brina313Avatar border
TS
brina313
Hijrahku Bukan Karenamu


Senja yang kupilih untuk menenangkan diri di dekat sungai yang ada di ujung jalan setapak. Jik ada ketidaksesuaian dengan keadaan hatiku, aku selalu pergi ke tempat ini. Jauh dari keramaian sangat membuatku nyaman.

Aku duduk di sebuah kursi yang tepat berada di bibir sungai, memandang jauh ke arah sungai yang panjangnya tak dapat lagi kubayangkan. Melihatnya, ketenangan selalu berkumpul di sana.

Aku adalah tipe laki-laki yang sulit menahan amarah, tempramen, selalu risih dengan orang-orang yang sok bijak menasihatiku tapi dirinya sendiri belum tentu benar. Aku sangat benci.

Petualanganku dimulai sejak aku tinggal di Lampung, aku asli keturunan Palembang tapi ayah dan ibuku pindah-pindah rumah dikarenakan ayah yang kerjaannya terikat dinas. Pindah ke luar kota bahkan luar pulau adalah hal biasa.

Aku salah bergaul. Setiap pulang sekolah suka main di tempat teman-teman. Bahkan aku sering ke warnet. Di sana aku bisa main sepuasnya. Tanpa memikirkan masalah demi masalah. Tanpa memikirkan apa nanti aku akan dimarahi atau tidak.

Saat sedang asyik-asyiknya kadang teman-temanku menawariku untuk merokok, aku yang saat itu masih anak SD kelas 6. Mana mungkin aku merokok sedangkan anggota keluagaku tidak ada yang merokok sama sekali. Lagipula kelas 6 SD terlalu kecil untukku.

Menjelang magrib aku pulang ke rumah. Di hari pertama, mereka tidak berhasil membujukku. Aku masih bisa menolak pada mereka. Padahal aku tinggi tegap, mereka tidak tahu kalau aku anti merokok.

Keesokan harinya di sekolah ada pemilihan ketua kelas, wakil ketua kelas, sekertaris dan bendahara. Entah ada angin apa, tanpa kusangka aku terpilih menjadi benadahara kelas. Sampai aku heran sendiri. Memangnya tampangku menunjukan tampang baik-baik, ya?

Semakin lama aku semakin lengket dengan gengku, hidup punya geng itu rasanya menyenangkan. Tingkat solidaritasnya tinggi, saat ada orang lain terkena masalah, yang lainnya ikut membantu. Disitulah aku mulai sangat tertarik dengan teman-temanku yang kata guru kurang baik.

"Nata, aku bosan sekolah. Sekarang pelajaran IPA aku benci sama gurunya. Aku pernah dihukum sama ibu itu. Jijik aku!" ucap Rio temanku yang paling ngejago.

"Aku gak mau bolos, nanti aku kena marah. Tak usalah begitu kamu, ayo kita ke sekolah aja!" aku bersih keras menolak ajakannya Rio.

" Ayolah sekali ini saja kamu jangan sampai tidak ikut denganku pasti kamu ketagihan deh aku bisa yakin kalau kamu ikut aku pasti kamu ketagihan" dengan sangat percaya diri Rio berusaha meyakinkan aku.

Karena janjinya hanya sekali ini, akhirnya aku mau mengikuti ajakannya. Dari rumah, aku memakai baju seragam, pamitnya ke sekolah, tapi sebenarnya aku tidak ke sekolah. Hal itu terus berlanjut hingga aku merasa nyaman dalam kebiasaan jelek itu.

Aku yang tadinya tidak merokok pun jadi ikutan merokok. Mungkin benar yang dikatakan para penasihat 'Jika kita bergaul dengan tukang minyak wangi, kita akan kecipratan wanginya. Sebaliknya jika kita bergaul dengan pandai besi maka kita akan kecipratan bara apinya'

Bergaul dengan mereka memang menyenangkan. Enaknya, mereka sangat terbuka hingga tidak ada satu pun yang mereka tutupi. Apa yang pernah mereka lakukan selalu mereka ceritakan. Yang kebanyakan adalah kejelekan. Mirisnya, aku kini menjadi salah satu pelakunya.

