Tetesan air mata bahagia mengalir di kedua pipi seorang Andi. Kenangan cerita hidup bersama kedua orang tuanya muncul saat sang ayah meniup lilin.
Menyesal karena tak mampu membuat ayahnya bangga menyeruak di hati andi.
Pengorbanan yang luar biasa untuk membuat keluarganya bahagia sering kali Andi lupakan.
Ya. Air mata gue menetes saat ayah gue meniup lilin ulang tahun, memori saat gue bisa mengingat cerita dari gue kecil sampai gue melihat beliau sekarang terbayang seketika di otak gue.
Cengeng?
Gue akuin iya. Gue cengeng.
Gue berdiri dengan jarah setengah meter dari ayah dan bunda yang berdiri di depan kue ulang tahun, ini adalah hari keromantisan beliau, saat gue disuruh berdiri di tengah, gue menolak karena kalau berdiri di tengah seakan akan yang ulang tahun gue "ini hari ayah sama bunda, andi disamping aja" ucap gue
Potong kuenya potong kuenya potong kuenya sekarang juga sekaraaang juga.
Sampai lagu selesai kue pun tak kunjung di potong. Bunda memegang pengeras suara.
"Sayang tolong potongin kue nya" ucap bunda.
Gue pun maju dan mengambil pisau plastik berbentuk love.
Tangan gue gemeteran saat proses irisan pertama, air mata gue menetes mengenai kue ulang tahun, bunda memegang pundak gue sontak gue menoleh.
Plukk
Gue pun memeluk kedua orang tua gue.
Prok prok prokkk
suara tepukan tangan tamu undangan yang datang
Beberapa menit gue memeluk orang tua gue, gue pun membalikkan badan, gue ambil pengeras suara di samping meja.
Flashbek
Quote:
Tahun 2000 sampai 20006 gue tinggal di daerah gajah(disemarang setau gue ada 3 nama daerah yang awalan namanya menggunakan gajah, ada Gajahmada, Gajahmungkur, dan gajah Daerah masjid agung) rumah gw dulu salah satunya di situ, dan sekarang pun masih.
Tahun 2000-2004 adalah tahun paling bahagia sekaligus tahun dimana gue melangsungkan kehidupan bahagia tanpa tau besarnya pengorbanan ayah gue, yang gue tau setiap ayah pulang dari luar kota, gue selalu di bawa'in mainan yang bisa gue mainin sama temen temen. Kalau dihitung hari ataupun bulan itu nggak mesti ayah gue berangkat keluar kota.
Tahun 2005-2006 ayah gue mulai sering luar kota sendiri naik kereta, bus. Mulai sering memegang ponsel, mulai sering tidur larut malam,
Anehnya beliau nggak pernah cerita tentang pekerjaan beliau sama gue, nggak pernah memperlihatkan wajah lelah beliau ke gue, yang gue tau cuma bangunan, tanah, bangunan, tanah itu doang
Tapi, ya tapiii meskipun beliau sibuk, beliau selalu menyempatkan diri untuk menemani gue belajar, dengerin cerita gue yang khas anak anak kala itu, raya'in ulang tahun. Yang jelas beda sama cerita bunda saat ayah muda dulu yang kalo kata bunda ayah gue dulu ura'an, bukannya bunda bohong, tapi itu semua nyata karena cinta. Ya cinta lah keajaiban yang bisa membolak balikkan drama kehidupan.
Mulai kelas 1 SMP sehabis memberikan kado berupa motor kesayangan gue, setelah dua bulan sampai tiga bulanan memberikan gue piz er, ayah gue bilang.
"Ndiii, rumah ini mau ayah jual, kita pindah di perumahan walang(nama samaran)" ucap ayah gue yang membuat gue spontan memuntahkan pop es yang gue minum.
"Mau pindah kemana yah, trus Andi maen sama siapa, bakal nggak ketemu Dimas dong(ce'es gue dari bayi)" ucap gue kala itu dengan mimik muka yang sedih
"Nggak jauh kok sayang, kamu masih bisa main kesini lagi sewaktu waktu" ucap bunda, ya meskipun bunda bilang begitu, gue baru datang ke rumah gue dulu saat bareng Indri, bisa karena gue nggak suka di pandang wah anak gedongan, wah wah wah wah. Itu yang dipikiran gue.
