KOMUNITAS
Home / FORUM / All / Story / ... / Stories from the Heart /
Awakening (Supranatural & Romance)
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/5f59f61509b5ca3feb6ac28e/awakening-supranatural-amp-romance

Awakening - Sixth Sense

Awakening (Supranatural & Romance)

Ini merupakan thread pertama TS jadi mohon maaf kalau penulisannya masih agak berantakan dan kurang menarik.
Kalau ada kekurangan atau kesalahan kiranya bisa comment di thread ini buat pembelajaran sendiri bagi TS kedepannya.
Semoga ceritanya dapat dinikmati agan-agan sekalian, Thank you ^^.


INTRO

"Mereka" yang lebih dikenal dengan sebutan hantu, setan, jin, roh, makhluk halus dan sejenisnya, sejak dahulu kala eksistensi mereka selalu memicu suatu perdebatan. Begitu juga dengan Rama, seorang mahasiswa yang awalnya tak begitu percaya akan adanya keberadaan mereka, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, bahwa ternyata eksistensi “Mereka” benar adanya.

Semua itu bermula dari pertemuannya dengan Adellia. Seorang wanita misterius yang menyimpan segudang rahasia di balik figurnya. Tanpa disadari Rama, benih-benih cinta telah timbul pada pandangan yang pertama. Sebuah rasa yang muncul untuk pertama kali dalam hidupnya.

Wanita demi wanita muncul mewarnai hidup Rama, bersamaan dengan setumpuk masalah yang mereka emban. Di sisi lain, bangkitnya indra keenam Rama seakan menuntunnya kepada sebuah perjalanan panjang untuk mencari jati dirinya.

Akankah Rama berhasil menemukan jati dirinya?


INDEKS
SEASON 1 : SIXTH SENSE
1. Sebuah Awal
2. Mimpi yang Aneh
3. Kesurupan Massal
4. Warna Merah
5. Hilang Kesadaran
6. Salah Tingkah
7. Wanita yang Berdiri di Sudut Kelas
8. Sebuah Awal
9. Pelet
10. Konfrontasi
11. Menjalani Kehidupan Kampus
12. Menikmati Momen yang Langka
13. Pilihan
14. Genderuwo
15. Film India
16. Teman Baru
17. Tengah Malam
18. Memori yang Indah
19. Cubitan Manja
20. Dominasi
21. Bukan Siapa-Siapa
22. Perasaan Kacau
23. Melissa
24. Maaf
25. Playboy
26. Tapi Bohong
27. Mobil yang Bergoyang
28. Truth or Dare
29. Tertawa Terbahak-bahak
30. Pembuktian
31. Pengakuan
32. Mimpi Buruk
33. Menikmati
34. Penyesalan
35. Kopi Darat
36. Terjatuh
37. Pulang
38. Makhluk yang Bersimbah Darah
39. Bungkusan Hitam
40. Pengalaman Putra
41. Firasat Buruk
42. Pulang ke Kost
43. Terkejut
44. Ancaman
45. Cerita Dibalik Rara
46. Kurang Tahan Lama
47. Hadiah
48. Rencana
49. Eksperimen
50. Titipan Eyang
51. Kecil
52. Penangkapan
53. Merek Baju
54. Drama
55. Pesan Singkat
56. Nadia
57. Hujan
58. Pesugihan
59. Hilang
60. Kolam
61. Kerjasama
62. Perang
63. Pengorbanan
64. Kisah Putra
65. Jatuhu
66. Awakening
67. Kabar Buruk
68. Raga Sukma
69. Perpisahan <END>

AWAKENING SEASON 2 : AMURTI
Link : https://kask.us/iOTnR

Wattpad : @vikrama_nirwasita
Karyakarsa : vikrama
Instagram : @vikrama_nirwasita


Terimakasih emoticon-Big Grin

BETA
profile-picture
profile-picture
profile-picture
madezero dan 86 lainnya memberi reputasi
Diubah oleh watcheatnsleep
85

Chapter 32 Mimpi Buruk

Tak tahu sudah berapa lama aku berdiri termenung di sana, aku masih merasa apa yang terjadi barusan bagaikan sebuah mimpi buruk. Aku hanya melamun dan menatap kepergian Adellia dengan tatapan kosong. Kejadian itu terus menerus berputar ulang di benakku.

Semakin larut aku mengingatnya, dadaku terasa semakin sesak, seakan dihujam dengan pisau bertubi-tubi. Kejadian malam ini telah meninggalkan bekas luka yang tak akan pernah hilang dari memoriku. Selagi aku sibuk termenung, tiba-tiba muncul suara seseorang yang berhasil menyadarkanku.

"Gimana hasilnya? Sesuai sama yang gw omongin kan?"

Ternyata suara itu berasal dari sosok Ilham. Dia menatapku seakan mencemoohku. Aku tak membalas ucapannya, hanya menatapnya dengan tajam.

"Mulai sekarang lo ga usah berharap buat deketin Adellia lagi, ok?" ucapnya dengan enteng.

Aku tetap diam tak menjawab ucapannya. Di lubuk hatiku terdalam, sudah terpicu api amarah yang kian membara. Api yang tak hanya membakar lawan di depanku, tapi juga membakar diriku sendiri.

"Kok lo diam doang? Ayo ngomong dong, katanya lo mau buktiin ke gua," ejeknya sambil tersenyum dengan sinis.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung meninju wajahnya dengan sekuat tenaga. Amarah telah menguasai diriku sepenuhnya. Sementara itu, Ilham hanya memegangi pipinya sambil menatapku dengan penuh dendam.

Tiba-tiba aku melihat banyak makhluk halus yang bermunculan di sekitar kami. Jumlahnya perlahan-lahan bertambah hingga memenuhi seluruh halaman villa. Beberapa saat kemudian, aku menyadari bahwa mereka adalah makhluk yang muncul di malam kemarin. Anehnya, mereka berdiri di sisi Ilham dan menatapku layaknya seorang musuh.

"Oh, ternyata mereka semua anak buah lo,” ucapku sinis. “Emang dasarnya mau ngerusuh ya?"

"Gua ga perlu turun tangan. Demit di sekitar sini udah lebih cukup buat ngabisin lo," balasnya meremehkanku.

"Kalo demit lo cuma segini doang, mending lo panggil lebih banyak lagi sebelum terlambat," ucapku.

"Ga usah banyak omong, deh. Kita buktiin aja sekarang," balasnya sinis.

Aku langsung memanggil Lala di batinku, dan dalam sekejap mata dia langsung muncul di sampingku.

"Habisi semua demitnya," perintahku singkat.

"Jika sudah selesai, habisi juga pemiliknya." ucapku datar.

Lala hanya memandangku sesaat, lalu tanpa basa-basi dia langsung terbang menerjang para demit yang berada di sisi Ilham. Kali ini aku melihat Lala menggunakan sebuah selendang berwarna hitam pekat sebagai senjata untuk menyerang. Dengan elegan Lala memainkan selendangnya di tengah kerumunan para demit layaknya sedang menari.

Setiap serangan yang dilancarkan oleh Lala berhasil mengeksekusi beberapa demit sekaligus. Jika kuperhatikan, Lala memiliki dua jenis pola serangan. Pola yang pertama, setiap kali selendangnya menyentuh para demit, tubuh mereka akan terpotong-potong. Sedangkan pola yang kedua, selendangnya akan menyelimuti keseluruhan tubuh para demit. Yang tampaknya membuat mereka perlahan-lahan terhisap hingga pada akhirnya lenyap tidak meninggalkan sisa.

Serangan demi serangan dilancarkan oleh Lala, hingga akhirnya posisi Lala mulai mendekati Ilham. Tapi anehnya, raut wajah Ilham masih terlihat tenang. Padahal pasukannya perlahan telah dipukul mundur. Hingga saat Lala sudah berhadap-hadapan dengannya, tiba-tiba muncul makhluk raksasa berbulu lebat yang menyerupai kera hitam.

Saat makhluk itu muncul, semua demit yang menyerang Lala berhenti seketika. Makhluk itu berdiri di samping Ilham dan menatap Lala dengan tajam. Sepertinya makhluk ini adalah penguasa daerah sini, sebab aku merasa aura yang dikeluarkannya terasa sangat ganas dan liar, hingga berhasil menundukkan para demit di sekitarnya.

"Ingat dan tepati janjimu," ucapnya singkat kepada Ilham dengan suara serak dan menggema.

Ilham tak membalas ucapannya, dia hanya mengangguk kecil sembari tersenyum. Aku tak tahu perjanjian apa yang mereka berdua maksud, tapi yang pasti mereka sudah sepakat dan bersekongkol untuk menyerangku. Aku tak menyangka di balik raut wajahnya yang ramah, dia menyembunyikan sifat aslinya yang licik.

Tanpa basa-basi, makhluk yang menyerupai kera itu langsung bergerak menyerang Lala secepat kilat. Dia tidak menggunakan senjata apa pun, dia hanya menggunakan kedua tangannya untuk mencengkeram Lala.

Sementara itu, Lala berhasil menghindari setiap serangannya dan melancarkan serangan balik berulang kali. Tapi anehnya serangan Lala tak terlalu berimbas bagi kera itu, hanya memberikan lecetan dan sesekali membuatnya mundur beberapa langkah.

Lala dan kera itu tampak sibuk bertarung dengan serius. Jika kuperhatikan dengan seksama, sepertinya pertarungan mereka dalam keadaan yang seimbang. Tak satu pun dari mereka yang bisa saling melukai satu sama lainnya. Kera itu selalu mencoba meninju dan mencengkeram tubuh Lala, sedangkan di sisi lain Lala berhasil menghindarinya lalu menyerang balik menggunakan selendangnya.

"Cepat serang manusia itu sekarang juga!" teriak kera itu kepada para pasukan demitnya sembari menatap diriku.

Segerombolan demit itu langsung menerjang cepat ke arahku, tetapi aku tidak panik, karena pria berjubah merah sudah muncul tepat di sampingku. Tanpa berbicara, dia langsung menyerang dedemit yang mendekatiku tanpa ampun.

Dengan secepat kilat dia menghabisi para demit yang mendekatiku. Demit-demit yang hanya fokus menargetku langsung terpental dengan sendirinya, layaknya ada perisai pembatas di sekitarku tubuhku.

“Mendekat sama dengan mati!” ucap pria berjubah merah dengan dingin.

Para demit itu pun tampak tak mempedulikan ucapan pria berjubah merah, dan mereka tetap mencoba menyerangku dengan membabi buta. Melihat mereka yang masih saja keras kepala, pria berjubah merah itu pun melakukan aksi sesuai perkataannya barusan.

Para dedemit itu tak mau menyerah, mereka malah tampak semakin buas dan beringas. Mereka berteriak sembari tak henti-hentinya kembali menerjang ke arahku, seakan tak peduli akan kondisi diri mereka yang satu persatu lenyap.

Tampak para dedemit yang menyerangku satu-persatu mulai binasa. Mereka hanya bisa berteriak histeris tak berdaya saat sedang dicengkeram sampai terkoyak oleh penjagaku. Bagian-bagian tubuh mereka mulai hancur dan tercerai berai setiap kali penjagaku menyerang. Sungguh pemandangan yang brutal dan sadis, tapi itu tak terlalu mempengaruhiku, sebab diriku sudah dibutakan oleh perasaan murka.

Melihat para pasukan dedemit yang mulai terpukul mundur, tiba-tiba Ilham berjalan mendekati posisiku. Di tangannya muncul sebuah keris yang memancarkan aura berwarna hijau. Aku merasakan keris itu memiliki kekuatan yang berbahaya dan bisa mengancam kami. Perlahan-lahan dia mulai mengarahkan keris itu kepada penjagaku. Layaknya sebuah senapan, keris itu menembakkan energi berwarna hijau ke tubuh pria berjubah merah.

Secara spontan penjagaku langsung memasang sikap posisi bertahan. Saat energi keris itu mengenai penjagaku, tak kusangka serangannya berhasil membuat penjagaku sampai mundur beberapa langkah. Pantas saja Ilham sangat percaya diri walau telah melihat kedua penjagaku menghabisi pasukan demitnya.

"Lo beraninya di belakang anak buah lo doang, ya?" ejek Ilham.

"Kalo lo jantan, sini satu lawan satu sama gua," pancing Ilham sambil tertawa.

Emosiku langsung tersulut saat mendengar ucapannya, aku seketika ingin menerjangnya. Tak peduli akan konsekuensinya, aku hanya ingin menghabisinya saat itu.

"Mundur, kamu bukan tandingannya," Pria berjubah merah menghalangiku.

Aku terhenyut sejenak, emosiku padam seketika, sebab aku tak bisa membantah ucapannya. Apa yang dikatakannya adalah sebuah kenyataan, bahwa aku tak memiliki keilmuan apa pun untuk menandingi Ilham.

Aku mulai menyadari, bahwa tanpa Lala dan pria berjubah merah, aku tak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan sama sekali. Tanpa sadar, ternyata selama ini aku hanya mengandalkan eksistensi mereka saja.

Wajar saja pria berjubah merah mengatakan bahwa aku belum pantas untuk mengetahui dirinya, sebab aku tak memiliki kemampuan yang sepadan dengan mereka. Aku mulai menyadari betapa lucunya diriku, yang menganggap bahwa aku memiliki kemampuan yang sangat spesial. Walau kenyataannya aku masih bergantung pada mereka di saat keadaan mendesak seperti ini.

Disaat aku terhanyut dalam pemikiranku sendiri, pasukan demit mantan dukun yang menyerang rumah Riska muncul secara tiba-tiba.

“Kami datang tuan,” ucap siluman ular sebagai perwakilan.

“Terimakasih,” balasku dalam batin. Aku tak menyangka, mereka akan berguna di saat situasi mendesak seperti ini.

Walaupun sebenarnya jumlah mereka kalah jauh, mereka dengan berani menerjang pasukan Ilham. Sejujurnya aku tak menyangka konflik kami berdua akan menyebabkan peperangan gaib seperti ini. Tapi karena semuanya sudah terlanjur, mau tak mau aku harus tetap melanjutkannya.

Sementara itu, Ilham masih sibuk berkonfrontasi dengan pria berjubah merah. Ilham masih mengarahkan kerisnya ke arah penjagaku, dan sebaliknya penjagaku mengarahkan kedua telapak tangannya kepadanya. Mereka berdua diam di posisi seperti itu dalam waktu yang cukup lama, tampaknya mereka sedang beradu tenaga dalam.

Di sisi lain, pasukan demitku yang kalah jumlah perlahan-lahan dipukul mundur oleh pasukan Ilham. Tampak bagian tubuh mereka yang terlepas hingga berceceran di tanah, hingga meninggalkan aroma darah yang anyir.

Aku menyadari, bahwa semakin lama keadaanku terasa semakin terancam. Tapi sesaat kemudian aku tersadar, bahwa aku memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan. Aku memperhatikan Ilham yang sedang fokus bertarung dengan penjagaku.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari mendekati tubuh Ilham. Saat aku sudah mendekat, dia tampak memandangku dengan sangat panik. Sebelum sempat dia memberi perlawanan, aku sudah terlebih dahulu menendang perutnya hingga dia tersungkur di tanah.

“Arghhh!” Dia seketika ambruk sembari menjerit kesakitan.

Tampaknya dia kesakitan bukan hanya karena tendangan fisik dariku, tetapi juga karena efek dari bentrokan energi dari penjagaku. Aku melihatnya meraung kesakitan sambil berguling-guling di atas tanah layaknya cacing kepanasan. Sebelum aku melanjutkan serangan dan melampiaskan amarah yang kupendam, tiba-tiba suara teriakan seseorang menghentikanku.

"Jangan Ram!" teriak Adellia yang sedang berlari menuju posisiku.

Spontan aku langsung menoleh dan memandang ke arah suara itu berada. Di sana tampak Adellia yang sedang memandangku tajam dengan tatapan penuh amarah.

"Ini maksudnya apa, Ram?" tanya Adellia dengan nada yang tinggi.

Aku hanya diam lalu menghela nafasku dengan panjang. Saat itu pikiranku terlalu kacau untuk bisa menjelaskan situasi yang terjadi. Bibirku kelu, tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk membela diri.

“Bukannya kamu udah janji gak bakal pake kekerasan lagi, Ram?” tanya Adellia sembari menatapku kecewa.

"Kenapa diam aja. Jawab, Ram."

Perlahan amarahku kembali memuncak. Aku merasa kecewa karena Adellia berada dipihak Ilham. Kebencian kian menggerogoti batinku, hingga tak terima bahwa apa yang kulakukan adalah sebuah kesalahan.

"Ram, ka—"

Sebelum Adellia sempat lanjut berbicara, aku langsung memotong ucapannya dan berkata, "Iya gua yang salah! Gua emang mau bunuh dia!" bentakku.

Sejenak aku menyadari bahwa pasukan gaib kami berdua telah menghilang, hanya menyisakan Lala yang sedang berdiri menatapku dalam diam.

"Aku bener-bener kecewa, Ram." Adellia menatapku sejenak lalu pergi meninggalkanku sembari memapah Ilham yang sedang kesakitan.

Adellia bahkan tak sekalipun menatap balik ke arahku. Dia tak memperdulikan eksistensiku sama sekali. Ungkapan kekecewaannya ternyata terasa lebih sadis dari amarahnya.

"Hahaha ... hahaha .…" Dengan tatapan kosong, aku tertawa layaknya orang gila.

Dalam bayanganku, malam ini akan menjadi suatu riwayat indah bagiku. Namun, kenyataan kian menamparku, lalu menggempurku dengan kejadian yang berbanding terbalik dari apa yang kuharapkan.

Aku menatap langit yang gelap sembari berdoa, berharap pada yang maha kuasa, agar membangunkanku dari mimpi buruk ini.

Bersambung...
profile-picture
profile-picture
profile-picture
khodzimzz dan 48 lainnya memberi reputasi
Diubah oleh watcheatnsleep
profile picture
Sexbomb
KASKUS Addict
move on aja, udah ada yg siap menerima kok
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
×
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved
Ikuti KASKUS di