londo.046Avatar border
TS
londo.046
Memoar Pecundang Cinta


Quote:


Jika bicara hari ini, mungkin tidak ada yang menarik dari hidup ku. Hidup ku pas-pasan hari ini. Pas pengen senior, ada yang bisa aku pakai untuk beli. Pas pengen ikan asin, juga sama. Bahkan pas pengen F4 LH44 pun, aku bisa membelinya. Lalu apa yang menarik dari hidup seperti ini? Tidak ada. Andai aku tidak punya istri, anak dan teman-teman yang hebat, mungkin aku akan pergi jauh dan memulai hidup baru dari bawah. Yah, aku suka berjuang, dan aku selalu rindu untuk berjuang dari bawah.

Itulah mengapa aku ingin menulis memoar ini. Sebagai pengingat, sebagai pengenang masa-masa dimana aku berjuang mengejar cinta ku. Gembel kok mikir cinta, makan aja susah payah mikirnya, agar yang masuk ke perut dan organ pencernaan itu sah dan halal. Namun itulah hebat nya Tuhan. Dia anugerahkan cinta kepada semua makhluknya yang bernyawa tanpa kecuali. Jika pada akhirnya ada yang terinspirasi dan mau berjuangdemi cintanya meski dia gembel seperti aku, aku ikut senang dan mendoakan semoga nasib kalian sebaik aku hari ini.

Quote:


Quote:


Setiap manusia mempunyai fase-fase dalam hidupnya. Dimulai dari bayi, anak, remaja, sampai dewasa. Tidak hanya bentuk fisik yang berkembang, tapi kondisi psikis, dan psikologis juga ikut berkembang. Cinta pun sama. Mungkin ketika kita masih anak-anak, cinta kita hanya berbatas pada orang tua, dan orang-orang terdekat. Cintanya pun bukan untuk "memiliki" tapi lebih kepada "menyayangi."

Fase remaja, fase dimana perkembangan tubuh, psikis dan psikologis menuju puncak nya, cinta pun mulai menunjukkan "greget" nya. Fase ini adalah fase paling indah, jika mampu mengelola dan mampu mendapatkan apa yang dimau. Tapi jika tidak, bisa jadi akan menjadi fase paling suram, bahkan bisa menimbulkan trauma yang mendalam.

Fase dewasa, cinta sudah mulai bergeser. Apalagi ketika sudah punya pasangan. Aku sudah mengalaminya hari ini. Fase ini, cinta lebih mengarah kepada "membahagiakan" orang-orang yang kita cinta. Istri dan anak, jelas masuk dalam prioritas utama. "Nafsu" ada, tapi berfokus pada saru subjek. Istri. Ke yang lain? Hilang. Ini dalam kacamata ku. Tidak tau kacamata mu kayak apa.

Aku tidak akan bercerita soal fase dewasa atau hari ini. Kurang, bahkan cenderung tidak menarik. Aku ingin membagi cerita saat aku menjadi gembel dan mencintai anak hawa. Bagaimana aku harus bertarung dengan diri ku sendiri. Memilih antara cinta dan "perut." Yah, cinta itu butuh dana. Jujur dan akui, kalo semua orang itu matre. Tidak ada orang yang tidak matre. Yang ada, kadar matrenya yang beda. Ada yang parah, ada yang biasa dan normal saja.

Kenapa ada pertempuranmacam itu? Karena jika aku mengejar cinta, mau tidak mau, aku harus menambah penghasilan ku. Mengurangi konsumsi yang masuk ke perut ku. Dan menyisihkan waktu yang nyaris tidak bersisa ini (karena aku sudah kerja sambil sekolah) untuk cinta ku.

Itu masih belum seberapa. Tantangan yang paling besar justru muncul dari diri sendiri. Yah, Tuhan memberikan ku "kekurangan." Aku bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Hanya dengan menajamkan penglihatan dan sedikit fokus, aku tau apa yang orang pikirkan. Masa lalunya, hal yang dibencinya, hal yang disukainya, sampai hal yang diinginkannya.

