LordFaries3.0Avatar border
TS
LordFaries3.0
Luhut: Kalau Terima Duit Bisnis PCR, Saya Bakal Resign dari Menteri

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Luhut Pandjaitan berjanji bakal mundur dari posisi sebagai menteri bila terbukti menerima keuntungan dari bisnis tes swab PCR. Nama Luhut ikut terseret dalam dugaan bisnis tes swab PCR karena dua perusahaan milik mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu tercatat ikut menanam saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Nilai saham yang dimiliki oleh perusahaan milik Luhut yakni PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi itu mencapai Rp242 juta. PT GSI mengelola laboratorium yang menjalankan tes bisnis PCR di lima cabang di area Jakarta dan sekitarnya.

Gara-gara masalah itu, Luhut dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan melakukan rasuah.

"Kalau saya terima duitnya (dari bisnis PCR), saya resign saja. Gampang aja. Kok gitu aja repot," ungkap Luhut ketika diwawancarai oleh stasiun CNN TV dan diunggah ke YouTube pada Jumat, 12 November 2021 lalu.

"Tapi, saya tidak melakukan satu apa pun. Saya tidak memiliki bisnis terkait dengan itu (tes swab PCR) dan awalnya dasar bisnis itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan," kata dia lagi.

Apakah Luhut tak menyadari yang dilakukannya bagian dari konflik kepentingan? Setelah terkuak memiliki saham di PT GSI, apakah Luhut bakal menarik kepemilikan sahamnya di perusahaan tersebut?

1. Luhut akui ikut menyumbang uang untuk mendirikan PT GSI, perusahaan pengelola laboratorium tes swab PCR
Di dalam wawancara itu, pria yang merupakan pensiunan jenderal dari TNI Angkatan Darat tersebut mengakui terlibat dalam perusahaan yang mengelola laboratorium tes PCR bukan keputusan yang bijak. Apalagi posisinya saat ini menjadi komandan penanganan pandemik COVID-19 di wilayah Jawa dan Bali.

Luhut juga mengisahkan bahwa semula diminta ikut menyumbangkan sejumlah dana agar bisa membuat harga tes swab PCR turun. Selain perusahaan milik Luhut, sejumlah perusahaan lainnya seperti PT Adaro hingga Indika ingin ikut serta memberikan sumbangan.

"Jadi, kami sepakat membuat usaha tanpa ada pembagian dividen untuk melakukan tes swab PCR ini yang bisa 5.000 sekali putar dalam satu hari. Akhirnya, saya sepakat ikut menyumbang. Lalu, Seto (Septian Hario Seto, deputi Luhut) datang ke CEO (perusahaan) saya dan duitnya dikasih. Ya, sudah selesai. Saya tidak tahu lagi kelanjutannya gimana, termasuk dananya itu dimasukan ke dalam PT GSI. Saya baru tahu ketika peristiwa ini diributkan," katanya memaparkan.

Meski Luhut menaruh duit dalam bentuk saham di PT GSI, ia kembali menegaskan tidak mengambil keuntungan sepeser pun dari bisnis tersebut. "Gak ada sedikitpun keuntungan yang saya ambil. Malah, untung saya buat (bisnis tes swab PCR) pada Maret hingga Juni tahun lalu, kalau enggak, malah lebih parah lagi (harganya dan tesnya makin sedikit) kondisi Juli lalu," tutur dia membela diri.

2. Luhut bantah kebijakannya terkait penanganan pandemik agar untungkan PT GSI
Luhut pun menegaskan bahwa tidak ada kebijakan yang ia keluarkan selama penanganan pandemik COVID-19 supaya bisa menguntungkan PT GSI. Ia mengatakan kebijakan seperti kewajiban bagi calon penumpang pesawat kembali wajib tes swab PCR meski kasus COVID-19 di Tanah Air sudah landai, bukan karena faktor bisnis. Tetapi, mengedepankan faktor kesehatan dan mendeteksi lebih awal bila ditemukan kasus COVID-19.

"Tidak ada satu pun keputusan saya untuk kepentingan itu (bisnis di PT GSI) karena semua harus diaudit oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Sama sekali gak ada keuntungan (yang diambil), nol," katanya lagi agar publik yakin.

"Kalau gak percaya, cek aja hasil auditnya. Ndak ada juga (keuntungan) yang mengalir ke perusahaan saya (PT Toba Sejahtera)," ujarnya.

Menurut Luhut, koleganya yang ikut menyumbang dan mendirikan PT GSI adalah orang-orang kaya di Indonesia. Nilai dan aset bisnis yang mereka miliki mencapai ratusan juta dollar. Sehingga, tidak ada manfaatnya bila mengambil keuntungan dari tes swab PCR.

