KOMUNITAS
Home / FORUM / All / Story / ... / Stories from the Heart /
Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
KASKUS
51
244
https://www.kaskus.co.id/thread/5de0d5ec337f9364df2d12f0/pencarian-belum-usai-true-story---season-3

Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3

Selamat Datang di Thread Gue 
(私のスレッドへようこそ)


Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI YANG TELAH GANSIS READERBERIKAN DI DUA TRIT GUE SEBELUMNYA. SEMOGA DI TRIT SELANJUTNYA INI, GUE DAPAT MENUNJUKKAN PERFORMA TERBAIK GUE DALAM PENULISAN DAN PACKAGING CERITA AGAR SEMUA READER YANG BERKUNJUNG DISINI SELALU HAPPY DAN TERHIBUR

Spoiler for Season 1 dan Season 2:


Last Season, on Muara Sebuah Pencarian - Season 2 :
Quote:




INFORMASI TERKAIT UPDATE TRIT ATAU KEMUNGKINAN KARYA LAINNYA BISA JUGA DI CEK DI IG: @yanagi92055 SEBAGAI ALTERNATIF JIKA NOTIF KASKUS BERMASALAH


Spoiler for INDEX SEASON 3:


Spoiler for LINK BARU PERATURAN & MULUSTRASI SEASON 3:



Quote:


Quote:

Quote:
profile-picture
profile-picture
profile-picture
al.galauwi dan 142 lainnya memberi reputasi
Diubah oleh yanagi92055
133

Main PES dulu Gan!

Gue nggak berangkat ke kantor pagi itu. Gue memilih untuk mengerjakan pekerjaan gue secara mobile dari kampus. Untung aja dikantor gue yang sekarang sistemnya udah lebih modern daripada dikantor Papa dulu. Dulu kalau mereview pekerjaan itu harus dicetak dulu draft mentah formulanya, baru nanti dicorat coret. Kalau sekarang enak, tinggal kirim excel untuk kemudian diutak atik dan disesuaikan.

Penambahan catatan-catatan juga dituliskan di excel tersebut. Jadinya kita bisa bekerja dari mana aja yang penting draft formula perhitungan pekerjaan sudah dapat dibuka dan diperiksa. Semuanya dikirim via email. Kalau ada yang masih kurang jelas, nanti bisa minta penjelasan lebih lanjut via telpon atau video call.

Gue mengerjakan pekerjaan gue di dekat tempat duduk yang biasa anak-anak jurusan AB duduk ketika menunggu jam kuliah. Bedanya kalau sekarang udah ada colokan untuk listrik. Jadi tinggal colok udah aman deh laptopnya. Sekalian bisa ngecharge HP juga. Disekitar wilayah jurusan gue juga udah dipasang wifi. Tapi ya mau mengharapkan apa wifi kampus.

Enak banget ya jadi mahasiswa sekarang. Semua dimudahkan untuk urusan multimedia. Harusnya ini bisa dimanfaatkan secara kreatif. Harusnya. Tapi ya kembali lagi, kampus gue ini kan kebanyakan ngumpulin orang cupu dari seluruh Indonesia. Haha. Pintar dan kreatif itu adalah dua hal yang berbeda.

Orang pintar belum tentu kreatif dan sebaliknya. Tetapi bukan berarti nggak ada orang pintar tapi juga kreatif. Ya contohnya Emilya ini. Dia secara akademis yaudah lah ya, NIM dikelasnya aja ketiga dari atas. Tetapi dia juga punya pemikiran kreatif ala seniman. Dia juga selalu punya ide brilian. Makanya gue selalu nyaman kalau diskusi dengan dia karena dia selalu bisa menemukan solusi atas kebuntuan pikiran gue.

Kampus gue entah bagaimana menghasilkan lebih banyak orang yang ahli secara teknis, tapi sangat kurang mencetak pengambil keputusan. Kejelian kampus untuk mencetak calon pengusaha muda masih sangat kurang. Tapi agak membaik di era angkatan Emi ini. Sungguh beruntung angkatannya Emi dan setelah-setelahnya.

Dulu kampus gue adalah kampus yang sangat close-minded. Setidaknya di jaman gue kuliah dulu. Apa-apa saklek. Mesti sesuai dengan teori. Padahal kenyataan dilapangan seringkali berbeda. Bahkan gue bisa contohkan, untuk urusan musik aja, para penggiat teori bergitar aja hampir selalu bersebrangan dengan gitaris asli sebuah band, atau gitaris solo yang praktek langsung dengan manggung dimana-mana. Nah apalagi urusan ilmu sains yang terus berkembang kan.

