n4z1.v8Avatar border
TS
n4z1.v8
Soal Trans Papua, Lukas Enembe: Kami Butuh Kehidupan, Bukan Pembangunan


Soal Trans Papua, Lukas Enembe: Kami Butuh Kehidupan, Bukan Pembangunan

Menurut Lukas, orang Papua tidak pernah menggunakan jalan itu.

Suara.com - Gubernur Papua, Lukas Enembe, angkat bicara disinggung Najwa Shihab terkait Jalan Trans Papua yang digagas Presiden Joko Widodo.

Menurut Lukas Enembe, orang Papua tidak pernah melewati jalan itu. Sebab, imbuh Lukas, orang Papua butuh kehidupan, bukan pembangunan.

Pernyataan tersebut dilontarkan Lukas Enembe dalam acara Mata Najwa Trans 7 dengan tema 'Nyala Papua' yang ditayangkan Rabu (21/8/2019).

Mulanya, Sekretaris Jenderal Federasi Kontras, Andy Irfan Junaedi, mempertanyakan peruntukan proyek infrastruktur pemerintah di Papua, seperti Jalan Trans Papua yang digagas Jokowi.

"Coba ditanya itu ke teman-teman Papua, apakah mereka membutuhkan jalan Trans Papua? Siapa yang butuh orang Indonesia atau orang Papua kah?" ujar Andy Irfan Junaedi.


Andy tidak menampik bahwa pembangunan itu memang perlu. Tapi, imbuhnya, bagaimana implementasi dari rencana pembangunan tersebut mengedepankan kemanusiaan.

"Jakarta (pemerintah pusat) belum melihat dengan pendekatan itu. Papua memiliki lingkar kekerasan yang panjang. Papua punya cerita yang berbeda dibanding provinsi lain. Kalau melihat Papua dengan provinsi lain, kita akan terjebak dengan cerita yang sama," ujar Andy Irfan,

Pun Andy Irfan mengatakan bahwa human development index (HDI) terkait hasil pembangunan menunjukkan HDI orang asli Papua rendah.

Hasil ini berbanding terbalik dengan HDI orang non-Papua. Kata Andy Irfan, HDI mereka yang datang ke Papua justruk melonjak.

"Artinya siapa yang bisa menikmati triliunan rupiah dari dana otonomi khusus? Bukan orang Papua. Itu fakta," ujar Andy Irfan.

Lukas Enembe pun berkomentar menyambut pernyataan Andy Irfan. "Orang Papua butuh kehidupan, bukan pembangunan."

Najwa Shihab pun bertanya terkait pendekatan infrastruktur yang dilakukan pemerintah terhadap Papua kepada Lukas Enembe.

"Soal pendekatan infrastruktur, contohnya, itu belum menjawab persoalan?" ujar Najwa Shihab.



Lukas Enembe mengatakan jalan Trans Papua itu bukan untuk orang Papua. Mereka pun tidak pernah melewati jalan yang dibangun.

Sebab, imbuh Lukas Enembe, orang Papua tidak memiliki apa-apa. Mereka membutuhkan kehidupan, bukan pembangunan.

"Itu bukan untuk orang Papua. Orang Papua tidak pernah lewat jalan yang dibangun. Mereka tidak punya apa-apa. Mereka butuh kehidupan," kata Lukas Enembe.
sumber

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Coba perhatikan kalimat yang TS bold.
Disana ditekankan dikotomi Orang Indonesia dan orang Papua. Dan itu yang mengatakan adalah perwakilan LSM Kontras, LSM yang dulu sangat masif membela warga Timor-Timur untuk lepas dari NKRI sewaktu Kontras masih dipimpin oleh Munir. Pahami sekarang, kenapa Munir dihabisi oleh The Invisible Hand. Dan sekarang Kontras mulai punya proyek baru, yaitu menyuarakan Papua lepas dari NKRI. Jika ini berhasil, maka bodohlah seluruh rakyat Indonesia, membiarkan Kontras bersuara semaunya.

Dulu, Gubernur Mario Viegas Carrascalao yang menjabat Gubernur Timor-Timur juga banyak bersuara menyudutkan Indonesia. Dan ketika Timor-Timur lepas dari NKRI, dia berkhianat dan berpaling menjadi warga negara Timor Leste. Padahal hidupnya banyak dibiayai oleh pemerintah Indonesia.