Sebulan berlalu, kebiasaanku bolos sekolah semakin menjadi. Ditambah lagi dengan uang kas kelas yang kupegang pun kupakai untuk main PS dan hura-hura dengan teman-temanku. Seakan aku tidak memiliki rasa bersalah.

Tiba di suatu hari yang sangat menegangkan bagiku. Aku mendapat surat dari Wakasek Kesiswaan. Ayah dan ibuku diminta untuk datang ke sekolah. Aku sudah ada firasat bahwa itu berkaitan dengan ulahku di sekolah dan kebiasaanku bolos ke tempat nongkrong.

Belum lagi masalah uang kas yang kupakai untuk main PS dan ke warnet. Bisa dibayangkan bagaimana malunya kedua orang tuaku menghadapi wali kelas dan wakasek kesiswaan. Tapi aku tenang-tenang saja lah.

Di kamar aku sedang sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah. Biasanya bawa satu buku yang diisi berbagai macam pelajaran di dalamnya. Kali ini aku akan belajar dengan baik. Walaupun rasa itu mulai hilang.

"Nata, kamu sini dulu!"

Aku tersentak ketika aku akan pergi ke sekolah, ayah memanggilku dengan wajah yang tak biasa.

"Iya ayah, sebentar. Aku masukin buku dulu"

Aku segera menemui ayah yang sudah menungguku di ruang tengah. Di antara ayah dan ibu hanya ayah yang paling aku takuti. Entah kenapa. Jika ayah marah dan tak bisa lagi menahan amarah, aku bisa dipukulnya.
"Ayah mau bicara sesuatu sama kamu. Tapi nanti sore kalau ayah pulang kerja"

Aku mengangguk, pertanda aku mengiyakan perkataan ayah. Setelah itu aku tidak lagi memikirkan apa-apa. Seakan tidak ada masalah apa pun meski aku tau kalau ibu dipanggil ke sekolah.

Aku pergi sekolah sendirian. Tidak mau barengan dengan ibu. Aku lebih senang pergi dengan teman-temanku. Rencananya aku tidak akan bolos hari ini. Takutnya ketahuan tempat nongkrongku yang sebenarnya adalah tempat biliyar yang tidak jauh dari sekolah.

Dasar mamang satpamnya saja yang bodoh. Masa iya aku sembunyi di tempat itu tidak ketahuan. Padahal tiap hari razia ke situ.

Ternyata saat aku sedang belajar. Aku dipanggil, kulihat ibuku sudah ada di dalam ruang wakasek dan menangis.

"Nata, silakan masuk dan jelaskan pada ibu selama ini kamu suka ke mana? Dari rumah pergi tapi ke sekolah tak sampai, sudah banyak kamu tidak masuk sekolah. Kamu mau dikeluarkan?"

Wakasek mencecar aku hingga ibuku berusaha untuk meyakinkan bahwa aku tidak sejelek yang diucapkan wakasek. Tapi walaupun aku tidak mengakuinya, akhirnya aku tetap ketahuan.

Pihak sekolah tahu kalau aku suka bolos, masalah uang kas pun beres karena ayahku yang menggantinya.

Sepulang dari sekolah, aku tiba-tiba diseret ayah ke belakang rumah, ayah membawa ikat pinggang dan mencambukan ikat pinggang itu. Rasanya sakit bukan main.

Di situ aku tau kalau aku salah. Aku benar-benar telah mengecewakan hati ayahku. Saat berlangsung ayah memukuliku meski hanya beberapa pukulan. Ibu menghampiriku berkali kali ibu mencegah ayah. Ibu memelukku sambil menangis.

Quote:


Kesuramanku tidak berhenti sampai di situ. Setelah kelas 2 SMP, ayah pindah dinas lagi ke Bangka, tempat yang baru. Dengan suasana yang baru.

Sepindahnya aku ke Bangka, aku bertemu kembali dengan teman-teman yang baru. Aku mulai memiliki kebiasaan yang kurang baik juga.

Semenjak di Bangka, ibuku diajak kerja sama dengan sebuah PAUD, salah satu kesukaan ibu dengan anak-anak.

Setiap sore, aku izin pada ibu untuk ikut remaja masjid (alasan). Padahal waktu itu aku pakai motor dinas ayah untuk balapan liar. Hingga suatu saat aku ketahuan karena motorku nabrak orang. Kejadian itu berlangsung saat aku kelas 3 SMP.

Belum lagi tragedi adik aku yang menemukan rokok di saku celanaku. Saat itu aku ditanya, lagi-lagi aku menjawab bohong pada keluargaku.

Dan Tuhan selalu membuka semuanya. Suatu saat aku berkumpul dengan teman-temanku yang lain. Eh ada orang yang ngeliat aku ngerokok, akhirnya aku benar-benar ketahuan.

Ayah dan ibuku sudah angkat tangan dengan kenakalanku. Aku dibawa ke sebuah pesantren yang ada di Jawa Barat. Letaknya sungguh jauh dari rumah.

Dan di pondok pun aku bermasalah. Aku sering berantem dengan orang jawa dan juga kitab-kitabku nyaris hilang. Aku benar-benar merasa gagal dan tidak mungkin jadi orang baik.

Aku memutuskan untuk segera mutasi sekolah. Karena di jawa aku mondok sambil sekolah. Aku beralasan ini itu agar aku segera pindah. Salah satunya alasannya adalah karena hilang semua kitabku.

Saat aku pindah dari pondok, keluargaku sudah ada di Palembang, ayah sudah pindah dinas lagi di sana.

Ayah dan ibu adalah aktivis masjid, selain aktif di lingkungan kerja. Suatu hari aku dibawa ke tempat pengajian itu, aku mendengar suara seorang ustadzah berkacamata membaca Kitab Suci dengan sangat merdu. Rasanya tenang ke dalam jiwaku.

Sepulang dari pengajian itu, aku penasaran dengan ustadzah yang tadi manggung. Aku segera mendekati ibu.

Quote:


Berawal dari pertanyaan itu, tidak kusangka ada usaha ibu untuk mendekatkan aku dengannya.

Ibu sering mengundang ustadzah itu untul sekedar makan bersama keluarga. Hingga aku tau namanya dan aku jadi rajin ke masjid karena dia.

Semakin sering dia ke rumah, ada rasa yang tak biasa. Aku jatuh cinta padanya. Hingga aku mulai tahu siapa dia, dari mana asalnya dan segala hal yang mungkin tidak orang lain tahu tentangnya.

Dari mana aku tahu? Ibuku menceritakan semuanya. Entah aku juga jadi sering menceritakan tentang kejadianku bersama dia. Dia yang kusebut "Mbak Ana"

Aku mengakui bahwa semenjak aku mengenal Mbak Ana, aku jadi berubah. Ayah dan ibuku serta abang adikku, mereka melihat aku menjadi peribadi yang lebih baik.

Saat aku mulai nyaman mencintai Mbak Ana dalam diam. Ternyata masa mengajar mbak Ana telah habis. Mbak Ana pulang, aku dan ibu sedih. Meski aku tidak menunjukan kesedihan itu.

Di hari kepulangannya. Aku memberikan dia kenang-kenangan lewat ibu. Ia pun memberi aku kenang-kenangan. Ketika aku membuka di dalamnya terdapat sebuah surat yang berisi.

Quote:


Membaca isi surat itu membuatku berlinang air mata. Sebagai seorang pemuda yang penuh dengan dosa. Di usia dewasa ini aku berjanji untuk berusaha menjadi orang baik, bukan karena seseorang tapi berasal dari diriku sendiri.

Diambil dari kisah nyata. Kisah kasih anak sekolahan.

Semua yang baik pasti pernah melalui hal jelek. Kebeningan pasti pernah melalui kekkeruhan.

Mumpung puasa, HIJRAH YUK!!!


Brina 2019
Catatan Seorang Pelajar
Diubah oleh brina313 10-05-2019 09:56
tinwin.f7
Khadafi05
KnightDruid
KnightDruid dan 32 lainnya memberi reputasi
29
6.3K
103
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
brina313Avatar border
TS
brina313
#1
Hijrahku Bukan Karenamu


Senja yang kupilih untuk menenangkan diri di dekat sungai yang ada di ujung jalan setapak. Jik ada ketidaksesuaian dengan keadaan hatiku, aku selalu pergi ke tempat ini. Jauh dari keramaian sangat membuatku nyaman.

Aku duduk di sebuah kursi yang tepat berada di bibir sungai, memandang jauh ke arah sungai yang panjangnya tak dapat lagi kubayangkan. Melihatnya, ketenangan selalu berkumpul di sana.

Aku adalah tipe laki-laki yang sulit menahan amarah, tempramen, selalu risih dengan orang-orang yang sok bijak menasihatiku tapi dirinya sendiri belum tentu benar. Aku sangat benci.

Petualanganku dimulai sejak aku tinggal di Lampung, aku asli keturunan Palembang tapi ayah dan ibuku pindah-pindah rumah dikarenakan ayah yang kerjaannya terikat dinas. Pindah ke luar kota bahkan luar pulau adalah hal biasa.

Aku salah bergaul. Setiap pulang sekolah suka main di tempat teman-teman. Bahkan aku sering ke warnet. Di sana aku bisa main sepuasnya. Tanpa memikirkan masalah demi masalah. Tanpa memikirkan apa nanti aku akan dimarahi atau tidak.

Saat sedang asyik-asyiknya kadang teman-temanku menawariku untuk merokok, aku yang saat itu masih anak SD kelas 6. Mana mungkin aku merokok sedangkan anggota keluagaku tidak ada yang merokok sama sekali. Lagipula kelas 6 SD terlalu kecil untukku.

Menjelang magrib aku pulang ke rumah. Di hari pertama, mereka tidak berhasil membujukku. Aku masih bisa menolak pada mereka. Padahal aku tinggi tegap, mereka tidak tahu kalau aku anti merokok.

Keesokan harinya di sekolah ada pemilihan ketua kelas, wakil ketua kelas, sekertaris dan bendahara. Entah ada angin apa, tanpa kusangka aku terpilih menjadi benadahara kelas. Sampai aku heran sendiri. Memangnya tampangku menunjukan tampang baik-baik, ya?

Semakin lama aku semakin lengket dengan gengku, hidup punya geng itu rasanya menyenangkan. Tingkat solidaritasnya tinggi, saat ada orang lain terkena masalah, yang lainnya ikut membantu. Disitulah aku mulai sangat tertarik dengan teman-temanku yang kata guru kurang baik.

"Nata, aku bosan sekolah. Sekarang pelajaran IPA aku benci sama gurunya. Aku pernah dihukum sama ibu itu. Jijik aku!" ucap Rio temanku yang paling ngejago.

"Aku gak mau bolos, nanti aku kena marah. Tak usalah begitu kamu, ayo kita ke sekolah aja!" aku bersih keras menolak ajakannya Rio.

" Ayolah sekali ini saja kamu jangan sampai tidak ikut denganku pasti kamu ketagihan deh aku bisa yakin kalau kamu ikut aku pasti kamu ketagihan" dengan sangat percaya diri Rio berusaha meyakinkan aku.

Karena janjinya hanya sekali ini, akhirnya aku mau mengikuti ajakannya. Dari rumah, aku memakai baju seragam, pamitnya ke sekolah, tapi sebenarnya aku tidak ke sekolah. Hal itu terus berlanjut hingga aku merasa nyaman dalam kebiasaan jelek itu.

Aku yang tadinya tidak merokok pun jadi ikutan merokok. Mungkin benar yang dikatakan para penasihat 'Jika kita bergaul dengan tukang minyak wangi, kita akan kecipratan wanginya. Sebaliknya jika kita bergaul dengan pandai besi maka kita akan kecipratan bara apinya'

Bergaul dengan mereka memang menyenangkan. Enaknya, mereka sangat terbuka hingga tidak ada satu pun yang mereka tutupi. Apa yang pernah mereka lakukan selalu mereka ceritakan. Yang kebanyakan adalah kejelekan. Mirisnya, aku kini menjadi salah satu pelakunya.

Sebulan berlalu, kebiasaanku bolos sekolah semakin menjadi. Ditambah lagi dengan uang kas kelas yang kupegang pun kupakai untuk main PS dan hura-hura dengan teman-temanku. Seakan aku tidak memiliki rasa bersalah.

Tiba di suatu hari yang sangat menegangkan bagiku. Aku mendapat surat dari Wakasek Kesiswaan. Ayah dan ibuku diminta untuk datang ke sekolah. Aku sudah ada firasat bahwa itu berkaitan dengan ulahku di sekolah dan kebiasaanku bolos ke tempat nongkrong.

Belum lagi masalah uang kas yang kupakai untuk main PS dan ke warnet. Bisa dibayangkan bagaimana malunya kedua orang tuaku menghadapi wali kelas dan wakasek kesiswaan. Tapi aku tenang-tenang saja lah.

Di kamar aku sedang sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah. Biasanya bawa satu buku yang diisi berbagai macam pelajaran di dalamnya. Kali ini aku akan belajar dengan baik. Walaupun rasa itu mulai hilang.

"Nata, kamu sini dulu!"

Aku tersentak ketika aku akan pergi ke sekolah, ayah memanggilku dengan wajah yang tak biasa.

"Iya ayah, sebentar. Aku masukin buku dulu"

Aku segera menemui ayah yang sudah menungguku di ruang tengah. Di antara ayah dan ibu hanya ayah yang paling aku takuti. Entah kenapa. Jika ayah marah dan tak bisa lagi menahan amarah, aku bisa dipukulnya.
"Ayah mau bicara sesuatu sama kamu. Tapi nanti sore kalau ayah pulang kerja"

Aku mengangguk, pertanda aku mengiyakan perkataan ayah. Setelah itu aku tidak lagi memikirkan apa-apa. Seakan tidak ada masalah apa pun meski aku tau kalau ibu dipanggil ke sekolah.

Aku pergi sekolah sendirian. Tidak mau barengan dengan ibu. Aku lebih senang pergi dengan teman-temanku. Rencananya aku tidak akan bolos hari ini. Takutnya ketahuan tempat nongkrongku yang sebenarnya adalah tempat biliyar yang tidak jauh dari sekolah.

Dasar mamang satpamnya saja yang bodoh. Masa iya aku sembunyi di tempat itu tidak ketahuan. Padahal tiap hari razia ke situ.

Ternyata saat aku sedang belajar. Aku dipanggil, kulihat ibuku sudah ada di dalam ruang wakasek dan menangis.

"Nata, silakan masuk dan jelaskan pada ibu selama ini kamu suka ke mana? Dari rumah pergi tapi ke sekolah tak sampai, sudah banyak kamu tidak masuk sekolah. Kamu mau dikeluarkan?"

Wakasek mencecar aku hingga ibuku berusaha untuk meyakinkan bahwa aku tidak sejelek yang diucapkan wakasek. Tapi walaupun aku tidak mengakuinya, akhirnya aku tetap ketahuan.

Pihak sekolah tahu kalau aku suka bolos, masalah uang kas pun beres karena ayahku yang menggantinya.

Sepulang dari sekolah, aku tiba-tiba diseret ayah ke belakang rumah, ayah membawa ikat pinggang dan mencambukan ikat pinggang itu. Rasanya sakit bukan main.

Di situ aku tau kalau aku salah. Aku benar-benar telah mengecewakan hati ayahku. Saat berlangsung ayah memukuliku meski hanya beberapa pukulan. Ibu menghampiriku berkali kali ibu mencegah ayah. Ibu memelukku sambil menangis.

Quote:


Kesuramanku tidak berhenti sampai di situ. Setelah kelas 2 SMP, ayah pindah dinas lagi ke Bangka, tempat yang baru. Dengan suasana yang baru.

Sepindahnya aku ke Bangka, aku bertemu kembali dengan teman-teman yang baru. Aku mulai memiliki kebiasaan yang kurang baik juga.

