Ada dua alasan kenapa Rafael mengurungkan niat untuk melayangkan bogem mentah ke wajah culun Gilang, ketika ia melihat ketua kelompok KKN-nya itu melangkah masuk ke dalam rumah tanpa terlihat merasa bersalah sama sekali;
Pertama, lengannya terlanjur ditahan oleh Iwan. Dan yang kedua adalah, dua orang asing yang sebelumnya tak pernah ia kenal tampak datang bersama Gilang dan Dea. Keduanya lelaki dan perempuan, kelihatan beberapa tahun lebih dewasa daripada mereka. Yang perempuan, berambut panjang dikuncir kuda dan berkacamata, tampak panik dan berkali-kali menengok ke arah dalam rumah. Sedang yang lelaki, rambutnya ikal panjang dan mukanya tampak lusuh, memandangi Rafael dan Iwan serta Simon yang berdiri tepat di belakangnya secara bergantian.
"Bro, ngopo jam semene kok isih ning njobo?" (Bro, kenapa jam segini kok masih di luar?)
Pertanyaan Gilang barusan kembali menyulut emosi Rafael. Si brengsek ini bertanya dengan begitu entengnya, tanpa tahu kekacauan apa yang barusan terjadi di rumah ini.
Sarah ditemukan pingsan di kebun pisang belakang, dekat dengan kamar mandi. Awalnya, tak ada satupun dari mereka yang menyadari bahwa cewek itu sudah hilang dari ruang tengah. Tempat terakhir mereka melihat Sarah sibuk berkutat dengan laporan perkembangan proker KKN mereka.
Rafael sibuk mengobrol kesana kemari dengan Iwan dan Simon di teras depan, sampai akhirnya suara Poppy yang berisik memanggil Sarah, menarik perhatian mereka. Awalnya Rafael tidak terlalu peduli. Toh, memang begitu tabiat Poppy dan Sarah setiap harinya. Berisik minta ampun. Tapi ketika Poppy memanggil nama Sarah sampai empat kali dan tak ada jawaban sama sekali, ia mulai merasa ada yang tidak beres.
Benar saja. Sarah tidak ditemukan dimanapun. Tidak di kamar ataupun di dapur.
"Mosok bocahe ning kamar mandi mburi omah dewean? Cah jirih koyo ngono?" (Masa anaknya ke kamar mandi belakang rumah sendirian? Anak penakut kayak gitu?)
Celetuk Poppy, ketika mereka menyadari bahwa satu-satunya tempat yang belum mereka periksa adalah kamar mandi yang letaknya di tengah kebun pisang. Tapi kenyataannya, tinggal tempat itulah kemungkinan terakhir Sarah berada. Mereka berempat lalu berjalan bersama-sama menerobos kegelapan, sambil berharap cemas bahwa keajaiban memang terjadi; Sarah tiba-tiba jadi seorang pemberani dan dia memang pergi ke kamar mandi sendirian.
Harapan itu, walaupun tipis kemungkinan, tapi sangat berarti. Karena kalau Sarah juga tidak ada di sana, masalahnya akan menjadi lebih besar. Mereka tidak tahu lagi harus mencari kemana.
Lalu, senter yang dipegang erat oleh Rafael menyorot sesosok tubuh perempuan yang tergeletak di tanah dan tampaknya ia tak sadarkan diri.
"Saraaah!!" Poppy yang berteriak lebih dulu, yang langsung ditarik mundur oleh Simon. Ini sudah larut malam dan tentunya tidak ada yang ingin menarik perhatian warga Jatiasih dengan sebuah kasus yang mereka pikir masih bisa ditangani sendiri.
Rafael mengambil inisiatif untuk maju. Membalik tubuh mungil Sarah dan menepuk pipinya tiga kali. Tapi tak ada respon.
"Iwan, Simon! Iki Sarah pingsan. Ayo digotong mlebu bareng-bareng. Tapi ojo do rame, ndak malah ngundang wong kampung mrene!" (Ini Sarah pingsan. Ayo digotong masuk bareng-bareng. Tapi enggak usah berisik, ntar malah ngundang orang kampung kesini semua)
Tak sulit membawa tubuh Sarah yang kerempeng itu dan menidurkannya di dalam kamar. Tapi yang jadi masalah adalah, bagaimana bisa dia pingsan di tempat itu? Pergi kesana sendirian di jam semalam ini saja sudah tak masuk akal...
Apalagi Simon sempat berbisik padanya, sesaat setelah mereka memastikan Sarah dijaga oleh Poppy di dalam kamar dan mereka beranjak keluar menuju ruang tengah.
"Kowe mau mambu koyo ambu wedhus ora El, pas ngangkat Sarah soko mburi omah?" (Kamu tadi nyium kayak bau kambing gak El, pas ngangkat Sarah dari belakang rumah?)
Rafael tidak memberi jawaban, walaupun sebenarnya dia juga mencium bau yang sama. Bau kambing yang cukup menusuk hidung. Bukan! Bukan dari badan Sarah. Tapi seakan bau kambing itu bercampur di udara. Tapi entah darimana datangnya, karena sepengetahuannya tidak ada kandang kambing di sekitar rumah markas kelompok KKN mereka.
Lalu tak lama setelah itu, Gilang datang bersama Dea dan dua orang asing yang kehadirannya justru membuat keadaan makin tidak nyaman. Rasanya seperti Rafael ingin meluapkan segala amarahnya kepada Gilang tapi terhalang oleh keberadaan mereka berdua.
"Dek, semuanya baik-baik aja kan?"
Rafael nyaris terlonjak kaget ketika dia baru menyadari bahwa si perempuan asing itu kini sudah berdiri tepat di depannya. Bicara dengan logat Jakarta yang kental, membuatnya kian merasa tidak nyaman. Dia mundur beberapa langkah, tapi tetap berada di posisi menahan mereka agar tidak masuk ke dalam.
Kamu siapa?
Pertanyaan itu sudah sampai kerongkongan, namun urung terucap ketika sebuah teriakan terdengar dari dalam rumah. Teriakan histeris yang penuh ketakutan. Semua yang ada di situ langsung memandang ke arah dalam, dimana di sana Poppy tampak tersungkur di ruang tengah dan pandangannya terus mengarah ke dalam kamar.
Rafael ingat, perempuan Jakarta itulah yang pertama kali berlari masuk disusul oleh yang lain. Rafael ada di posisi paling belakang, menyusul dan berniat ikut masuk ke dalam kamar. Tapi langkahnya terhenti tepat di depan pintu. Apa yang dilihatnya di dalam sana, seketika membuat kedua lututnya lemas tak berdaya.
Dia tak pernah merasa seketakutan ini. Seumur hidupnya, dia tak pernah seketakutan ini.
Di dalam kamar, Sarah berdiri. Kedua kakinya melayang beberapa senti dari ranjang. Melawan gravitasi! Kedua jari telunjuknya menunjuk tajam ke dua orang di antara mereka, dengan sebuah senyum lebar yang begitu menakutkan. Lalu bau kambing itu...bau kambing yang tadi sempat Rafael cium di kebun pisang, kembali hadir menusuk dinding-dinding hidungnya. Bahkan kali ini baunya lebih kuat! Sangat menyengat!
Dengan nafas tersengal karena rasa takut, Rafael mencoba mengikuti kemana arah kedua telunjuk Sarah itu tertuju.
Dea dan Gilang! Sarah menunjuk tepat ke arah dada Dea dan Gilang.
"Cah bagus karo cah ayu wis mulih, to? HAHAHAHAHA!!" (Anak ganteng dan anak cantik sudah pulang, ya? HAHAHAHAHA!!)
Itu bukan suara Sarah! Bahkan Rafael merasa itu bukan suara dari dunia ini! Itu seperti suara dari neraka!!
"OJO PISAN-PISAN MANEH WANI GOLEK PERKORO KARO AKU, BOCAH ASU!!!" (Jangan sekali-kali lagi berani cari perkara denganku, anak anjing!!!)
Sebuah teriakan panjang, lalu Sarah terhempas dengan kencang ke atas ranjang. Diam, sunyi...kemudian dia nampak menangis. Lirih, menyayat hati...
"Tulung, cah...Tulungono aku..." (Tolong, tolong aku...)