Cerita ini hanya fiktif, bilamana ada nama tokoh, alur cerita ternyata itu fakta mohon maaf bukan maksud TS menulis hal itu karena semua murni pemikiran otak TS yang mesum.
Prolog
"Brakk.. " suara kepalan tangan mengenai meja.
Hati yang resah dan gelisah menatap tempat usahanya yang sernakin hari semakin menurun, terlebih ketika melihat berita tentang sosok yang bijaksana memberikan kabar duka bagi pelaku usaha seperti dirinya.
"Dengan segala hormat, kami sebagai pemerintah akan memperpanjang kembali PPKM hingga batas yang tak ditentukan, demikian informasi ini saya sampaikan.
Semoga semuanya dapat sabar dengan ujian dari Tuhan ini, untuk itu saya ucapkan terima kasih" suara pria berdasi di televisi disambut dengan pandangan yang nanar olehku.
Rasanya sudah tak bergairah untuk hidup, kutekan remote televisi untuk mematikannya mataku menyapu sepinya pengunjung di tempat usahaku. Baju-baju distro yang menggantung nampak berdebu, entah sudah berapa kali kami dipaksa tutup oleh satuan polisi pamong praja.
"Virus itu mematikan tapi bagaimana dengan hutangku di bank? Untuk membangun usaha ini aku meminjam uang dari mereka, bagaimana membayar cicilan kalau pembeli sepi seperti ini" ucapku dalam lamunan.
Aku melihat sisi depan, ada ruangan tempat karyawanku dulu istirahat disana. Tapi kini, semua sirna hanya sendiri aku yang menjaga.
Sedih, marah, kesal semua jadi satu. Aku teringat ketika diriku berkata kepada mereka,
"Bu Mulan, mbak Evi!! Maaf, berhubung keuangan saya hancur akibat pandemi kalian saya rumahkan dan ini ada ucapan tanda terima kasih. Bila satu saat keadaan normal, nanti akan saya hubungi kembali. Saya ucapkan terima kasih sudah 4 tahun bersama saya disini, maaf bila saya ada salah" ucapku kepada kedua wanita itu.
"Mas, maaf apa kita tak bisa kerja disini lagi. Ga apa potong gaji kami rela kok mas!!" Ucap bu Mulan sambil menangis yang menjadi tulang punggung keluarganya.
"Iya mas Andi" sahut Evi.
"Kalau dua tangan ini masih sanggup membayar kalian, sampai kapanpun kalian akan disini. Tapi hutangku sudah bertumpuk, usaha tidak ada pemasukan! Saya benar-benar tak sanggup lagi bu, mbak" ucapku dengan penuh rasa sesak.
Mereka memelukku dan menangis bersama, akupun tak sanggup untuk mengeluarkan air mata. Kupeluk karyawanku yang menjadi ujung tombak usahaku, tanpa mereka aku bukan siapa-siapa.
Lalu, ingatanku pun buyar dan memandang nanar ke ujung jalan. Hatiku remuk redam merasa tak mampu untuk berdiri, aku bertanya kemana Tuhan, dimanakah Dia? Apakah Tuhan sudah berganti rupa dengan kebijakan pemimpin Istana? Apa aku harus menggugat Tuhan!
Tiba-tiba,
"Permisi" seorang berpeci hitam dan berbaju ala santri datang didepan toko.
"Ya, ada apa ya?"
"Ini pak mau meminta sumbangan, seikhlasnya" ucapnya.
Aku mengambil uang receh dari kantong celana sebesar Rp 2.000 lalu memberikan kepada dirinya.
Tampak pria itu agak tak suka dengan pemberianku, lantas segera pergi dan berlalu. Samar-samar aku dengar ocehannya yang membuat hatiku pilu "masa toko gede gini cuma ngasih dua ribu, pelit amat gw sumpahin bangkrut".
Telingaku memerah, apa harus marah dan menghantam congornya yang seenaknya bicara! Ada rasa putus asa, tapi aku masih punya logika. Jangan karena dua ribu ujungnya diriku di penjara, sungguh hal itu jelas tak lucu.
Aku kembali ke singgasanaku, bangku plastik yang sudah banyak tambalan, dan kembali melamun.
Note : sex scene akan di spoiler, disini akan ada permainan pada moral pembaca dimana nantinya akan diberikan pilihan A dan B, kepada sobat pilihlah sesuai dengan hati.
Pilihan A : tidak ada sex scene
Pilihan B : sex scene
Bila tidak mau memilih skip saja, karena tidak akan menganggu alur cerita utama.
Part 3
Motor pun berjalan pelan, hembusan angin menerpa wajah. Untuk membunuh kebosanan, aku putuskan untuk terus ngobrol dengan mbaknya.
"Mbak udah lama jadi ojek online"
"Udah 3 tahun mas"
"Hmm, lama juga ya!"
"Udah berkeluarga?"
"Udah mas, anak saya baru satu"
"Loh, kalau ada suami kenapa kerja jadi ojol?" Tanyaku bingung.
"Hidup tak semudah berkata cinta mas, perlu makan, perlu susu anak, pelu pampers, belum bayar kontrakan, listrik, jajan. Kalau saya ga bantu suami, gak akan cukup itu semua mas, belum lagi motor masih kredit"
Wanita itu merasa ada tempat curhat, ia mengeluarkan segala macam unek-uneknya.
"Iya sih mbak, makanya saya takut untuk jatuh cinta?"
"Loh! Jadi masnya belum berkeluarga?"
"Belum mbak, punya pacar aja juga belum!"
"Nah, mumpung masih bujangan mas. Cari duit deh banyak-banyak, masalah cewek sih mudah! Asal kan terjamin hidupnya, siapa sih yang gak mau"
"Oh, gitu ya! Emang kalau nikah apa adanya bukan ada apanya gimana sih mbak?"