Luar biasa? Iya. Luar biasa sampahnya! Ini adalah sebuah penyiksaan yang luar biasa bagi ku. Kamu pikir enak punya "kekurangan" seperti ini? Tidak! Jika aku boleh memilih, aku ingin normal seperti kalian. Dimana yang aku lihat adalah hal yang "sewajarnya" aku lihat. Kamu pikir mudah menyimpan aib orang yang tanpa sengaja aku lihat? Menahan tertawa dan tidak mengolok-olok atas cita-cita yang terlalu extrem dan nyaris tidak mungkin tercapai yang juga terlihat? Mencoba tabah dan tidak tergoda dengan rupiah, ketika aku tau barang yang hilang ada dimana, dan si empunya barang ingin barangnya kembali.

Kan tinggal bantu? Itu pemikiran sederhana mu. Tapi kamu tidak pernah "berfikir ala Tuhan." Dimana suatu kejadian, tidak dapat dipisahkan dengan kejadian lainnya. Kamu hilang HP hari ini, maka ingatlah, apa yang dulu pernah kamu hilangkan? Nikmat mana yang sudah kamu dustakan. Tuhan, tidak akan mengambil kecuali untuk mengembalikan.

Hah! Ribet ya? Banget. Aku sudah berjanji pada diri ku sendiri, aku lebih memilih mati kelaparan, daripada menggunakan "kekurangan" yang Tuhan berikan kepada ku untuk mencari uang yang akhirnya aku belikan makanan bahkan kebutuhan yang lain. Aku juga sudah berjanji, tidak akan menggunakan "kekurangan" ku untuk mengejar cinta ku, apapun resikonya! Jika kamu tertarik dengan memoar ini, simaklah dan ambil yang baik-baik saja. Karena kebaikan itu murni dari Tuhan, sedangkan kejelekan, akulah tersangkanya.
6666661234
imamarbai
ashrose
ashrose dan 28 lainnya memberi reputasi
25
1.2M
2.7K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
londo.046Avatar border
TS
londo.046
#2300
104. Demi Uang
Uang. Benda yang bisa menjadikan manusia menjadi apa saja. Karena uang manusia bisa dengan sangat berani melakukan apa pun di muka bumi. Jangankan cuma badan, bahkan kehormatan sebagai manusia rela merekaa gadaikan demi uang. Agama? Kalah dengan uang. Gimana tidak kalah, wong mereka itu berani merampok uang yang konon akan di pakai untuk beribadah. Abu Tour, yang duit nya mengalir deras untuk demo, berapa itu duit jamaah yang digelapkan? Namun yang nasibnya apes, karena kena tipu macam ini tidak akan dibela. Kenapa? Karena tidak ada uangnya! Kembali lagi, uang kan? Jadi kalau uang sudah menjadi Tuhan bagi mereka apa itu pernyataan yang salah? Akidah, ayat, saja mereka jual. 1 orang menggunakan "pakai" dan dituduh penista, mereka hajar seolah tidak ada baiknya. Tapi manusia lain sebut kitab suci fiksi, mereka mendadak gila. Lalu orang-orang yang mempertanyakan mereka anggap sok bela agama. Ya begitu kalau apa yang mereka per-Tuhan-kan uang. Semua yang dibela yang menghasilkan uang. Dosa itu tidak mereka kenal. Wong orientasinya masuk surga saja untuk mabok dengan arak, bercinta dengan jutaan bidadari kok.