Padahal, menurut koalisi masyarakat sipil, nilai duit yang berputar di bisnis tes swab PCR mencapai Rp23,3 triliun. Itu pun ketika harga tes swab PCR sudah turun mencapai Rp900 ribu. Artinya, nilai duit yang berputar sebelumnya lebih besar lagi.

"Justru, karena hal-hal semacam ini, orang malah jadi takut kalau mau menyumbang. Padahal, mereka sudah menyelamatkan nyawa orang tapi malah dipersoalkan," kata dia.

Luhut pun kemudian menantang agar laporan keuangan PT GSI untuk diaudit. Ia pun merasa tak bisa mengandalkan saham di PT GSI lantaran masih ada perusahaan lain yang lebih menghasilkan profit.

"Jadi, tidak ada ke kantong saya satu peser pun keuntungan bisnis ini. Buat apa juga sih? Wong, duit saya dari bisnis saya yang lain sudah cukup untuk hidup kok," ujarnya.

3. Luhut tak akan menarik kepemilikan sahamnya dari PT GSI
Meski sudah menyadari ada konflik kepentingan, Luhut tidak bakal menarik kepemilikan sahamnya di PT GSI. Alasannya, karena tak menunjukan kesetiawakanan terhadap koleganya yang sudah ikut menanam saham di perusahaan tersebut.

"Kalau saya mundur (dari PT GSI), lho ini nanti bakal kasihan dong sepertinya saya meninggalkan. Kan tidak menunjukan kesetiakawanan. Beberapa orang seperti Seto (Deputi) dan Jodi (juru bicara) mengatakan biarkan saja uang saya di situ, itu biar saja menjadi proyek kemanusiaan," kata Luhut.

Ia juga menyebut siap bila kemudian dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan. Luhut yakin tidak ada yang keliru dari perbuatannya. Sebab, menurutnya selama ini tidak ada keuntungan finansial yang masuk ke kantongnya dari saham di PT GSI.

"Apa yang saya lakukan? Wong, saya gak punya bisnis apa-apa terkait dengan itu (bisnis tes swab PCR)," ujarnya lagi.

4. Luhut tak bisa menutupi alasan berbisnis dengan berdalih sedang beramal tes swab PCR
Sementara, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari menilai sebagai pemangku kebijakan, Luhut tak perlu bersusah payah untuk ikut menyumbang uang dan membentuk PT agar harga tes swab PCR turun. Posisinya sebagai Menko Marves dan komandan PPKM wilayah Jawa dan Bali sudah memiliki kekuatan yang luar biasa. Sebaiknya, orang lain saja yang berbisnis tes swab PCR.

"Pak Luhut itu memiliki pengaruh yang luar biasa. Tanpa ada perusahaan sekalipun ia sudah bisa memerintahkan aparat berwajib bila menemukan ada perusahaan yang melanggar ketentuan maka bisa diberikan sanksi. Sebagai wakil negara, pemerintah dengan sekedar mengumumkan saja, kan sudah menimbulkan dampak. Contohnya ketika Presiden Jokowi meminta agar harga tes swab PCR tak boleh melebihi Rp300 ribu, maka tidak ada satu pun laboratorium yang mematok harga lebih dari itu," tutur Feri ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Jumat, 12 November 2021.

Bila ada yang bandel, kata Feri, maka konsumen, akan pindah ke laboratorium lain dan protes. Sayangnya, kata Feri, Luhut tidak melakukan itu sejak awal pandemik COVID-19.

Lebih lanjut, Feri mengingatkan tugas Luhut sebagai pejabat negara bukan untuk menyumbang. Tetapi, membuat kebijakan demi kebaikan publik.

"Kalau ingin menyumbang ya dia bekerja sebagai dermawan saja. Pak Luhut itu memiliki tugas untuk memastikan seluruh perusahaan penyedia tes swab PCR taat dengan aturan dan memberikan layanan semaksimal mungkin. Bukan mencoba menutupi kegiatan bisnisnya dengan beramal," ujar Feri lagi.

Feri pun mengaku ragu PT GSI didirikan tidak untuk mencari untung. Sebab, tujuan dari pendirian perseroan terbatas (PT) dan AD/ART perusahaan akan tertulis mencari keuntungan dan bukan demi kepentingan sosial.

"Jadi, dari penamaan saja tidak mungkin (PT GSI) tak cari untung. Kalau tujuannya bukan cari keuntungan maka membentuk yayasan bukan PT," kata dia.

https://www.idntimes.com/news/indone...n-dari-menteri

In Lord We Trust emoticon-Nyepi
0
3.7K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan