi reputasi
58
13.5K
126
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
pasukanmalam11Avatar border
pasukanmalam11
#29
yah apapun yang namanya sejarah itu sudah tak bisa diubah lagi gan, sudah terlewati. mungkin yang bisa kita lakukan sekarang ya mempelajari dan mengingatnya
hoorray
iqbalawal
iqbalawal dan hoorray memberi reputasi
2
Tutup