Coba bandingkan dengan Gubernur Lukas Enembe. Akankah kejadian terulang kembali?

Sebenarnya, ada diantara para pemimpin Papua yang tidak ingin Papua maju. Mereka diam-diam bekerjasama dengan OPM dan para pendukungnya yang tersebar dan menjabat sebagai ASN atau pemimpin wilayah. Hal yang sederhana. Kalau warga Papua cerdas, pintar dan wilayahnya maju, maka itu akan menghambat pendapatan pribadi mereka. Mereka ini serakah! Rakus! Mereka menjual emosi warga Papua. Mereka sengaja menyebar narasi negatif agar warga Papua merasa selalu dianaktirikan oleh Pemerintah Pusat, padahal dana Otsus Papua itu paling besar dari seluruh propinsi di Indonesia. Lantas, kemana semua uang itu? Apa hasilnya bagi warga Papua secara keseluruhan? Hilang tak berbekas. Lantas apakah PPATK tinggal diam berpangku tangan? Oh tidak. Mereka sebenarnya sudah melacak, kemana aliran dana tersebut. Dan tidak mustahil dana pembelian senjata OPM juga berasal dari pemimpin-pemimpin wilayah Papua. Ini belum dibuka saja. Kalau dibuka, kaget kita semua.

Warga Papua tidak butuh infrastruktur?
Kembali ke jaman penjajahan kolonial terhadap indonesia. Belanda dan Jepang membangun jalan, rel keret api, pelabuhan, gedung-gedung, apa tidak bermanfaat bagi rakyat Indonesia? Apa semua itu hanya memfasilitasi rakyat kolonial? Nyatanya tidak. Toh setelah merdeka, infrastruktur dibangun oleh Indonesia demi kesejahteraan rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Itu antara negara penjajah dengan bangsa jajahan. Ini, Indonesia membangun wilayah sah NKRI, dianggap tidak bermanfaat???? Logika bodoh!!!!! Apa warga Papua harus tetap berjalan kaki melewati lembah, bukit dan sungai untuk menjual hasil bumi? Atau bagai katak dalam tempurung karena tak bisa kemana-mana? Warga Papua tak boleh punya motor atau mobil? Tak boleh maju menikmati jalan bagus seperti warga propinsi lain?

Ada penembakan terhadap aparat TNI-POLRI yang menjaga pembangunan jalan oleh OPM, apa Lukas Enembe ini memberi simpati pada korban? Tidak!!!!
Justru dia meminta agar TNI ditarik mundur ke Jakarta.

Ada hinaan terhadap warga Papua karena sekelompok mahasiswa Papua tak mau menghormati Merah Putih, apa Lukas Enembe meminta maaf dan memberi pengertian terhadap sekelompok mahasiswa ini? Tidak!!!! Justru dia meminta ada perjanjian antara Papua dengan indonesia yang dihadiri oleh perwakilan Internasional? Lantas Lukas Enembe ini mewakili siapa? Negara Papua? Atau Gubernur Papua yang jelas dibawah NKRI?

Banyak benalu yang menempel pada tubuh Indonesia. Banyak parasit yang menggerogoti tubuh Indonesia. Awasi mereka. Jangan diam.

Quote:


Quote:


Quote:





Diubah oleh n4z1.v8 23-08-2019 13:31
suryar
slarkkk
kaoru koganei
kaoru koganei dan 86 lainnya memberi reputasi
87
31.1K
325
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
n4z1.v8Avatar border
TS
n4z1.v8
#203
Catatan Tentang Lukas Enembe


Jhon Al Norotouw: Gubernur Lukas Enembe Keluar Jalur Resmi Negara

PENANEGERI, Jayapura – “Papua tidak butuh pembangunan, Papua minta Merdeka. Karena bertahun-tahun mereka bicara merdeka lalu kita tak bisa selesaikan ini. Tidak boleh orang Papua jadi korban terus. Sejarah perjalanan orang Papua ini penuh liku-liku dan harus diselesaikan. Solusinya bicara kenapa terjadi minta merdeka, kita selesaikan dengan cara seperti apa? Ini harus dipikirkan negara. Itu saja,” tegas Gubernur Lukas Enembe (LE) ketika dikonfirmasi wartawan di Jayapura, hari Senin, (17/12/2018) lalu.

Satu hal yang pasti terkait kasus Nduga, kata Lukas Enembe (LE), kelompok pejuang kemerdekaan Papua yang disebut pihak TNI/Polri KKB, sudah final Papua minta merdeka. Kelompok ini pun menolak segala jenis pembangunan yang hendak dikerjakan oleh pemerintah pusat.


Menurutnya,hal ini pun sebenarnya sudah berlangsung sangat lama, bahkan sudah tak ada lagi cara dan pendekatan apa pun yang bisa dilakukan untuk merubah kehendak mereka. “Saya punya pengalaman cukup lama, mereka minta merdeka, Saya sendiri tidak bisa selesaikan. Tidak butuh pembangunan. Dan itu dari dulu,” ucap Gubernur LE.

Oleh sebab itu, Lukas mengimbau agar pekerjaan pembangunan jalan di Nduga untuk sementara disetop dulu. Sebab kelompok tersebut berpikir keberadaan Jalan Trans Papua adalah untuk membunuh mereka.

“Pikir mereka jalan dibikin untuk bunuh mereka. Apalagi di Tinggi Nambut, Puncak Jaya (sekarang ini karena ada pembangunan) sudah dikuasai TNI. Sehingga mungkin mereka antisipasi hal ini. Makanya saya minta tolong hentikan jangan lanjutkan karena mereka sudah sampaikan alasannya (melalui insiden penembakan),” imbaunya.

Menanggapi statement Gubernur Lukas Enembe (LE) tersebut, John Al Norotouw seorang pengamat Sosial Politik Papua asal Jayapura angkat bicara.


John Al Norotouw

“Gubernur LE sepatutnya faham Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)nya sebagai Gubernur. Bahwa seorang Gubernur adalah wakil pemerintah dan Negara Republik Indonesia (RI) di tanah Papua, sehingga dalam kategori apapun Gubernur bersuara pemerintah dan Negara, hal ini berarti Gubernur adalah orang pertama yang menyatakan sikap mengutuk tindakan kriminal dan mengambil sikap tegas, memberi rasa aman kepada masyarakat dan program Nasional yang berlangsung di daerah,” ujar John Al Norotouw, (19/12).

John Al Norotouw kemudian berpendapat :

“Gubernur tidak selayaknya berbicara seperti juru bicara kelompok separatis yang melawan Negara. Saya menilai Gubernur gagal memberi rasa aman kepada rakyat Papua khususnya masyarakat di Kabupaten Nduga, sehingga kelemahannya sebagai pemimpin di provinsi Papua dipergunakan oleh kelompok lain untuk dengan mudah melawan Gubernur dan Negara. Gubernur bertanggung jawab baik moril ataupun materiil atas pembangunan jalan ataupun program pembangunan Nasional lainnya di Papua dan mesti ada alasan kuat untuk menjelaskan kepada rakyatnya tentang tujuan pembangunan Trans Papua. Demikian pula pembangunan-pembangunan lain di Papua yang merupakan program Nasional. Gubernur dalam rangka mensukseskan visinya Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera sedapatnya mengembangkan tujuan utama pembangunan yaitu mensejahterakan rakyat Papua dalam artian sesungguhnya dari perjuangan Papua, entah merdeka sendiri atau dibawah NKRI, tujuan utama ini tidak pernah akan berubah, tetap bertujuan kesejahteraan masyarakat. Kami menilai pernyataan Gubernur sangat keliru dan sangat jauh dari fungsi jabatannya sebagai wakil negara di provinsi Papua sehingga sehingga patut dinilai sebagai upaya mencuci tangan dari masalah di Kabupaten Nduga. Sebagai seorang negarawan di daerah, Gubernur harus mampu membuka dialog dengan kelompok-kelompok yang bertentangan dengan kebijakannya dan tidak semata-mata membiarkan Pemerintah Pusat terus menerus mengambil kebijakan nasional yang kadang kala dinilai tidak pas. Gubernur dalam kewenangannya tidak menunggu bola politik tetapi harus mampu menyambut bola politik dengan prinsip negarawan atas kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh seluruh rakyat Papua. Gubernur berkewajiban dan harus mampu menjamin atas seluruh proses pelaksanaan tugas negara di Papua berjalan aman dan lancar sebagai perpanjangan tangan pemerintah Pusat dan Negara di daerah,” papar John Al Norotouw secara panjang lebar.