Semenjak di Bangka, ibuku diajak kerja sama dengan sebuah PAUD, salah satu kesukaan ibu dengan anak-anak.

Setiap sore, aku izin pada ibu untuk ikut remaja masjid (alasan). Padahal waktu itu aku pakai motor dinas ayah untuk balapan liar. Hingga suatu saat aku ketahuan karena motorku nabrak orang. Kejadian itu berlangsung saat aku kelas 3 SMP.

Belum lagi tragedi adik aku yang menemukan rokok di saku celanaku. Saat itu aku ditanya, lagi-lagi aku menjawab bohong pada keluargaku.

Dan Tuhan selalu membuka semuanya. Suatu saat aku berkumpul dengan teman-temanku yang lain. Eh ada orang yang ngeliat aku ngerokok, akhirnya aku benar-benar ketahuan.

Ayah dan ibuku sudah angkat tangan dengan kenakalanku. Aku dibawa ke sebuah pesantren yang ada di Jawa Barat. Letaknya sungguh jauh dari rumah.

Dan di pondok pun aku bermasalah. Aku sering berantem dengan orang jawa dan juga kitab-kitabku nyaris hilang. Aku benar-benar merasa gagal dan tidak mungkin jadi orang baik.

Aku memutuskan untuk segera mutasi sekolah. Karena di jawa aku mondok sambil sekolah. Aku beralasan ini itu agar aku segera pindah. Salah satunya alasannya adalah karena hilang semua kitabku.

Saat aku pindah dari pondok, keluargaku sudah ada di Palembang, ayah sudah pindah dinas lagi di sana.

Ayah dan ibu adalah aktivis masjid, selain aktif di lingkungan kerja. Suatu hari aku dibawa ke tempat pengajian itu, aku mendengar suara seorang ustadzah berkacamata membaca Kitab Suci dengan sangat merdu. Rasanya tenang ke dalam jiwaku.

Sepulang dari pengajian itu, aku penasaran dengan ustadzah yang tadi manggung. Aku segera mendekati ibu.

Quote:


Berawal dari pertanyaan itu, tidak kusangka ada usaha ibu untuk mendekatkan aku dengannya.

Ibu sering mengundang ustadzah itu untul sekedar makan bersama keluarga. Hingga aku tau namanya dan aku jadi rajin ke masjid karena dia.

Semakin sering dia ke rumah, ada rasa yang tak biasa. Aku jatuh cinta padanya. Hingga aku mulai tahu siapa dia, dari mana asalnya dan segala hal yang mungkin tidak orang lain tahu tentangnya.

Dari mana aku tahu? Ibuku menceritakan semuanya. Entah aku juga jadi sering menceritakan tentang kejadianku bersama dia. Dia yang kusebut "Mbak Ana"

Aku mengakui bahwa semenjak aku mengenal Mbak Ana, aku jadi berubah. Ayah dan ibuku serta abang adikku, mereka melihat aku menjadi peribadi yang lebih baik.

Saat aku mulai nyaman mencintai Mbak Ana dalam diam. Ternyata masa mengajar mbak Ana telah habis. Mbak Ana pulang, aku dan ibu sedih. Meski aku tidak menunjukan kesedihan itu.

Di hari kepulangannya. Aku memberikan dia kenang-kenangan lewat ibu. Ia pun memberi aku kenang-kenangan. Ketika aku membuka di dalamnya terdapat sebuah surat yang berisi.

Quote:


Membaca isi surat itu membuatku berlinang air mata. Sebagai seorang pemuda yang penuh dengan dosa. Di usia dewasa ini aku berjanji untuk berusaha menjadi orang baik, bukan karena seseorang tapi berasal dari diriku sendiri.

Diambil dari kisah nyata. Kisah kasih anak sekolahan.

Semua yang baik pasti pernah melalui hal jelek. Kebeningan pasti pernah melalui kekkeruhan.

Mumpung puasa, HIJRAH YUK!!!


Brina 2019
Catatan Seorang Pelajar
Diubah oleh brina313 10-05-2019 09:56
0