Dan seminggu dua Minggu setelah kita pindah di perumahan bagus gue mulai sering di tinggal sama ayah dan bunda gue. Nggak ada perasaan takut setan padahal rumahnya lumayan gede, nggak ada perasaan pengen ini itu pengen pesawat, helikopter, perari, Mersi, nggak ada dalam benak gue, yang ada adalah.
Sepi...
Apron, teflon, panci, wajan, telenan, adalah beberapa senjata gue saat sepi. Dan tentunya asap gudang njarem yang memperawanin bibir merah gue saat pertama kali ayah dan bunda gue berangkat bareng luar kota.
"Hadirin semua, maaf saya mengganggu momen potong kue, seketika saya teringat pengorbanan ayah saat kami masih di tempat yang sangat indah dulu, pengorbanan ayah saat jarang pulang tapi selalu ngasih kabar baik, maaf saya terlalu drama tapi ini yang saya rasakan, ayah bunda maafin Andi " ucap gue panjang lebar, sambil mengusap sisa air mata, semua yang berkumpul pun bertepuk tangan.
Irisan kue pertama gue tujukan ke ayah gue. Dilanjutkan irisan irisan yang lain kecuali GUA. Ya gue paling nggak doyan sama kue ulang tahun yang selainya terbuat dari telur mentah di mixer, setiap gue bayangin itu telur mentah pasti gue mual, tapi kalau buat brownis, kue kue coklat, kue kacang, gue mau dan bisa.
Selepas potong kue gue pun menjauh, baru beberapa langkah gue berjalan seseorang menyambut tangan gue, di selipkannya tangannya ke bawah ketiak gue, gue pun menoleh.
Banyak mata melihat kearah kita berdua.
"Heyy kalian pantes banget lho kayak kakak Adek" ucap seseorang wanita
Gue ngakak, KESEMPATAN
" mirip ya" gue ngedipin mata
"Iya lho, heyy pantes banget kalian kayak kakak Adek" seseorang wanita lain ikut bersuara
"Masak sih cin, tinggi gini masak Adek gw" ucap Indri hitam bola matanya menari
Gue memendekkan badan..
Mereka ngakak bidadari, mulutnya di tutup dan bersuara ahihihi
"Mbak sama temen mbak dulu ya, saya mau makan laper" gue pun menjauh tanpa menunggu jawaban.
Jujur, gue nggak pede berpenampilan seperti ini, berkumpul dengan orang orang yang disaat santai masih ngobrolin pekerjaan. Gue adalah tipe orang yang seenaknya sendiri huahaha
Gue mendekat ke stand minuman. Baru beberapa tegukan
"Sayaaaaang" suara horor wanita bercula terdengar, gue pun menjauh lagi..
Gue berjalan sampai ke gerbang, gue buka gerbang, gue rogoh celana. Munculah bungkusan kotak bergambar pabrik berjejer. Cettek bull..
Gue pandangi sekitar rumah ini, batin gue terus berkata. Apa gue pantes sih berada di tempat ini, gue bingung dengan mereka, gue bingung apa yang membuat mereka tertawa. Padahal gue rasa.. GARING. Omsat omset dengkulmu. Bayangan otak gue masih terus menerawang nikmatnya gue memakai apron, tiba tiba terbayang wajah Ririn saat kita berdua bercanda di depan kompor.
Gue tersadar, kok tiba tiba gue kangen Ririn ya..
Gue ambil ponsel di saku sebelah kanan, gue cari nama ririn
Quote:
Kriiiing.....
Sekali panggilan belum diangkat.
Kriiiing
Dua kali panggilan belum diangkat.
Ahh gue tau, Ririn tipe orang yang jual mahal, nomor tidak dikenal mana di gubris sama dia kan nomor gue baru.
Gue pun mengetik pesan
"Aku Andi, kamu lagi malmingan ya" ketik gue.
Tanpa menunggu lama pesan balasan pun gue terima
"GX" balasnya singkat.
"Wuahahaha, pakai x" balas gue sambil gue ngakak
"Y" balasnya cepat
"Singkat amat kayak rumus matematika" balas gue
"Lagi butuh apa kamu" balasnya yang membuat gue kaget,
"Maksut lu" balas gue
"Lagi kosong ceweknya terus ngehubungin aku" balas Ririn
Tanpa gue balas, gue telfon Ririn, sampai tiga panggilan nggak diangkat.
"Ayah gue ulang tahun, gue keinget saat dulu gue sama lu bikin roti ulang tahun, bentuknya kotak, motifnya kotak kotak, hiasannya dua kursi mainan dan angka 1 hahaha" balas gue
"Tapi orang tua lu nggak Dateng karena pestanya di Jakarta kasian" ketik Ririn, nggak enak banget anjir
Cukup, nggak gue bales lagi, karena gue nggak nyaman banget.
Gue masih berdiri di depan gerbang sambil ngutak Atik ponsel, gue liat di galeri foto foto trio Ra Ceto, kenangan dulu saat di pemandian air panas nglimut, ngerjain orang tajir lidah laknat si Arif, dan kenangan yang masih banyak bersama mereka. Gue jadi kangen. Tiba tiba gue pengen balik Semarang.
Gue celingukan kekanan dan kekiri, bingung gue mau kemana, masuk penuh wangi wangi parfum yang bikin gue puyeng. Mau keluar sama siapa?
Gue jomblo dan buta arah, yang gue tau cuma pulang pergi sekolah, nge-band, hahahanji*k.
"Heh, orang tuanya ulang tahun malah njogrok dimari" Lia menyusul gue
"Nggak betah gue, wanginya kagak ada yang wangi buah(emang gw suka eneg sama wangi wangian yang mungkin kalian suka, gw lebih suka wangi buah yang biasa gw beli di kios kios parfum, bahkan gue udah langgganan)" Balas gue
"Lu kagak dapet inceran, Mayan noh cakep cakep berjas" tanya gue ke Lia
"Nggak ada yang semenarik lu" Lia ngedipin mata
"Ndasmu"
Kita berdua pun ngakak.
Bukan kita berdua kalo nggak ngelakuin hal yang aneh, saat semua masih asik makan, gibah, pencitraan kita berdua malah jalan jalan, ya jalan bukan jalan jalan yang kata orang orang jalan jalan eh naik motor, wakakak, sama aje kata jalan jalan cuma pencitraan doang sempak.
Gue
"Heh cabe rawit, kok lu tinggi amat"
Lia
"Gue pakai hak tinggi dodol"
Gue
"Balapan lari yok"
Lia
"Gue lempar juga lu pakai sepatu"
Gue pun lari pelan sambil memperagakan gesture macam syahrukhan squad. Haaaa aaaa aaaa aaaa. Halkaibantal nehi herup degan legi.
Plokk
"Eh di lempar beneran lho"
Plokk
Gue
"Eee nggak kenaa"
"Ambiliiiin" lia ngakak,
"Bodoamat" gue melet,
"ANDIIIIII, AMBILIIIIN" Lia teriak kenceng, ngeri ini
ayah bunda dan banyak orang lain tiba tiba keluar dari dalam rumah, melihat gue
Bunda pun geleng geleng kepala, banyak yang ngakak juga termasuk pak bos Anto,(bapak gue)
"Ambilin sayang, kasian lia sayang" ucap bunda dengan suara agak keras karena jarak kita berdua lumayan jauh sekitar 20 meteran dari rumah.
Kalo udah bunda yang nyuruh mana bisa gue tolak, gue pun mengambil sepatu aneh milik Lia yang lia lempar
"Nih, gagal kan kita jalan jalan" ucap gue
Cekkkiiitttt
"Sakit macaaaan" ucap gue spontan
"Hahahaha sukurin, kotor kan kaki cinderela gue" balas Lia diikuti dia memakai sepatunya
Saat lia memakai sepatu hak dengan posisi jongkok, sekilas mata gue menangkap pemandangan yang sangat indah namun gila bagi gue karena dia kan sodara gue, tapi Lia juga gila sih setiap bonceng gue ekstrim mepetnya, apalagi pas dia galau, ya meskipun galaunya nggak bakal lama karena rupiah gue bakal terhisap kalo Lia galau.
Sepersekian detik gue melihat gumpalan lemak, lalu gue berpaling wekekekek.
Tanpa di duga bunda menghampiri kita berdua,
Adoh dohh Dohh Bunda menjewer telinga gue
"Orang tuanya ulang tahun malah diluar " ucap bunda dengan nada merdu
"Sukurin, marahin Tan marahin" lia memprovokasi
"Kamu juga lia" ucap bunda ke Lia
Wakakakakkk. Gue ngakak kenceng
Kapoook.
Gue dan yang lain pun masuk, pas mau masuk Lia masih diluar gue tutup gerbangnya.
"ANDIIIIII"
Bunda geleng geleng kepala
Adoh dohh Dohh.. di jewer lagi gue. Hahahahasem.
"Maaf hadirin atas ketidaknyamanan karena putra saya" ucap ayah gue menggunakan pengeras suara
Para tamu undangan ngakak.
Gue garuk garuk kepala yang nggak gatal.
Selepas acara yang membuat tubuh gue berkeringat gue pun mandi, dilanjutkan dengan kumpul keluarga di ruang keluarga, acara selesai sekitar pukul 9-10 malem, nggak usah malem malem karena istirahat itu harus, wkwkwk kata pak Anton, sa ae lu pak.
Indri kemana?
Nggak lu perhati'in?
Nggak, jujur gue pengen banget menjauh dari Indri, nggak seharusnya gue bersanding dengan dia karena kalo gue bersanding dengan dia ada kemungkinan hidup gue malah jadi ruwet, Indri adalah partner ayah gue, gue teramat sangat yakin kalo kejadian kemarin nggak membuat Indri berbadan dua. Kalaupun itu terjadi, ya sudah gue balik, buka warteg.
Gue bukan pengecut yang habis enaknya terus di tinggal, gue yakin melakukan itu karena rasa cinta ketimbang nafsu belaka.
Kapanpun gue siap andai emang Indri berbadan dua, namun untuk saat ini biar gue mumet dulu, biar gue jadi anak sekolah dulu.
Kembali saat gue habis mandi dan kumpul di ruang keluarga bareng Lia, ya ni bocah nginep sehari, papanya ngobrol sama ayah gue di teras depan dan gue bunda sama nih macan di ruang keluarga.
"Ndi, besok iku gue balik yuk" ucap Lia tiba tiba.
"Pengennya sih, tapi Senin gue masuk sekolah" gue mendongakkan muka keatas
Lia
"Ya pindah aja, lagian ngapain sih lu minta pindah"
"Sejak kapan ada macan manja" lia nyender di pundak gue
"Sejak tukang masak ninggalin adeknya" ucap bunda tiba tiba
"Tuh dengerin Tante" ucap Lia makin nempel sama gue, jadi horor gue nih macan pms kali ya
"Hahahaha, Lia kan udah gede Bun" balas gue
"Lagian kamu baru beberapa hari disini udah berantem, jujur sayang, bunda malah takut kalau kamu disini malah nakal" ucap bunda sambil nyemil cemilan
"Trus kalo Andi balik ke semarang, sekolah dimana Bun" tanya gue
"Ya di sekolah swasta merdeka(nama samaran) " ucap bunda
Gue pun berjalan menuju kamar, kuhempaskan tubuh ini ke pantai indah kapuk,
apa emang gue belum pantes ya hidup di kota yang kata orang metropolitan, tempat orang mengadu nasib,
Apa emang sebenaranya kedewasaan gue tumbuh saat gue hidup sendiri?
Jujur gue kangen banget sama kehidupan di tanah kelahiran gue. Serba ada, serba Deket, mau yang adem Deket, mau yang panas tiap hari. Teman buanyaq.
"Heh geser" tiba tiba ada tamu tak diundang pulang minta dianter,
"Lu nggak risih apa pakai pakaian begitu di samping kakak lu" gue risih dengan pakaian yang dikenakan Lia, (nggak usah gue deskripsikan ya)
Lia malah makin mepet ke gue,
"Ndi, balik lah, gue pengen di boncengin cowok ganteng pakai satria gue" mata Lia berkaca kaca
"Ya lu nyari cowok lah bego, lagian mantan lu juga cakep cakep, ajak balikan aja kelar" gue menonyor kepala Lia
"Enggak, maunya elu, gue pengen main timezone di matahari sama lu naik satria" balas lia
"Heh gue kakak elu bukan pacar lu, atau mantan lu, atau orang yang lagi deket sama lu" ucap gue
"I don't care, ntar kalo lu mau curhat gue ladenin deh, yang penting lu balik semarang" balas lia
Lia malah menindih gue dari atas
Ooowedosgembeeel.. nih bocah emang aneh aneh kalo minta, dan itu harus sampai keturutan, kalo enggak dijamin waktu anda tidak akan tenang, tapi dia udah kelewatan, batin gue terus bergejolak, gue cowok woyy, mau lu sodara apa enggak kek namanya empuk empuk ya sama aja.