cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Percayalah, Laki-laki akan Tetap Jantan Tanpa Harus Merokok!


Penulis:        Riad
Editor:         Nurul Fatin Sazanah

Cangkeman.net - Merokok merupakan aktivitas yang identik dengan kaum laki-laki. Saking diidentikkannya, bahkan sampai ada narasi yang menyebutkan bahwa maskulinitas seorang laki-laki akan ternodai jika tidak merokok.

Mungkin kita sudah cukup sering mendengar atau malah menjadi objek dari ungkapan yang seperti ini saat sedang berada di tongkrongan, "Ah, cemen lu, laki kok nggak ngerokok?" Namun, apakah memang benar demikian adanya, bahwa laki-laki yang tidak merokok itu cemen, tidak jantan, dan tidak layak disebut sebagai laki-laki?

Entah bagaimana ceritanya sehingga persepsi yang seperti itu bisa muncul. Perlu pula dipertanyakan bagaimana logika berpikir orang-orang yang seperti ini. Bisa-bisanya mereka menjadikan rokok sebagai tolok ukur jantan atau tidaknya seorang laki-laki. Apa jangan-jangan karena rokok bisa membahayakan kesehatan, sehingga mereka yang merokok akan serta-merta dianggap pemberani lantaran sudah berani mengambil risiko, sedangkan mereka yang menolak merokok dianggap tidak jantan karena takut kesehatannya akan terganggu? Namun, apapun alasannya, tetap saja bagi saya pribadi merupakan suatu kekeliruan jika menganggap laki-laki yang bukan perokok itu tidak jantan.

Saya sendiri adalah seorang pemuda yang tidak merokok. Meski selalu ditawari teman-teman untuk ngerokok saat sedang berada di tongkrongan, tetap saja saya tidak pernah berniat untuk mencobanya walau hanya satu kali. Saya tidak merokok memang karena alasan kesehatan. Tahu sendiri kan betapa bahayanya dampak rokok bagi kesehatan. Sekalipun belum tentu juga saya akan langsung terkena kanker kalau saya merokok, tapi tetap saja ada rasa kekhawatiran yang timbul dalam diri. Terserah saya mau dianggap nggak jantan, nggak macho, cupu, saya tidak peduli. Bagi saya kesehatan itu nomor satu. Tidak ada rokok yang seharga dengan kesehatan.

Untuk orang-orang yang berpendapat bahwa laki-laki yang tidak merokok itu tidak jantan, memangnya atas dasar apa sih kalian berpendapat seperti itu? Sejak kapan kejantanan seorang laki-laki bisa dinilai dari merokok atau tidaknya dia? Kalau kalian tidak punya alasan yang logis, mending kalian diam saja deh, tidak usah bikin statement yang tidak jelas begitu.

Kalau kita merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata ‘jantan’ memiliki tiga makna. Pertama, jantan adalah yang berjenis kelamin laki-laki. Kedua, jantan adalah gagah dan berani. Ketiga, jantan adalah (tentang benda) dianggap berjenis laki-laki (yaitu: besar, lancip, panjang, dan sebagainya). Nah, dari sini saja sebenarnya kita sudah bisa memahami bahwa kejantanan seorang laki-laki sama sekali tidak ada hubungannya dengan rokok. Tanpa merokok pun seorang laki-laki akan tetap berjenis kelamin laki-laki dan bisa menjadi gagah berani. Banyak kok di sekitar kita laki-laki yang memiliki sifat pemberani tapi bukan perokok. Iya, kan?

Lagipula, belum pernah ada juga tuh laki-laki yang awalnya dikenal cupu tiba-tiba menjelma jadi pemberani setelah ia memutuskan untuk merokok. Begitu juga sebaliknya, belum pernah ada laki-laki yang memang dikenal berkarakter pemberani, namun karena berhenti merokok sehingga dia pun jadi tumbuh sebagai laki-laki penakut. Ah, memang sih narasi yang menyebutkan bahwa ‘laki-laki yang tidak merokok itu tidak jantan’ hanyalah omong kosong doang.

Biasanya dasar argumen orang-orang yang menganggap laki-laki yang tidak merokok itu tidak jantan adalah karena laki-laki yang seperti ini terlalu mengkhawatirkan kondisi kesehatannya. Bagi mereka, hal ini sangat berkontradiksi dengan karakter yang sebenarnya dimiliki laki-laki, yakni pemberani. Padahal, apa salahnya kalau laki-laki seperti kami memutuskan tidak merokok karena alasan kesehatan? Justru merupakan suatu kebaikan jika kami peduli terhadap kesehatan. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, di mana kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi setiap orang.

Kami memutuskan tidak merokok karena alasan kesehatan bukan semata karena takut terkena penyakit paru-paru kemudian mati, tetapi kami sadar ada begitu banyak kesempatan-kesempatan berharga yang bisa kami dapatkan ketika kami sehat. Bisa berkumpul bersama dengan keluarga, kerabat, para sahabat, orang-orang yang tercinta, dan bagi mereka yang berkeluarga mereka tetap bisa mencari nafkah sebagai wujud tanggung jawabnya dalam menghidupi istri dan anak-anaknya. Semuanya hanya bisa dilakukan saat dalam kondisi sehat. Kami hanya ingin lebih mensyukuri nikmat sehat yang diberikan Tuhan kepada kami.

Pasalnya, kami menyadari betul bahwa nikmat sehat merupakan salah satu karunia terbesar yang Tuhan berikan kepada setiap manusia. Maka dari itu, kami ingin menjaganya dengan baik sebagai bentuk rasa syukur kami kepada-Nya. Kami tidak ingin kesehatan kami jadi rusak, apalagi kalau hanya gara-gara sebatang rokok.