Kalau dalil teori yang sudah ada dijadikan acuan utama terus, ya wajar pemikiran manusia-manusia lulusan universitas jadi nggak berkembang. Padahal sebagai mahasiswa kita harus bisa menempatkan diri sebagai agen perubahan. Lah gimana mau jadi agen perubahan kalau pemikiran kita nggak dimerdekakan dari belenggu rantai bernama teori?

Gue sempat berburuk sangka dengan para dosen yang abai untuk urusan ini karena mereka sudah enak dengan posisi mereka sekarang. Ilmu yang mereka pegang saat ini dianggap udah cukup. Padahal sekali lagi gue bilang, ilmu terus berkembang. Ya para pengajarnya upgrade juga dong harusnya. Pada beberapa kasus, sebut aja proyek-proyek oknum dosen diluar kaitannya dengan akademis tapi tetap bawa embel-embel nama besar kampus, teori tersebut bisa aja diutak atik atau dikembangkan, tapi sesuai dengan keinginan proyek yang diberikan kepada oknum dosen tersebut. T*i banget nggak sih?

Untuk mendapatkan gelar profesor aja mesti banyak meneliti dan bikin inovasi baru, masa pas diajarin ke mahasiswa cuma textbook doang? Anak SD kalau suruh baca buku juga bisa kali. Atau ilmu akan berkembang dan diupgrade ketika ada proyek-proyek besar yang berlawanan dengan idealisme tapi bisa menambah pundi-pundi? Haha. Miris banget lah ngegadein idealisme demi segepok uang. Apalagi ini orang-orang yang pendidikan dijamin tinggi.

Gue sampai sekarang masih nggak habis pikir kenapa masih aja ada mahasiswa yang ngerjain proyek dosen buat skripsinya dan ujung-ujungnya cuma dikasih nilai A, lulus, dan dikasih ucapan terima kasih. Tapi karya ilmiah lo di klaim sama oknum dosen-dosen itu buat dikonversi jadi uang. Ini bukan mau materialistis, tapi itu seharusnya jadi hak karena itu karya mahasiswa.

Hal ini pula yang sepertinya terdampak di anak-anak angkatan Emi. Pintar tapi nggak cerdas. Jadi nggak bisa memilah dan melakukan inovasi. Jadi pintar karena berkutat disitu aja, di zona nyamannya, dan malas meng-upgrade keilmuannya. Belum lagi dari segi attitude-nya. Sudah saklek, attitude-nya juga ngaco lagi. Lengkap sudah kampus mencetak calon sampah.

Gue juga nggak memungkiri kalau diangkatan gue, atas gue, atau yang masih dekat dengan angkatan gue, banyak yang jadi sampah juga. Tapi setidaknya mereka masih menang soal attitude. Makin kesini harus di akui anak mudanya semakin berani beropini, berasumsi, tapi sayangnya ya itu tadi. dasarnya cuma dari teori yang ada ditelan bulat-bulat bukannya ditelaah dulu.

Sama dengan kasus kabar burung tentang masa lalu gue dikampus ini. Mereka secara teoritis membuat sebuah hipotesis yang didasari asumsi. 1 + 1 = 2. Itu ilmu pasti. Tapi kalau 1 + 1 belum tentu hasilnya 2, tergantung dari asumsinya apa dulu, nah itu barulah bisa didiskusiin. Tapi mereka ini udah ngambil jalan kayak yang metode kedua, tapi mau hasilnya pasti seperti metode pertama. Ya kacau balau semuanya mindsetnya.

Gilanya, mereka sudah bisa membuat kesimpulan tanpa didasari informasi dari beberapa pihak dan nggak ada konfirmasi apapun dari gue. Yaitu tadi, mereka mau hasilnya 2, tapi harus diasumsikan a,b,c,d,e dan seterusnya. Istilahnya, 2 itu adalah absolut, dengan faktor-faktor asumsi yang banyak itu. Cara ini yang dipakai teman-teman Emi untuk merusak keyakinan Emi terhadap gue.

Gue juga bukan orang yang bisa meyakinkan Emi secara pasti dan absolut. Karena gue menyadari gue bukan orang yang sempurna. Gue juga masih bisa meleng. Gue bisa tergoda kanan kiri. Tapi karena gue berkeyakinan kalau Emi adalah orang yang tepat, gue berusaha ngelawan itu semua. Dan pada akhirnya menjadi sesuatu yang sangat berat.

Ditengah konsentrasi gue terhadap kerjaan, emang resikonya bakal mudah terdistraksi karena banyak orang lalu lalang dikoridor ini, dan ini juga kan public space, jadi nggak ada namanya ketenangan, gue disapa sama beberapa orang baik cowok maupun cewek yang lewat. Tapi gue nggak ada yang kenal sama sekali. Yang bisa gue lakukan adalah senyum ke mereka doang. Dan gue agak curiga juga sih sebenernya.

