KOMUNITAS
Home / FORUM / All / Story / ... / Stories from the Heart /
AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/5e044c8d8d9b175fd07aa942/akhir-penantianku-jilid-iv--20-true-story

AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]

SELAMAT DATANG AGAN SISTA


Halo! emoticon-Kiss

Selamat berjumpa kembali dengan gue dalam rangka melanjutkan JILID IV kemarin yang gue akhiri di tengah alias Mid-season Finale. Udah berasa kayak cerita series bule The Walking Dead, Nancy Drew, etc yak? Hahaha. Karena berbagai pertimbangan, gue memutuskan untuk menyelesaikan di sana. Hapunten ya agan sista! Semoga agan sista bisa memahaminya...

Ga pernah gue lupa untuk selalu ngucapin terima kasih atas dukungan dan apresiasi agan sista selama ini! Makin hari, makin bikin semangat gue aja untuk terus melanjutkan cerita gue ini yang (kayaknya) masih panjang. Hehehe.

Masih melanjutkan tema cerita di JILID IV gue sebelumnya, insya Alloh di JILID IV 2.0 ini gue akan menjawab bagaimana kondisi ibu gue, bagaimana hubungan gue dengan Bang Firzy, bagaimana pendidikan gue, bagaimana pekerjaan gue, dan banyak puzzle-puzzle lainnya yang belum terjawab. Dengan semangat 'tak boleh ada kentang di antara kita' yang tak hentinya diucapkan oleh agan sista, insya Alloh juga gue akan melanjutkan sampai selesai (semoga tanpa hambatan) di thread gue yang ini.

Kembali lagi gue ingatkan gaya menulis gue yang penuh strong language, absurd-nya hidup gue dan (kayaknya masih akan) beberapa kali nyempil ++-nya, jadi gue masih ga akan melepas rating 18+ di cerita lanjutan gue kali ini. Gue berharap semoga agan sista tetap suka dan betah mantengin thread ane ini sampe selesai! emoticon-Peluk

Dengan segala kerendahan hati gue yang belajar dari thread sebelumnya, kali ini gue memohon agan sista untuk membaca juga peraturan mengenai thread ini yang kayaknya banyak di-skip (karena dinilai ga penting), terutama mengenai kepentingan privasi dan spoiler. Semoga dengan kerja sama semuanya, membuat thread ini semakin bikin nyaman dan betah untuk jadi tempat nongkrong agan sista semuanyaemoticon-Malu


AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]


Spoiler for AKHIR PENANTIANKU (THE SERIES):


Spoiler for INDEX:


Spoiler for MULUSTRASI:


Spoiler for PERATURAN:




Quote:
profile-picture
profile-picture
profile-picture
padasw dan 90 lainnya memberi reputasi
Diubah oleh dissymmon08
85
KISAH TENTANG F: KELEMAHAN (PART 08)


“Ayo bangun… Bentar lagi lu dipanggil.” kata gue dingin sambil maksa dia bangun. Tapi Bang Firzy masih juga rada-rada merem walaupun udah ga nyender lagi ke gue. “Udah ya gue ga akan bangunin lagi kalau lu masih mau tidur terus, susah dibangunin.” Gue menegaskan dia untuk segera bangun dan ga tidur lagi.

Dan sikap gue yang begitu selalu ampuh.

Dia paling ga suka dibangunin dengan nada bicara memaksa dan keras. Otomatis, dengan gue ngomong begitu, bikin dia bad mood dan jadinya bangun (dengan tidak hormat pastinya). “Maafin aku, Zy. Aku sekarang ga bisa membohongi perasaan aku lagi, kalau kelakuan kamu yang sekarang itu bener-bener nyakitin aku.”

“Judes banget. Santai aja kenapa sih?” Bener kan dia sewot? “Ga akan juga dipanggilin kayak maling kalau misalnya gue ketiduran lagi. Sini handphone gue.” kata dia. Dia pun ambil handphone dia dan sibuk sendiri sama handphone-nya. Dia sangat bete.

