IndriaandrianAvatar border
TS
Indriaandrian
Pendakian Ke Gunung Slamet


Melewati Pos Hantu di Jalur Bambangan





Matahari sudah agak meninggi saat Ega, Joshua, Amir, Maya dan Arini beranjak dari base camp Bambangan. Mereka bergegas berangkat sambil membawa satu bibit tanaman untuk masing-masing orang. Syarat wajib untuk setiap pendaki sebelum naik Gunung Slamet harus membawa satu bibit tanaman yang nantinya diletakkan di gardu Pandang.

" Harusnya kita berangkat sebelum fajar Jo, kalau kesiangan gini perjalanan bakal berat, lu tau kan panasnya medan ke Pondok walang?" Keluh Amir kesal.

" Emang begini resiko bawa pemula suka ngga on time Mir, sabar." Bisik Jo pelan.

Joshua dan Amir termasuk pendaki dengan jam terbang tinggi. Joshua yang kalem dan santai serta Amir yang serius dan blak-blakan, sifat yang saling menyeimbangkan membuat mereka menjadi karib.

Pendakian kali ini membawa tiga serangkai Ega, Maya dan Arini. Mereka bertiga satu kampus dengan Amir dan Joshua. Arini dan Ega saudara sepupu. Arini yang feminim mengikuti klub Pencinta alam bersama Maya teman satu kosnya. Bagi Maya ini adalah pendakian keduanya. Ega yang cuek mengikuti pendakian karena permintaan orangtua Arini untuk menjaga sepupunya. Selain itu diapun teman satu fakultas Amir dan Joshua.

Egalah yang merekomendasikan Amir dan Joshua untuk mengantar mereka mendaki salah satu gunung terbesar dan tertinggi di Jawa, Gunung Slamet.

"Maaf mas tadi kami kelamaan beli sarapan, ngantri di warungnya," jelas Maya.

" Ya sudahlah, lain kali setiap mendaki kita harus tepat waktu. Medan ke pos pertama cenderung terbuka jadi makin siang makin terasa panasnya," sahut Amir.





Benar saja selama perjalanan medan yang terbuka membuat matahari terasa sangat panas menyengat kulit.
Perjalanan yang biasanya hanya 3jam menjadi lebih lama mereka tempuh. Karena kondisi ketiganya yang belum terbiasa mendaki apalagi ditambah dengan cuaca yang terik.

" wuduh brow, naik gunung bukannya adem kenapa jadi panas gini?" Keluh Ega.

"Iya nih, panas bingit." Sambung Arini. " Kirain di Gunung hawanya dingin."

" Kita kan berangkat kesiangan, harusnya pagi-pagi kita berangkat agar tidak keburu panas!" Seru Amir.

Joshua yang sedari tadi berada di belakang berkata. " Tenang aja, di pos kedua kita bisa istirahat sebentar, setelah itu kita mulai masuk hutan jadi perjalanan akan mulai sejuk."

"Ada yang jual makanan nggak disana? Air saya tinggal dikit," tanya Maya.

" Sampai beberapa pos ke atas masih ada penjual makanan hanya saja makin ke atas makin sedikit," jawab Joshua.

" Dan makin mahal harganya," Sambung Amir. " Ingat waktu, kita hanya akan istirahat sebentar di pos dua, sebelum senja kita harus sampai di pos lima."

Maya mengerutkan keningnya, dia berpikir kenapa harus sampai pos lima? Secara waktu pos empat lebih memungkinkan untuk sampai lebih awal dan membuat tenda.

Seperti tahu arah pikiran Maya, Joshua berkata. " Pos lima lebih luas, lebih banyak pendaki yang bermalam di sana. Bermalam di hutan lebih aman saat banyak teman."

Pada pendakian sebelumnya Maya sebenarnya sempat mendengar slentingan tentang pos empat, tapi melihat raut Joshua yang serius dia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.

Setelah cukup beristirahat di pos 2, mereka kembali melanjutkan perjalanan, hutan hujan tropis yang cukup rimbun membuat udara terasa segar. Meski jalanan cenderung licin karena kelembabannya namun medannya tidak terjal.





Semakin naik jalanan makin menanjak, licin dan sempit. Hutan juga makin rimbun dengan banyak pohon tinggi dan akar-akar besar.

Menuju pos empat Samarantu, Joshua dan Amir menyuruh mereka semakin bergegas karena hari mulai beranjak sore. Sebelum senja mereka harus sampai ke pos lima untuk mendirikan tenda.

Pos Samarantu sebenarnya cukup luas berupa cerukan dengan jalanan yang cukup kering.namun saat sampai tidak terlihat satu tendapun yang berdiri.

Ega dan Arini yang masih pemula tampak kepayahan mengikuti teman-temannya. Saat berhenti untuk istirahat mereka bergegas mendatangi pasar yang tak jauh dari tempat mereka duduk.

"Gua lemes banget Rin, beliin jajanan pasar yuk. Sambil cari minum," pinta Ega.

"Ayuhlah, aku juga capek banget, gila si Maya masih keliatan kuat ngikutin temenmu Ga," kata Arini sambil mengikuti Ega menuju penjual jajanan.

Pasar itu cukup ramai, tapi tidak terlihat pendaki lain yang datang kesitu. Setelah membayar makanannya mereka bergegas kembali ke rombongan sambil memakan jajanan yang mereka beli.

" Kalian berdua kemana aja!" Seru Amir mengagetkan mereka berdua.

Terlihat Joshua dan Maya di belakang Amir dengan muka panik.

" Rin, kamu sama Ega dari mana? Kita nyariin kalian dari tadi, hampir aja kita turun lagi buat lapor petugas," tanya Maya dengan khawatir.

"Kita kepasar beli makanan May, deket kok," jawab Arini.

"Lagian kita cuma bentar, kenapa kalian panik gitu? Emang kalian ngga liat di pasar?" Ega berkata dengan heran.

"Pasar mana Ga? Di sini ngga ada pasar," sahut Joshua pelan.

Ega dan Arini berpandangan sambil menunjuk pasar yang barusan mereka datangi. Namun sekejap kemudian mereka tersentak, karena pasar yang tadi ada di belakang mereka ternyata sudah menghilang.

" Tadi beneran ada pasar," bisik Ega pelan. Sementara Arini mulai gemetar ketakutan. Ternyata selama ke pasar Ega dan Arini sudah menghilang 2jam lebih, padahal mereka merasa hanya sebentar sekedar membeli jajanan.

" Sudah, sudah jangan dibahas lagi. Lekas kita pergi dari sini!" Seru Amir.

"May, kamu dampingi Arini, jangan ada yang terpisah dari rombongan. Bilang dulu sama aku atau Amir kalau ada perlu." Joshua berkata tegas sambil bergegas berjalan memimpin di depan.

Berulangkali Ega diam-diam mencubit tangannya. Perutnya terasa mual saat dia ingat sudah memakan jajanan yang dibelinya di pasar tadi.

" Josh, sebenarnya pasar apa tadi?" Tanya Amir pelan.

Joshua menepuk bahu Amir menenangkan. "Udah biasa Ga, ditempat seperti ini banyak ditemui hal yang diluar nalar, banyaklah berdoa ingat pada Tuhan."

Dalam perjalanan tiba-tiba angin berhembus kencang, suara daun yang terkena angin terdengan bergemrisik kencang. Namun semakin lama di tengah suara angin dan daun yang bergesekan terdengar suara riuh orang. Seperti ramainya suasana pasar, namun tidak terlihat ada keramaian di sekitar mereka.

Serentak mereka berlima berpandangan dengan nafas tertahan. "Jangan dengarkan, ayo lekas berangkat, jangan lupa berdoa," kata Joshua sambil melangkah panjang. Bergegas mereka meneruskan langkah mengikuti Joshua.





"Rin, ajak Maya buruan!" Seru Amir saat dilihatnya Maya yang tampak terdiam menatap dua pohon besar di depannya.
Arini bergegas memarik tangan Maya yang tampak tersentak dan segera mengikuti Arini.

Tidak sampai 1 jam mereka sampai di pos lima, medan yang tidak terlalu terjal membuat perjalanan terasa lancar.

Pos lima merupakan area yang cukup luas. Ideal untuk tenda, memasak dan tidur. Terdapat sumber mata air dan cukup dekat dengan puncak gunung.

Setelah mendirikan tenda dan makan, mereka duduk melingkar sambil beristirahat.

Ega dan Arini antusias menceritakan saat mereka di pasar. Maya juga bercerita bahwa di pos 4 dia melihat sebuah pintu gerbang yang sangat besar dengan ukiran kayu yang mewah. Ada beberapa penjaga di pintu depan. Terlihat juga seperti dayang- dayang di balik pintu yang terbuka.

Saat itu Maya seolah terpanggil untuk memasuki gerbang, tapi kemudian Arini menarik tangannya dan saat dia menoleh gerbang tersebut tertutup dan berubah menjadi dua pohon besar.

Amir dan Joshua kemudian menjelaskan bahwa pos 4 bernama Samarantu, kurang lebih artinya 'samar hantu' atau hantu yang tak terlihat. Jarang pendaki yang menginap di Samarantu karena seringkali banyak suara-suara yang mengganggu terutama saat malam.

Dua pohon besar yang ada di sana kabarnya adalah gerbang menuju kerajaan gaib atau kerajaan jin.
Kebanyakan pendaki di himbau untuk tidak istirahat atau mendirikan tenda di pos tersebut agar tidak di ganggu penunggunya.

" kalau angker begitu kenapa kita lewat jalur ini bang?" Tanya Arini.

" Jalur yang kita lewati ini adalah jalur Bambangan, jalur termudah untuk pendaki. Karena kalian baru sekali ini mendaki, kami bawa lewat jalur termudah," jelas Joshua.

" Besok kita teruskan perjalanan ke puncak, pukul 2 dinihari kita udah harus siap naik, biar keburu liat sunrise. Malam ini cepatlah istirahat, banyak berdoa agar besok perjalanan lancar," sambung Amir sambil beranjak ke tenda.



Sesuai jadwal mereka meneruskan perjalanan keesokan harinya, jalur yang makin terjal tidak menyurutkan semangat mereka. Saat matahari terbit mereka berlima akhirnya sampai di puncak, menatap pesona dari sang fajar.

Setiap pendakian adalah perjuangan untuk sampai ke puncak, hargailah alam dan semua yang ada di gunung. Setiap hal mistis, percaya ataupun tidak, sebaiknya kita makin mendekatkan diri pada pencipta alam. Tidak hanya mengagumi namun juga menghargai semua ciptaanNya.

Terimakasih kunjungannya
emoticon-Big Kissemoticon-Big Kiss


Referensi :
link
Diubah oleh Indriaandrian 27-09-2019 11:04
sebelahblog
zafinsyurga
darmawati040
darmawati040 dan 33 lainnya memberi reputasi
34
5.7K
109
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
IndriaandrianAvatar border
TS
Indriaandrian
#15
Quote:


Kabar terakhir dari orang sana, kebakaran di bagian jurang jadi agak susah di padamkan. Setau ane arah kebakaran dari tegal sampe brebes. Jadi kayaknya hindari jalur guci, sawangan, tapi lebih afdol tanya langsung pada pihak terkait gan. Ada sekitar 6 atau 7 jalur pendakian kok.

Quote:


Setuju, penting banget itu. Jangan gaya-gaya doank mengenal alam tapi nyampah sembarangan.
ba.noeng
darmawati040
darmawati040 dan ba.noeng memberi reputasi
2
Tutup