Gue langsung berpikir mungkin itu anak-anak jurusan AB. Karena biasanya kalau yang duduk dikoridor AB ya anak-anak jurusan AB. Jurusan lain punya koridor dan tempat duduk masing-masing soalnya. Sampai pada akhirnya nggak lama setelah gue menyelesaikan pekerjaan gue dan sudah gue kirim kembali via email, seseorang yang nggak gue kenal menyapa gue.

“Bang Ija ya.” sapa dia sopan.

“Ehm..iya benar. Mas siapa ya?” tanya gue.

“Kenalin saya Maul. Saya jurusan AB juga Bang. saya enam angkatan dibawah abang.” Katanya.

“Ooh. Ya ya ya. ada perlu apa bro?”

“Daripada disini, mending di sekret aja bang. Dulu kan abang pengurus himpunan juga.”

“Tau darimana lo gue dulu pengurus Ul? Haha.”

“Haha. Ya tau lah bang. angkatan abang kan pernah ngadain acara besar himpunan yang sukses berat. Dan itu diceritain turun temurun sampe angkatan saya bang.”

“Manggilnya lo gue aja Ul, santai. Males amat sok-sokan formal. Haha.”

“Haha iya bang.”

“Terus di sekret himpunan ada siapa?”

“Ada angkatan gue, ada angkatan bawah gue. lagi pada main PS bang. Ikutan aja bang.”

“Wah boleh juga tuh. Yaudah deh gue ikutan.”

Gue mengikuti Maul ini menuju ke ruangan himpunan. Kebetulan gue udah lama banget nggak masuk kedalam sana. Semenjak gue udah nggak jadi pengurus, gue bahkan nggak pernah masuk sama sekali. Padahal waktu itu pengurusnya si Tahir yang notabene kenal dekat dengan gue, plus jadi pacarnya Harmi.

Nggak lama gue udah sampai dikoridor tempat ruangan himpunan itu berada. Seketika memori gue dihimpunan kembali muncul. Dari mulai dulu jungkir balik ngurusin himpunan, bikin acara, ngelindungin panitia ospek, dan drama-drama lain seperti silang pendapat mengenai metode pengorganisasian yang baik, drama karena ada suka satu sama lain dan sebagainya.

Ruangan ini juga punya memori kuat terkait dengan Keket dan Harmi. Sofi kok nggak? Haha kan dia mah anak nggak ngaruh di angkatannya si Benu. Angkatan gue beririsan dengan angkatan mereka. Namanya himpunan di jurusan gue itu pengurusnya dua angkatan. Yang angkatan lebih senior menjadi pengurus inti, sementara yang bawahnya sebagai staf. Begitu terus sampai semuanya berubah ketika upgrading diawal tahun. Gue baru tau angkatan yang dibawah bisa langsung jadi badan pengurus harian.

Nindy adalah salah satu angkatan bawah yang jadi pengurus inti. Gue sebenarnya nggak mempermasalahkan asalkan mereka sudah tau seluk beluknya. Tapi ini mereka baru aja masuk ke jurusan, bahkan sama teman sekelasnya aja belum kenal semua, malah udah dibebankan urusan yang besar yang mereka sendiri sebenernya belum tau apa itu.

Gue melihat ada kemajuan teknologi didalam ruangan ini. Mereka memproyeksikan layar laptop yang dipakai main game melalui proyektor. Jadi ya mainnya melihat ketembok. Wajar kalau semua jendela ditutup. Kalau misalnya nggak ditutup ya hasil proyeksinya nggak akan terlihat.

Sesaat setelah gue masuk, ternyata disamping pintu ada seorang cewek berkerudung, tapi terlihat agak tomboy, duduk dan memainkan laptopnya. Yang jadi perhatian gue bukanlah gayanya, tapi kaos yang dia kenakan. Dia mengenakan jersey Liverpool. Klub sepakbola kesukaan gue setelah Atletico Madrid.

Pencarian Belum Usai [TRUE STORY] - SEASON 3
Mulustrasi Cewek yang ditemui di ruang himpunan, 85% mirip, tapi cewek itu lebih coklat kulitnya


Menurut gue pemandangan ini sangatlah langka. Kenapa langka? Karena satu, cewek suka bola itu langka. Dua, orang yang masih muda biasanya senang dengan Chelsea, MU atau Manchester City karena di masa mereka sedang bertumbuh kembang, klub-klub ini lah yang sedang berjaya menjuarai berbagai ajang bergengsi, domestik maupun internasional.

Liverpool kemana? Ya jadi pelengkap penderita aja dari tahun ke tahun. Haha. Tiga, suatu hal yang sangat nggak umum gue temuin dikampus culun ini kalo cewek kekampus pakai jersey. Atau mungkin karena lagi nggak ada kuliah? Entahlah. Tapi memakai cewek jaman sekarang memakai jersey dan menyukai Liverpool itu langka.

“Halo bang.” sapa dia sambil senyum dan memamerkan gigi gingsulnya.

“Halo. Suka liverpool juga?” gue langsung tembak tanpa basa basi.

“Iya bang. suka. Hehe. abang penggemar Liverpool juga?” tanyanya bersemangat.
Mungkin dia bersemangat karena menurutnya penggemar Liverpool itu langka. Haha.

“Iya, dari kecil gue suka sama klub ini.”

“Wah seru ya bang. tapi sayang jarang menangin kejuaraan beberapa tahun terakhir.”

“Haha iya sih. Terakhir yang bergengsi ya Liga Champions 2005, yang menang dramatis abis ketinggal 3-0 di babak pertama.”

“Iya itu gila banget sih bang. Nah gue suka dari situ bang sama Liverpool.”

“Oh iya? Pantesan gue heran. Kok ada anak jaman sekarang yang suka Liverpool, padahal mainnya juga gitu-gitu aja, nggak berprestasi pula. Apalagi liga inggris nggak mampir-mampir tuh sejak eranya Kenny Dalglish. Haha.”

“Iya bang. tapi gue belum banyak tau banget sih bang tentang sejarah kejayaan Liverpool. Yang gue tau gue senang dengan warna merah, terus gue dulu nonton bola dan liverpool angkat piala, dari situ gue suka. Kalau abang suka Liverpool kenapa?”

“Gue suka bukan karena prestasi atau apapun. Gue suka Liverpool karena gue penggemar berat The Beatles.”

“Band legendaris itu?”

“Iya bener. Gue suka Liverpool karena mereka. Mereka kan dari Liverpool.”

“Oh iya ya bang? haha. Gue nggak tau sama sekali nih.”

“Nah ini kan berarti informasi baru buat lo. hehe. yaudah gue main dulu ya.”

“Iya bang silakan.”

Gue langsung menuju ke tempat anak-anak yang bermain game. Gue memulai permainan gue dengan membuat liga bersama anak-anak ini. Nggak lupa juga gue memperkenalkan diri gue dulu. Sebelumnya gue juga main tebak-tebakan sama anak-anak cowok ini, gue angkatan berapa. Rata-rata nebaknya gue hanya 2 tahun lebih tua dari mereka. Haha.

Gue harus akui kemampuan bermain game bola PES lebih payah dibanding ketika gue bermain FIFA. Hal ini terbukti dengan gue yang hampir selalu kalah ketika diadu dengan mereka. Maklum lah, game PES (Pro Evolution Soccer) atau WE (Winning Eleven) untuk yang rilis di Jepang, adalah game bola yang sangat ramah pembajakan dan mudah dimainkan oleh orang-orang di negeri ini. Makanya lebih populer PES dibanding FIFA. Interface-nya lebih mudah dibanding FIFA. Tapi PES yang sekarang? wow, makin susah, tapi jadi makin keren menurut gue, karena makin realistis. hehe.

Nggak lama kemudian, gue udah selesai main game, ternyata Emi chat gue. Daripada lama gue langsung telpon dia dan memberitahu gue ada diruangan himpunan dan main game sama adik kelas. Gue pun langsung bergegas ke tempat yang diberitahukan Emi, dekat koridor jurusan AB. Tempat gue tadi ngerjain kerjaan gue.

Dengan berjalan kaki agak cepat gue menuju ke koridor tersebut. Agak jauh emang. Posisi ruangan himpunan sendiri berada dibagian belakang gedung fakultas gue. Sedangkan koridor jurusan itu ada dibagian depan. Lumayan bikin tubuh berolahraga juga jadinya.

Gue melihat dari kejauhan Emi sedang ngobrol, sepertinya serius, dengan dua temannya yang bernama Depi dan Sinta. Mereka sudah pernah gue liat sebelumnya. Makanya jadi tau namanya. Tapi ketika gue mendekat, mereka malah pamit duluan dan itu bikin gue curiga. Nih anak-anak mau ngerusak mindset Emi lagi atau bagaimana? Pokoknya selama di kampus itu gue bawaannya curiga terus, termasuk sama orang-orang yang tiba-tiba nyapa gue dan senyum ke gue, bahkan ada yang mengajak gue ke ruangan himpunan segala.


profile-picture
profile-picture
profile-picture
annisasutarn967 dan 32 lainnya memberi reputasi
profile picture
Martincorp
KASKUS Addict
Kalo ane maen PES paling anti pake Real Madrid dan Barca soalnya pemaennya udah sakti2 Jd kurang menantang, jd ane suka maen pake tim papan bawah nih kayak Madura United cabang Inggris hahahahahahaha
Memuat data ...
1 - 1 dari 1 balasan
×
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved
Ikuti KASKUS di