Mencari uang halal, uang adem, atau apalah sebutan sejenis itu sebenarnya mudah. Aku tidak akan bicara dalil, karena itu bukan ke-ahli-an ku. Aku bicara logika saja ya. Selama kita mau usaha, tidak ada kata "tidak dapat" rezeki. Jadi kuli angkat beras di pasar, jauh lebih terhormat daripada jadi tukang demo bayaran demi maksud dan tujuan tertentu. Betul tidak? Jelas betul. Hakekat dari orang melakukan demo adalah karena ada sesuatu yang dianggap salah. Ingin meluruskan ingin melakukan pembelaan, makanya turun ke jalan, berdemonstrasi. Karena berasal dari keinginan sendiri, pantas tidak jika demo itu dibayar? Jelas tidak! Kalau ada demo kok dibayar, atau mencari bayaran, maka jelas demo itu bukan untuk tujuan yang baik. Itu pasti untuk memperjuangkan "uang" bagi kelompoknya. Lalu dimana kerja halalnya? Halal itu apa sih? Aturan yang ditentukan oleh Tuhan yang difirmankan lewat kitab suci. Jadi kitab suci itu tidak fiksi seperti kata cocotnya dosen IU ya. Entah kenapa di IU isinya kok ada orang "kurang belaian kasih sayang." Dulu buntelan kentut yang dari badan nya saja jelas menunjukkan tidak pernah hidup susah. Sekarang dosen nya. Balik soal halal. Inti dari halal itu "kebaikan." Tidak ada halal yang tidak baik, sepakat ya?

Pekerjaan yang halal adalah pekerjaan yang tidak merugikan orang lain. Pekerjaan yang membawa manfaat untuk dirinya, orang di sekitarnya, dan peradaban. Kuli? Manfaat la. Dia membawa beras dari truk ke pedagang di pasar. Dari pedagang, beras akan dikirim ke konsumen. Baik tidak? Kalau demo? Apa manfaat untuk semesta? Bahkan untuk diri nya sendiri lho tidak ada. Karena demo itu bukan pekerjaan! Apa efek buruk dari kerja yang tidak halal? Banyak sekali. Jadi malas itu yang jelas! Karena kerja haram itu biasa nya mudah, tanpa modal besar, kerjanya "santai" tapi pendapatan besar. Jika sudah terbiasa dengan ritme kerja seperti ini, apa mau jika diubah menjadi kerja ngangkatin beras di pasar? Atau muter-muter mulungi sampah di jalanan? Jelas tidak mau, kecuali hatinya sudah diketuk oleh Tuhan. Itu pun harus dirinya sendiri yang memulai. Selama tidak ada keberanian untuk memulai jangan harap Tuhan hadir.

Aku memulai semua pekerjaan yang sedang aku jalani sekarang dari level paling rendah. Aku jadi pemulung sebelum berdiri sendiri seperti sekarang. Karena memang itu yang bisa aku lakukan untuk mencari uang secara halal. Aku tidak mau mencantumkan profesi pengamen ya. Aku sendiri masih ragu, apa itu halal atau tidak. Aku menjalaninya dulu, tapi jujur aku tidak pernah bisa menikmati nya dengan gembira. Ini berbeda dengan mulung. Meski lebih berat dan duitnya tidak sebesar kalau aku ngamen, aku merasakan ketenangan jiwa di sana. Dari situ, aku bisa menarik simpulan, kalau mulung alias jadi pemulung itu jauh lebih bermartabat dari ngamen. Hati lho yang jadi indikatornya. Aku percaya, karena hati itu murni, tidak isa dibohongi. Lalu kalau pekerjaan yang jelas halal, tapi hati tidak sreg, haram? Ya tidak. Itu artinya kamu harus mencari kerjaan mu yang baru. Kalau mau mencari ketenangan hati. Tapi, kalau memang kondisinya, hanya itu yang mungkin bisa dijadikan sandaran ekonomi, kenapa tidak berusaha untuk cinta dengan kerjaan itu? Toh sudah terang kalau itu halal kan? Karena bisa jadi, kerjaan itu yang Tuhan gariskan untuk mu. Bukankah, Tuhan itu memberi apa yang kamu butuhkan, bukan yang kamu senangi? Dan pemberian Tuhan, itu pasti baik. Lha kalau gitu, kerjaan jadi tukang demo itu baik? Ya silahkan kamu simpulkan seperti itu. Buang saja aturan Tuhan kalau seperti itu. Nalar itu dipakai lah ya.