“Ayooo… Mana nih Mas Ija-nya. Yuk sini merapat, adiknya nih, Dania mau meminta izin sama kakaknya…” kata MC sambil pura-pura melihat ke dalam rumah dan celingak-celinguk di antara tamu. Seakan-akan dia lagi nyari Bang Firzy. Walaupun dia tau tempat duduk kami.

Bang Firzy berdiri dan merapihkan bajunya sedikit sambil berjalan ke arah keluarganya. Semua tamu melihat ke arah dia. Ga lupa dia senyum manis ke arah gue seakan berkata “Wish me luck!”. Tapi gue ga membalas senyumnya. “Maaf lagi ya, Zy. Aku ga bisa nyemangatin kamu sekarang… Kasih hati aku istirahat dari sakit ini. Walaupun cuma sebentar… Tapi bisa bikin aku lega kalau aku bisa mengekspresikan rasa sakit dan kekecewaan aku.” kata gue dalem hati.

Gue melihat seluruh proses lamaran ini. Terutama permintaan izin dari Kak Dania ke Bang Firzy untuk melangkahi kakaknya menikah lebih dulu. Gue bisa liat Bang Firzy yang terharu dan mulai meneteskan air mata ketika memberikan izin kepada Kak Dania. Sama, kayak beratnya seorang ayah ketika akan melepaskan anaknya menikah. Apalagi ketika dia membahas bagaimana dia sangat berharap, Papa mereka yang telah pergi untuk selamanya ada di sini untuk menyaksikan prosesi ini.

“Dania, Papa pasti bangga banget sama kamu… Aku yakin, walaupun Papa ga ada terlihat di antara kita, Papa pasti bisa melihat kita di sini. Papa tau bagaimana perjuangan kamu untuk sampai ke tahap ini, menyaksikan bagaimana proses lamaran ini, dan ikut berdoa untuk kelancaran pernikahan kamu nanti.” Kak Dania udah ga tahan lagi dan langsung salam ke Bang Firzy. Dia memeluk erat Bang Firzy.

“Kak, maafin aku… Maaf kalau aku selama ini jadi adik yang egois, yang mementingan kepentingan aku sendiri, dan suka memaksakan kehendak aku ke kakak. Makasih banyak kakak udah mau bersabar untuk tetep menjaga dan merawat aku sampai aku ada di titik ini. Membantu aku ketika aku butuh bantuan, mendengarkan aku ketika aku butuh teman curhat, dan menghibur aku ketika aku kesepian. Aku titip Mama ya, Kak… Jangan pernah bikin Mama sedih dan ngerasa sendiri. Tolong jaga, rawat, dan lindungi Mama, kayak gimana Papa menjaga kita semua dulu. Yang Mama punya sekarang cuma Kakak… Makasih banyak ya, Kak. Aku izin melangkahi kakak untuk menikah duluan dengan Adit.”

Tangis.

Saat itu, ketika Kak Dania selesai mengutarakan permintaan izinnya ke Bang Firzy. Cuma tangis haru yang kedengeran baik di antara keluarga inti maupun tamu undangan. Siapa sangka ternyata Bang Firzy akan dilangkahi oleh adiknya dan nantinya merawat ibunya hanya seorang diri? Entah Kak Dania akan tetep tinggal bareng mereka atau ga setelah menikah nanti. Soalnya Bang Adit ini pun ga tinggal di Jabodetabek. Mungkin aja Kak Dania bakalan dibawa pindah oleh suaminya nanti.

Separuh tanggungjawab Bang Firzy terhadap Kak Dania udah diserahterimakan ke Bang Adit, calon suami Kak Dania. Semoga Bang Firzy dan Kak Dania, yang setau gue sama-sama memiliki trust issues sebelum acara lamaran ini, benar-benar sungguh-sungguh di setiap kata yang mereka ucapkan di prosesi tadi. Bukan cuman mengucap hanya karena kebutuhan akting di depan khalayak ramai semata.

Sekarang meninggalkan tanya di diri gue, akankah gue dan Bang Firzy akan merasakan acara lamaran dan pernikahan nanti di masa depan? Apakah pernikahan Kak Dania yang lebih dulu daripada Bang Firzy ini akan membuat dia terpacu untuk mengejar Kak Dania atau malah membuatnya ingin menunda dulu pernikahannya sampai dia puas menjadi petualang cinta?

Gue masih 23 tahun, gue mungkin masih punya waktu panjang untuk memulai sebuah rumah tangga. Gue masih bisa mencari pengganti Bang Firzy, kalau suatu saat kami harus berpisah. Masih ada waktu yang pastinya akan membuat gue melewati target impian gue. Selain itu juga, sulit pasti pada akhirnya nanti untuk gue membuka lembaran baru di hidup gue karena gue yang kondisinya udah cape banget saat ini. Cape memulai yang baru. Cape mengenal sosok baru di hidup gue. Cape menjalani proses perkenalan. Dan cape merasa sakit hati juga sih.

Bukan berarti gue ga berpikir kalau akan ada masa depan antara hubungan gue dan Bang Firzy. Siapa yang ga kepengen menikah sama pacar mereka kan? Tapi ya gue ga bisa terus berlarut-larut sakit hati atau menunggu pacar gue puas berpetualang dengan cintanya. Gue hanya akan mengingatkan dia nanti saat waktunya pas, kalau gue ga mau main-main lagi. Gue ga akan maksa dia untuk menikahi gue. Tapi gue hanya akan meningatkan dia dan melangkah lebih dulu juga untuk meninggalkan dia, kalau dia masih terus seperti ini. Sama, seperti apa yang dilakukan Kak Dania.

Kalau memang nantinya, gue ga menikah dengan Bang Firzy. Itu akan menjadi takdir dan jawaban dari penantian lama gue akan kejelasan jodoh maupun cinta gue. Jalannya memang harus seperti itu.


XOXOXO


“Uswatun, udah bisa kirimin presensi sekantor? Hasil fingerprint mereka bulan kemarin.”

“Oke wait! Gue kirim e-mail ya…”

Sambil menunggu Uswatun ngirim e-mail, gue bisa nyoret-nyoret rancangan tesis Bang Firzy. Ya, sekarang Bang Firzy udah mulai menyusun proposal penelitiannya. Karena setaun lagi, dia harus udah nyelesein tesisnya dan lulus. Maklum, mahasiswa S2 kan cuman kuliah 2 tahun doangan. Jadi, semuanya harus cepet diselesein.

Gue sadar mungkin di luar sana. Bang Firzy lagi mesra-mesraan dengan Wila atau lagi bercerita tentang pribadi mereka masing-masing untuk saling mengenal satu sama lain. Ketika gue lagi berjuang untuk dia di sini, Bang Firzy pun lagi berjuang untuk cewek lain di luar sana. Gue tau dan gue yakin begitu. Soalnya gue masih belum membahas kalau gue udah tau tentang Wila ini sama dia dan gue pun memantau hubungan mereka dari sosial media. Yang gue liat, Wila ini makin aktif nongol di setiap status Bang Firzy ataupun status-status band kami. Bahkan Wila add akun Facebook gue. Tipikal banget untuk cewek-cewek yang lagi deket sama dia.

Dejavu bukan? Gue kayak merasakan kembali rasa sakit mulai dari ketika gue menemukan Winda, Yulia, dan Lira. Kali ini masih ada Wila. Entah di luar sana mungkin masih ada cewek lain yang ga gue tau tapi ternyata masih dideketin sama dia.

Terus apa mau dia? Kenapa masih meminta kembali ke gue kalau menurut dia, gue ga cukup baik untuk dirinya? Mestinya ya udahlah, cukup tinggalin gue aja. Insya Alloh walaupun cape dan berat, gue akan push diri gue untuk mencoba membuka hati gue lagi misalnya harus terjadi seperti itu.

Lagipula gue sadar kok kalau tampang gue ga sesempurna semua cewek yang jadi selingkuhan Bang Firzy itu. Gue sama Bang Firzy mungkin bisa dibilang kayak dasar palung terdalam dengan langit ketujuh. Jauh banget. Sedangkan selingkuhan-selingkuhan Bang Firzy itu setara dengannya di langit ketujuh itu. Gue merasa ga seharusnya ada di sampingnya untuk mendampinginya.

Buat gue, he deserves better. Ya Wila ini, kayaknya menyempurnakan semuanya. Dia adalah sosok gue, yang lebih sempurna. Dia lebih cantik, suka musik dan punya hobi yang sama dengan Bang Firzy yang mungkin lebih menarik daripada gue, dia kuliah di perguruan tinggi negeri, dia lebih cerdas bin pintar, dia vokalis terkenal bin hebat, dia supel bin ramah, dan dia menjadi pilihan Bang Firzy ketika Bang Firzy sedang berusaha mendapatkan gue kembali.

AKHIR PENANTIANKU (JILID IV _ 2.0) [TRUE STORY]
Mulustrasi Wila, Sumber Gambar


Kalau dia masih berusaha mengenal cewek lain dan membohongi gue, berarti sampai titik ini gue bukan yang utama di hidup Bang Firzy kan? Selain nyokapnya ya. Gue cuman cadangan dan pilihan kesekian. Gue menjadi utama HANYA ketika Bang Firzy butuh gue… Gue hanya mengisi waktu kosong Bang Firzy ketika dia sedang kesepian karena Lira dulu. Apa mungkin dia ga benar-benar menginginkan kembali di hihdup gue?

"Untuk apa gue di sini dan untuk apa perjuangan gue sekarang ini?" tanya gue dalam hati. Gue meletakkan pulpen yang sedang gue pake dan menutup halaman Google Chrome yang sedang gue baca untuk menyelesaikan rancangan proposal penelitian dia. “Terus gue ngapain?”

Gue memejamkan mata gue.

“Mungkin Tuhan membiarkan gue merasakan ini semua sebagai konsekuensi karena gue yang lalai dalam membuat pilihan hidup. Diri Nya ingin gue belajar dari kesalahan gue ini. Dan mungkin Tuhan ingin gue menyelesaikan apa yang gue mulai dan kemudian meninggalkan semuanya. Walaupun jalannya harus sesakit dan serumit ini…” kata gue dalem hati.

“Udah ya, Mi…” kata Uswatun jadi membuyarkan lamunan gue.

“Oh oke, thanks yak!” jawab gue. Mending gue kesampingkan dulu urusan Bang Firzy ini dan fokus dengan pekerjaan gue. Soalnya gue sekarang-sekarang ga akan bisa fokus untuk ngelembur malemnya, wong mau ngurus pernikahan Kak Dania. Masih banyak hal yang mesti diurus soalnya.

Gue melihat Ms. Excel hasil rekapitulasi fingerprint yang dikirimin sama Uswatun ke e-mail gue tadi. Gue download dan gue buka. Gue diminta sama Kak Irawan untuk mengecek jam masuk dan jam pulang masing-masing karyawan. Gue diminta untuk menghitung pelanggaran yang dilakukan seluruh karyawan dan membuat teguran atas kedisplinan jam kerja mereka. Gue juga yang nantinya membuat peraturan dan punishment untuk masing-masing karyawan itu. Semuanya masih urusan gue.

Ini masih di luar gue masih harus ngurusin BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, Asuransi Kesehatan, SIUP, TDP, Akta Pendiran, Izin Tempat Usaha, Izin Gangguan, dan banyak hal lainnya. Belum termasuk urusan General Affair gue yak. Dan juga belum termasuk posisi gue yang juga masih diperbantukan membantu mengatur jadwal keseharian Kak Irawan. Gue sendirian ngurus itu semua. Tapi sekali gue salah, gue langsung bisa ditegur ga bisa kerja.

Nyesek banget!

HRD yang digadang-gadang akan menjadi atasan gue atau mungkin menggantikan gue, masih belum datang. Alesannya sederhana banget, “Lagi ada kegiatan di luar negeri jadi belum bisa bergabung dalam waktu dekat.” Enak banget jawabnya! Terus gue jadi mempertanyakan pekerjaan gue yang menyortir CV setiap harinya dari mereka yang melamar ke perusahaan kami, “Kenapa ga pilih mereka yang udah susah payah ngelamar aja? Kenapa harus nunggu orang yang belum pasti gabung?”

Jawaban (dari gosip) yang gue dapet sih, soalnya HRD yang baru itu direkomendasikan sama temennya Kak Irawan. Doi lulusan psikologi perguruan tinggi swasta ternama di Indonesia dan punya networking ketjeh banget. Jadi, mungkin itu yang bikin Kak Irawan tertarik untuk merekrut dia. “Dia ini (dinilai) lebih capable dibandingkan Emi yang masih suka lama ngerjain ini itu dan salah di sana sini.” Oh sumpah, rasanya gue pengen banget kerja sesuai passion gue untuk jadi researcher sesuai dengan jurusan yang gue ambil.

Ketika gue memeriksa satu per satu fingerprint karyawan, gue kaget dengan hasil yang gue dapet. Mereka, para Supervisor dan Manager yang masuk lewat ‘jalur aman’ Kak Irawan alias direkomendasikan oleh temen-temen Kak Irawan, banyak yang masuk dan pulang seenak mereka. Mereka seakan mengabaikan jam masuk 09.00 dan jam pulang 17.00. Ada yang sampe di kantor sekitar jam 10.00 tapi jam 16.00 udah pulang dengan alasan, ada urusan. Mereka bahkan ga ada yang pernah izin ke gue sama sekali. Hasil penelusuran yang gue dapet, mereka izin langsung ke Kak Irawan. DAN DIBOLEHIN.

Buat apa ada HRD kalau semuanya bisa langsung 'diurus ke Kak Irawan dong?

Di sisi lain kami, karyawan kelas cere, kalau ga masuk harus melampirkan Surat Izin Sakit. Ga bisa cuman izin begitu aja. Kalau kami mau izin untuk pulang duluan, kami harus masuk lebih pagi lagi sebelumnya. Kalau kami izin untuk kerja mobile dari rumah, kami harus bisa standby dihubungi Kak Irawan. Beda banget rasanya perlakuan Kak Irawan ke kami. Gue udah membaca itu semua sih. Beberapa karyawan juga udah ada yang curhat ke gue.

Tapi karena gue juga udah banyak urusan, gue menahan itu semua untuk diomongin sama temen-temen kantor gue. Gue lebih memilih untuk cerita ke Bang Firzy. Temen-temen gue yang gue percaya udah pada resign. Mana tau ternyata temen-temen kantor gue yang sekarang adalah ‘tangan kanan’, ‘mata’, dan ‘telinga’ cadangan Kak Irawan?

Gue masih mengandalkan Bang Firzy sebagai tempat mengadu dan berkeluh kesah. Hati gue masih berat untuk bener-bener jauh dan dingin sama dia. Gue emang sakit hati. Gue emang cape sama dia. Gue juga males banget ketemu sama dia terus menerus. Tapi di luar hubungan percintaan kami, dia masih menjadi sahabat gue, gue masih menjadi Manager band dia, gue masih menjadi adik kelas dia, dan gue masih menjadi kerabat dekat keluarganya. Jadi, interaksi kami berdua masih banyak selain urusan percintaan.


XOXOXO


“Kamu mulai cari-cari aja lowongan kerja baru kalau kamu ga nyaman… Kamu bisa ga punya peningkatan karir kalau kondisi kantor kamu begitu terus…” kata dia via telepon ketika kami udah sama-sama di rumah. Kesibukan gue dan dia akhir-akhir ini membuat kami kembali komunikasi via telepon lagi. Dengan kepercayaan gue ke dia, seadanya. Siapa yang tau dia bener-bener di rumah dia apa ga? Terakhir aja dia malah ada di kosannya Lira bukan?

Maaf, gue jadi tukang asumsi begini. Julid.

“Mudah-mudahan ada ya lowongan buat aku… Kantor aku yang sebelumnya dan sekarang kan ga sebegitu terkenalnya. Entah bisa ‘dijual’ ga untuk melamar ke kantor lainnya yang lebih baik. Apalagi posisi aku bener-bener dari bawah banget. Beda sama mereka yang direkrut secara istimewa sama Kak Irawan, Zy… Bisa dapetin posisi tinggi. Jadinya, kalau suatu saat mereka pindah, bisa dapetin posisi lebih tinggi lagi deh. Udah mah mereka dari perguruan tinggi swasta ternama, pernah magang di perusahaan asing, pernah melanjutkan pendidikan di luar negeri juga, atau ada juga yang ternyata keluarganya punya perusahaan ternama di Indonesia. Gue apaan? Wong kayaknya Kak Irawan antipati banget sama kampus kita…”

“Biarin aja udah… Percaya, orang yang bekerja dengan jujur, pasti ada aja jalannya. Kamu ga punya pengalaman kayak mereka bukan berarti kamu jauh ga berkualitas dari mereka kali.”

“Tapi aku bentar lagi disingkirin, Zy… Ga ada masa depan juga untuk berkarir terus di kantor ini bukan?”

“Ya mungkin emang karir kamu ga untuk di kantor ini… Tapi di kantor lain. Yang aku yakin, lebih baik dari kantor ini. Kalau terus menerus disusahin dan disakitin, berarti udah saatnya kamu ga mikirin itu dan segera pindah.”

“Andai ya segampang itu…”

“Lho apa susahnya? Cuman tinggal pindah aja. Kenapa? Takut CV kamu kurang menjual?”

“Bukan…”

“Terus?”

“Insya Alloh sih aku yakin, aku bisa survive di luar sana. Ya walaupun mungkin harus nganggur dulu, atau ke kantor yang worst dari kantor ini. Tapi tadi konteks yang aku omongin bukan tentang itu…”

“Apaan emang?” Nada bicara dia mulai berubah. I can tell.

“Andai ya segampang itu, ketika diri dan hati aku ini terus menerus disusahin dan disakitin, aku bisa ga mikirin kamu dan pindah ke lain hati---”

“APAAN SIH NGOMONG BEGITU???”

“... kayak apa yang BIASA kamu lakuin ke aku. Gampang jadiin aku cadangan dan pindah ke lain hati.”

“Kalau udah curhatnya, mending gue tutup aja teleponnya dah. Jadi ga enak begini bahasannya.” Dia menghindar, lagi.

“Kamu menghindar…”

“Bukan menghindar. Tapi kalau urusannya jadi ngebahas begitu, pasti jadi melebar kemana-mana. Malesin. Ngerusak mood orang. Udah malem, mau tidur, males mesti berantem.”

“Kalau harus berantem, kenapa menghindar?”

“Lu pengen berantem lagi?”

“Kalau harus, kenapa ga?”

“…”

“Gue ngantuk, mau tidur.” Tanpa babibu lagi, Bang Firzy tutup teleponnya.

Gue terdiam. Malam itu hening, tanpa suara apapun. Biasanya masih ada suara motor ataupun kang nasgor lewat ye kan. Tapi malam itu bener-bener hening. Sama kayak hati gue yang udah mulai hening dan hampa, tanpa kehangatan dari Bang Firzy lagi.

Gue jadi rindu, rindu dengan awal mula kisah cinta gue dan Bang Firzy yang masih murni, hangat, dan tanpa kekhawatiran apapun.

Quote:


Begini terus? Entah kapan dia mau sadar apa yang udah dia perbuat selama ini itu sebenernya nyakitin dan menyiksa gue.
profile-picture
profile-picture
profile-picture
Tika1909 dan 24 lainnya memberi reputasi
profile picture
jiyanq
KASKUS Addict
Mungkin Firzy gak punya kaca, Mi. Kok bisa2nya malah nyalahin ente. emoticon-Hammer2
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
×
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved
Ikuti KASKUS di