John Al Norotouw melanjutkan, “Gubernur harusnya mengerti dan kembangkan visi tentang merdeka pisah dari NKRI bukan satu-satunya tujuan. Justru sebaliknya ide merdeka dan melakukan pemberontakan terhadap kedaulatan Negara telah menghambat setiap proses pembangunan dalam mengisi Kemerdekaan Negara RI. Tujuan utamanya adalah mensejahterahkan masyarakat. Itulah sebabnya dia dipilih oleh Rakyat untuk menjadi gubernur. Kalau tidak sanggup mengemban semua tugas tersebut sebaiknya LE segera letakkan jabatan kembalikan kepada Negara,” ujar John Al Norotouw menegaskan.

“Ide Papua merdeka dalam usaha apapun sudah bermuara dalam kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan dipertegas lagi melalui Pepera 1969. Ini sudah final, Kedaulatan NKRI diakui oleh seluruh dunia dan disahkan oleh lembaga tertinggi internasional yaitu Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),” kata John Al Norotouw yang juga mantan anggota OPM ini dan sekarang telah menyadari kekeliruannya dan telah menyatakan kesetiaannya kepada NKRI

“Lukas Enembe melalui statemennya pernah menyatakan bahwa apabila ada orang Papua yang terbunuh maka LE akan melaporkan TNI ke PBB. Ini lagi kekeliruan yang sangat besar yang sama sekali tidak dipahami oleh LE. Bagaimana mau memimpin daerah ini kalau mekanisme pemerintahan saja tidak paham? Kapasitas seorang Gubernur hanya melapor kepada presiden melalui Mendagri, bagaimana mau melapor ke PBB?” ujar John Al Norotouw yang banyak mengamati masalah sosial politik di tanah Papua penuh tanda tanya.

“Mungkin saya perlu ingatkan Bapak Gubernur, bahwa dalam mengemban tanggung jawab negara sebagai Gubernur, sebaiknya Sumpah Jabatan Gubernur harus dijadikan sebagai panutan atas kesetiaan kepada Negara sehingga tidak dipandang bahwa Bapak Gubernur menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumpah ini mengikat Bapak Gubernur sebagai penguasa tertinggi di Provinsi Papua untuk bertanggung jawab penuh terhadap segala situasi dan kondisi di wilayah kekuasaan di Provinsi Papua dan sehingga kelihatan Gubernur Papua mencuci tangan dengan melemparkan tanggung jawab kepada pemerintah pusat. Sebagai seorang negarawan Bpk Lukas Enembe harus mampu menjamin Kedaulatan Negara untuk tetap aman dan tegak di wilayah kekuasaan Provinsi Papua. Saya juga sangat menyayangkan bahwa LE terpilih menjadi gubernur karena didukung oleh Partai-Partai Politik besar. Ini menunjukkan bahwa fenomena politik Negara saat ini secara umum Partai-Partai pemangku kepentingan dalam memilih dan menentukan kader tidak lagi berorientasi pada kepentingan Negara, tetapi bagaimana orang tersebut dapat dijadikan sebagai lahan untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya guna mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Tidak peduli apakah kader tersebut setia pada kepentingan Negara atau sebaliknya justru berpotensi akan merongrong kedaulatan NKRI. Peran Partai-partai politik yang mendukung keterpilihan LE menjadi Gubernur hanyalah simbol-simbol politik kekuasaan yang tidak mampu menciptakan kondisi aman dan damai di Provinsi Papua. Partai-partai hanya mengejar kekuasaan, uang dan popularitas, sedangkan kondisi buruk yang dihadapi masyarakat di Provinsi Papua tidak menjadi prioritas partai. Saat ini sangat sulit menemukan pejabat atau Negarawan yang rela mengorbankan kepentingannya, mengorbankan jabatan dan kekuasaannya demi untuk menegakkan kebenaran dan kedaulatan Negaranya. Sebaliknya mereka tega mengorbankan kebenaran dan menjual kepentingan Bangsa dan Negara demi untuk merebut, mempertahankan jabatan dan kekuasaannya,” jelas John Al Norotouw menuturkan pendapatnya.

Sementara itu Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi saat dikonfirmasi tentang tudingan Gubernur LE yang mengatakan bahwa pekerjaan pembangunan jalan/jembatan Trans Papua di Nduga, dikerjakan oleh pihak TNI, maka Kapendam Cenderawasih dengan tegas membantah pernyataan itu.

Bahkan beberapa waktu lalu Gubernur LE mensinyalir, bahwa PT. Istaka Karya hanya sebagai kedok untuk memenuhi persyaratan namun pemilik pekerjaan yang sebenarnya adalah pihak TNI. “(Pekerjaan pembangunan Jalan Trans Papua di Nduga) itu tendernya dimenangkan TNI. Kita semua tahu TNI yang kerja. Pertama kali jalan ini saya yang survei. Mungkin dana turun dari balai jalan lalu masuk TNI. Hanya kalau TNI yang (dapat pekerjaan), mestinya mereka yang kerja. Jangan masyarakat yang ditaruh disana. Apakah Istaka ini cuma kedok namun yang bekerja TNI? Kelihatannya begitu,” ucap LE.

Atas tudingan itu Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi menegaskan jika tudingan itu tidaklah benar.

“Saya mau menegaskan di sini bahwa soal pembangunan Trans Papua dalam hal ini Pembangunan Peningkatan Jalan Wamena – Mumugu (PPJWM), Gubernur selaku penguasa Daerah sepertinya tidak paham persoalan. Sebaliknya LE seolah-olah memberikan tuduhan tidak mendasar kepada TNI. Gubernur kan bisa mengecek langsung ke PT. Istaka Karya atau pihak PU apa betul mereka TNI yang berkedok. Tidak sepantasnya seorang Gubernur selaku pejabat publik mengeluarkan statemen dengan menggunakan kalimat, ‘kelihatannya begitu’. Karena dengan kekuasaan beliau punya kewenangan untuk melaksanakan pengecekan langsung kepada pihak terkait,” ujar Aidi kepada Pena Negeri, hari Rabu (19/12).

Kolonel Muhammad Aidi selaku Kapendam XVII/Cenderawasih menyatakan bahwa TNI tidak pernah ikut tender proyek Trans Papua.

“TNI tidak pernah ikut tender apalagi memenangkan tender pembangunan Trans Papua. Tetapi dalam rangka percepatan pembangunan tersebut Presiden Jokowi memerintahkan kepada Panglima TNI untuk mendukung dan membantu sepenuhnya. Dalam hal ini Pangdam XVII/Cenderawasih ditunjuk dan diperintahkan sebagai penanggungjawab keberhasilan operasi (PKO), jadi bukan pelaksana proyek,” tegas Aidi menjelaskan.


Kolonel Muhammad Aidi

Karena pelaksanaan proyek itu adalah Kementrian PUPR.

“Sedangkan dalam pelaksanaannya dikoordinir oleh Kementerian PU PR. Pada saat itu tahun 2016-2017 TNI bersama kontraktor-kontraktor lain, hasil koordinasi antara kementerian PU PR dengan TNI telah dilaksanakan pembagian sektor dari Wamena sampai ke Mumugu. Tentunya TNI mendapatkan sektor paling berat dari segi geografis dan paling beresiko dari segi keamanan. Alhamdulillah sektor TNI yang di kerjakan oleh Zeni Konstruksi (Zikon) TNI AD sudah rampung pada tahun 2017 sesuai dengan target. Adapun sebagian kontraktor lain dalam menyelesaikan sektornya berkoordinasi dengan Kodam untuk bantuan keamanan, namun sebagian kontraktor sama sekali tidak berkoordinasi dengan pihak keamanan termasuk PT. Istaka Karya,” papar Aidi membeberkan hal yang sebenarnya.

Menanggapi soal penegakan hukum yang sedang berlangsung. Jelas penegakkan hukum tetap belanjut, jelas Aidi.

“Gubernur sudah menyatakan bahwa mereka bukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tapi mereka adalah pejuang kemerdekaan, maka TNI yang akan menghadapi. Karena sejatinya bahwa NKRI adalah Negara berdaulat yang diakui kedaulatannya oleh seluruh dunia dan telah disahkan oleh PBB, saat ini di salah satu wilayah NKRI yaitu di Papua sedang berlangsung pemberontakan melawan dan merongrong kedaulatan NKRI. Sesuai dengan dasar Negara kita bahwa Setiap Warga Negara Berhak dan Wajib Ikut Serta Dalam Upaya Bela Negara. Dalam hal bela negara TNI adalah garda terdepan didukung oleh seluruh komponen Bangsa. Sebagaimana hal yang sama juga berlaku bagi setiap Negara berdaulat di seluruh dunia. Bahwa tidak ada satupun Negara berdaulat di dunia yang mentolelir adanya pemberontakan berlangsung di dalam wilayah negaranya. Misalnya saja di Australia yang menganut sistem demokrasi liberal, dimana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Bila salah satu wilayahnya sebut saja Darwin ingin merdeka melepaskan diri dari Australia tentunya Negara Australia tidak akan tinggal diam,” kata Aidi.

Menanggapi mengenai issue jatuhnya korban masyarakat sipil oleh TNI-Polri yang disangkakan oleh Gubernur. Kapendam menegaskan TNI senantiasa bertindak secara professonal, tidak mungkin menembaki rakyat yang tak berdosa.

“Saat KKSB (kelompok kriminal separatis bersenjata) membantai tiga orang warga sipil termasuk anak kecil dan menembaki pesawat sipil di Kenyam, Nduga pada bulan Juni lalu. Ketika KKSB merudapaksa dan menganiaya para guru dan tenaga kesehatan di Mapenduma pada bulan Oktober, dan terakhir KKSB dari kelompok yang sama membantai secara sadis 25 orang karyawan PT. Istaka Karya di Yigi Nduga, Gubernur LE tidak berkomentar apa-apa. Giliran TNI bergerak, LE langsung menuding TNI membantai warga,” tutur Aidi menyayangkan.

“Bayangkan ya, TNI – Polri melakukan tindakan kemanusiaan untuk mengevakuasi korban pembantaian yang dilakukan secara sadis oleh KKSB, dan dalam proses evakuasipun TNI-Polri diserang oleh KKSB hingga mengakibatkan jatuh korban gugur dan beberapa orang luka-luka dari pihak TNI-Polri, malah sekarang TNI – Polri yang dituduh melakukan tindakan kejahatan, sementara kelompok separatis pemberontak yang nyata-nyata telah melakukan pembantaian secara sengaja dan terncana serta dalam kondisi sadar penuh, bahkan dilakukan secara bersukaria, menari-nari dan menyanyi-nyanyi, kok seolah-olah oleh Gubernur mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa?” tutur Aidi menyesalkan.


“TNI berkomitmen akan mencari dan menangkap mereka para KKSB hidup atau mati. Dan kalau ada yang mereka atas namakan Rakyat tetapi ikut melakukan penyerangan dengan melempar batu, melontarkan panah dan tombak ataupun menggunakan senjata tradisional lainnya, ya jelas mereka juga adalah bagian dari kelompok separatis pemberontak,” papar Aidi menegaskan.

“Termasuk siapapun yang berusaha membantu dan melindungi kelompok separatis walaupun hanya dengan satu kalimat di media sosial, mereka juga adalah bagian dari KKSB tersebut,” tegas Aidi memperingatkan. (Red)
Busuknya Lukas Enembe

========

Di Indonesia ini, ada 2 Gubernur yang kurang ajar salah satunya adalah Lukas Enembe ini.

Sudah sejak lama Lukas Enembe selalu mengeluarkan pernyataan yang menyerang pemerintah. Dia seakan-akan berlaku sebagai Presiden Negara Papua. Memfitnah TNI, membela OPM. Bahkan dia menyebut OPM sebagai Pejuang Kemerdekaan Papua.

Ayo PPATK, buka alur transaksi keuangannya. Biar warga Papua tahu, kemana larinya.

Ayo KPK, bongkar busuknya.

Waktunya semakin sempit. Kita kejar-kejaran dengan waktu. Papua diujung tanduk.

Gubernur setan!!!!

Diubah oleh n4z1.v8 23-08-2019 20:54
nowbitool
arululum
yudi2008300324
yudi2008300324 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Tutup