"Ya nanti kaya saya, istri juga menjadi tulang punggung untuk bisa menjalani hidup. Tiap saat ada saja yang bikin hal bertengkar, yang beras abis, bayar cicilan nunggak, ekonomi susah itu bikin bete mas. Rumah tangga zaman sekarang, tak bisa jalan kalau tak ada uang"
"Seberat itukah hidup mbak?"
"Ya memang begitu, kalau ada yang bilang kalau sudah waktunya menikah ya silahkan nikah. Nanti rezeki datang dengan sendirinya, salah besar! Rezeki itu datang kalau dicari. Buktinya banyak juga kan orang yang bicara tentang ilmu akhirat tapi ujungnya jualan buku, jadi ahli hipnoterapis, jualan ayat untuk mendapatkan amplop yang tak seberapa, memberi kajian kebaikan berharap cuan itu banyak mas, kalau dulu kanjeng nabi boro-boro dibayar mas, orang mengajak pada keyakinan baru kok bayar ya pada minggat nanti membernya!"
"Waduh, si mbak ini bisa aja"
"Realistis mas kalau saya di posisi mereka ya sama saja, maka tak heran mas kunci semua masalah itu duit"
"Ihh, si mbak. Tapi iya sih, realistis ya mbak"
"Mas, maaf ya! Kok badan saya rasanya ada yang aneh, ga kaya biasanya"
"Kenapa mbak?"
"Ada yang aneh! Mau tanya mas punya pegangan ya?"
"Ga ada sih, cuma memang dikasih sama si mbah keris semar mesem"
"Pantes, kok saya ngerasa nyaman banget sama si mas! Sampai-sampai asik aja gitu curhat sama si masnya, padahal kita baru kenal"
"Ohh, ada pengaruhnya ya mbak?"
"Mungkin! Soalnya aneh aja saya ga pernah begini sebelumnya"
Tiba-tiba mbak ina memeluk tubuhku dengan erat dari belakang, tentu saja benda empuk di punggung membuat pandangan ke depan kurang fokus.
"Mbak..?"
"Maaf ya mas, saya ga bisa nahan. Kayak ada rasa nyaman, aman, damai gitu mas kalau dekat mas"
Badanku tiba-tiba hangat sepertinya auraku terbuka, "astaga apa yang harus dilakukan, apa bener ini gara-gara keris, atau mbak ojol ini aja yang kegatelan. Bodo amatlah yang penting enak, peduli setan. Toh setan juga ga peduli ma gw" ucapku dalam hati.
Sepanjang jalan pelukannnya semakin mesra, obrolan pun sering terputus dengan tarikan nafas berat seperti rasa nikmat yang terdalam. Hingga tibalah rasa itu harus usai, karena terminal Pulo Gebang sudah didepan mata.
"Mbak, sudah sampai" aku parkirkan motor di luar terminal. Kebetulan tempatnya agak sepi karena PPKM dan sejuk penuh pohon.
"Duh, kayaknya kok cepet banget ya"
Aku hanya mengangguk, "ini tasnya mas" aku mengambil dari tangannya.
Lalu aku memberikannya Rp 500 ribu, matanya terbelalak karena tak menduga.
"Mas ini banyak banget, makasih"ucapnya lembut.
"Ini buat bekal mbak, semoga cukup ya mbak buat keluarga"
Ia meminta nomor teleponku, aku pun memberikannya. Kami duduk dahulu di pinggir bawah pohon, karena aku juga minta nomor ponselnya. Karena tak enak saja bila ia menghubungiku aku tak kenal siapa yang telepon nanti.
Silahkan memilih A atau B
Spoiler for Pilihan A:
Aku menjabat tangan mbak Ina, lalu tersenyum simpul dan berkata "sehat selalu ya keluarga dirumah, semoga sakinah mawadah warrahmah. Pergunakan sebaik-baiknya yang aku berikan, jangan patah semangat tetaplah jadi apa yang kamu mau"
"Iya mas" ia mencium punggung tanganku.
Tatatapannya penuh sendu, namun ada pancaran kebahagiaan.
Note : pilihan ini main story
Spoiler for Pilihan B:
Tiba-tiba, matanya memandangku sayu. Seakan ingin bercerita lebih banyak tentang kisah hidupnya yang banyak bermasalah. Aku pun membalas pandangannya, wanita ini jauh dari kata buruk rupa. Bahkan terlihat cantik walau usianya tak muda lagi.
Dan apa yang terjadi maka terjadilah, bibir tipisnya menyentuh bibirku dengan penuh rasa birahi yang mulai tinggi. Saling melumat dan menahan nafas demi satu tujuan yaitu rasa nikmat.
Seperti ada chemistry aku merapatkan tubuhku lebih dekat, aku tergoda, terlena dan tak bisa menahan nafsu yang datang. Setan seakan tertawa melihat perbuatan durjana, tapi rasa nikmat tak bisa membuatku berfikir dengan jernih.
"Mbak, maaf. Sudah ya!" Nafasku tersenggal.
Ia seakan malu, tapi aku tahu ada rasa berat ketika bibir kami terlepas. Lalu ia menunduk tak berkata, lalu tersenyum penuh dengan kerinduan.
Aku pun pergi meninggalkan dirinya yang mematung, dan berfikir "gawat ini, kok bisa jadi begini?" Tapi terus aku langkahkan kaki ke arah loket bus menuju Solo.
#Bersambung
Note : Nanti bila cerita utama telah ending di pilihan akan ada kata next, itu akan membawa plot twist ending dari karakter cerita ini.
Anda akan meninggalkan Stories from the Heart. Apakah anda yakin?
Lapor Hansip
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.