Setelah menikah, aku memang lebih serius dalam bekerja. Karena ada tanggung jawab yang harus aku tanggung di sini. Istri ku dan kelak jika Tuhan mempercayai aku untuk punya anak keturunan, maka yang menjadi tanggung jawab ku pun akan bertambah. Ya bukan berarti selama ini aku tidak serius. Itu simpulan yang salah. Mungkin bahasa yang pas, pemasukan pengeluaran akan aku tata lebih baik lagi. Aku sempat bertanya ke banyak orang soal ini. Ke Guru, Habaib, dan teman ku Boyo. Nama terakhir adalah anak yang pandai dalam mengatur, me-manage sesuatu. Konsep dia itu jelas mau apa dan kemana, dengan indikator yang sangat bisa diukur suksesnya. Dia mengajari aku untuk tidak menimbun terlalu banyak uang dalam bank. Dia mengajari aku untuk gunakan uang itu sebagai instrumen investasi. Bukan investasi pasif dimana aku hanya ongkang kaki lalu dapat hasil, tapi investasi dimana aku terlibat langsung di dalamnya. Aku yang kendalikan semuanya, aku yang merasakan manfaat ketika melihat orang tersenyum, dan akulah penyebab senyum itu. Dari situ lahirlah konsep rumah berdikari.

Anak-anak yang kurang beruntung aku ajak untuk bergabung. Unit-unit usaha baru aku dirikan. Yang sederhana, serta dibutuhkan orang banyak saja dulu. Maka lahirlah bisnis ternak ikan yang lebih tertata, ternak ayam, entok, bebek. Bisnis sablon, baik itu sablon pakaian maupun sablon aksesoris macam gelas dan plakat. Nilainya memang tidak se-Wow jika aku investasikan duit ku di Bursa Efek misalnya, tapi kepuasan pribadi, jauh di atas uang berapa pun. Dari situ, teman-teman yang lain ikut gabung. Sablon misal, di bawah bimbingan langsung sang master yang punya puluhan distro, Djono. Lho dia tidak takut tersaingi? Djono itu orang gila, orang gila kan bebas. Dia mana takut miskin sih? Dia itu paling takut kalau tidak bisa ke tribun dan bernyanyi 2x45' itulah Djono. Lalu lahir unit-unit baru yang menyesuaikan dengan kebutuhan. Musim gelombang cinta, ya aku arahkan ke sana. Satu jemani ditukar dengan mega pro kinyis-kinyis alias baru aja pernah didapat oleh anak asuh ku kok. Yah, orientasi ku saat itu sejahtera. Jemani itu tidak bisa bikin sejahtera selama bentuknya masih jemani. Maka ketika ada penawaran tinggi, pasti akan aku suruh lepas. Liem saja pernah peringatkan aku soal ini. Ini hanya permainan, dan memang benar tho? Jatuh pada akhirnya. Tapi kan aku sudah untung.

Menurut ku inilah yang aku sebut berbisnis dengan Tuhan. Bukan dengan sedekah yaa. Sebab yang namanya sedekah itu wajib bagi yang mampu. Yang tidak mampu, tidak ada kewajiban. Kalau bisnis sama Tuhan itungan nya mampu dan tidak mampu, lalu dimana letak adilnya? Tapi memberi manfaat bagi sesama, semua orang bisa. Aku punya duit lebih, aku angkat hamba-hamba nya Tuhan yang tidak beruntung seperti aku. Aku beri mereka kail untuk memancing ikan mereka sendiri. Setiap hari mereka ingat Tuhan. Tiap hari mereka berbuat baik dan berjalan di jalan-Nya. Itulah berbisnis dengan Tuhan. Yang tidak punya duit bisa kah berbisnis sama Tuhan? Jelas bisa! Memabantu bersih kan lingkungan dengan jadi pemulung misal ya. Kan membersihkan sampah, membantu proses daur ulang agar benda yang tidak terpakai, bisa didaur ulang menjadi benda yang lebih punya manfaat. Menurut ku ini lah bisnis dengan Tuhan yang sebenarnya. Bukan banyak-banyakan sedekah, sampai di belain hutang.

OK, itu pengertian secara general ya. Kalem saja, nanti akan dibedah satu per satu lah ya. Mulai dari triknya, sampai dasarnya lah. Kalau minat sih, kalau tidak, bebas saja kok.



Salam.
Wiro1937
ashrose
ashrose dan Wiro1937 memberi reputasi
2