"Lah, tapi banyak juga kok laki-laki perokok yang sehat-sehat saja sehingga tetap bisa merasakan berkumpul bersama orang-orang yang dicintainya, menghidupi istri dan anak-anaknya, dan momen-momen berharga lainnya dalam hidup."

Iya, memang benar sih bahwa tidak sedikit perokok ada juga yang sehat-sehat saja dan tetap bisa merasakan momen-momen berharga, bahkan sampai di usia tua. Namun masalahnya, tidak semua orang bisa seperti itu. Beberapa orang ada juga yang sekalipun dia tidak merokok tapi tetap rentan untuk terkena penyakit paru-paru.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Inggris yang dipimpin oleh Prof. Ian Hall dari Universitas Nottingham menyebutkan bahwa fakta adanya beberapa perokok yang tetap sehat-sehat saja sampai usia tua hal itu tidak terlepas dari faktor genetik. Ada DNA tertentu yang bisa menurunkan risiko bagi seseorang untuk terdampak penyakit paru-paru, seperti obstruksi kronik (PPOK), bronkitis dan emfisema, sekalipun dia perokok berat. Di sisi lain, mereka juga menemukan ada DNA tertentu yang justru malah meningkatkan risiko bagi seseorang untuk terdampak PPOK. Sekalipun seseorang itu bukan perokok, tapi kalau memiliki DNA ini tetap saja dia rentan terkena penyakit paru-paru. Apalagi kalau dia juga perokok. Namun kendati demikian, menurut Hall, pilihan untuk tidak menjadi perokok tetap menjadi keputusan yang terbaik.

Dari beberapa kawan yang saya tanyai, sebagian dari mereka memutuskan tidak merokok karena alasan ekonomi. Seperti salah satu kawan saya ini, yang sebelumnya dia adalah perokok berat namun memutuskan untuk berhenti setelah menyadari kebiasaan merokoknya ternyata sangat berdampak negatif terhadap perekonomian keluarganya. Dia merasakan betul biaya pengeluarannya semakin membengkak kalau dia merokok. Dia juga mengatakan kadang biaya untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya jadi tidak cukup lantaran uangnya lebih banyak dia gunakan buat beli rokok. Karena tidak ingin keluarganya mengalami hal yang seperti itu, dia pun membulatkan tekad untuk tidak lagi merokok.

Tentu saja keputusan yang diambil oleh kawan saya tersebut sudah sangat tepat dan patut untuk diapresiasi. Dia telah mengorbankan ego pribadinya demi kebahagiaan keluarganya tercinta. Apalagi di masa seperti sekarang ini, di mana harga barang-barang lagi pada naik, dari mulai sembako sampai BBM. Ditambah lagi dengan adanya isu ancaman resesi tahun depan yang bakal menimpa Indonesia. Maka, memutuskan untuk berhenti merokok demi menekan biaya pengeluaran, seperti yang dilakukan oleh kawan saya tersebut, jelas merupakan suatu tindakan yang wajib dilakukan.

Lantas, apakah kawan saya dengan keputusannya yang berhenti merokok karena alasan ekonomi tersebut masih kalian anggap sebagai laki-laki nggak jantan? Jika demikian, maka keterlaluan kalian. Justru sosok laki-laki seperti kawan saya itulah yang lebih layak menyandang predikat laki-laki sejati ketimbang mereka yang merokok hanya untuk gaya-gayaan doang.

Eits, bukan berarti saya benci dengan orang-orang yang menganggap aktivitas merokok sebagai bagian dari gaya hidup. Begitu juga, saya tidak ada masalah jika ada perokok yang merasa dirinya gagah dan berani. Toh, itu adalah hak mereka sendiri. Tetapi tolong jangan menganggap laki-laki yang tidak merokok itu nggak jantan, sebab, antara aktivitas merokok dengan kejantanan seorang laki-laki sama sekali nggak ada hubungannya.

Selain itu, jika anggapan tentang ‘laki-laki yang tidak merokok itu nggak jantan’ semakin sering digaungkan, tidak menutup kemungkinan hal ini juga bisa menjadi motivasi bagi seseorang untuk memutuskan merokok. Terutama bagi mereka yang gampang sekali terpengaruh dengan omongan orang lain. Yang awalnya kamu tidak ada niat untuk menyentuh rokok, entah karena alasan kesehatan, ekonomi ataupun yang lainnya, namun karena kamu tidak tahan dibilangin terus-terusan sebagai ‘laki-laki nggak jantan’ oleh teman-temanmu, membuat kamu jadi kepikiran dan memutuskan untuk merokok. Nah, lihat, betapa narasi ini bobrok sekali. Selain tidak punya landasan yang logis, ia juga ternyata bisa menjadi penyebab meningkatnya jumlah perokok di Indonesia.

Seorang laki-laki yang memutuskan untuk tidak menjadi perokok memang tidak seharusnya dianggap sebagai nggak jantan. Ini hanyalah persoalan selera saja. Sebagaimana seseorang yang suka mendengar musik bergenre punk, bukan berarti dia juga adalah peminum alkohol, pengguna narkoba, dan seks bebas. Atau orang yang suka manjangin jenggotnya, tidak lantas dia layak disebut sebagai seorang teroris. Intinya, don't judge a book by its cover!


Tulisan ini ditulis di Cangkeman pada tanggal 14 November 2022.
darkwilliam00gg
64m64n9s
bon123456789
bon123456789 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan