saokudaAvatar border
TS
saokuda
Digempur Tesla-Hyundai, Masih Layakkah Koleksi Saham Astra?
- 'Raja' sektor otomotif nasional PT Astra Internasional Tbk (ASII) baru saja merilis laporan keuangan tahunannya. Laba bersih ASII tercatat terkontraksi 25,5% dari Rp 21,7 triliun di 2020 menjadi hanya Rp 16,1 triliun.
Well, lini bisnis utama ASII adalah sektor otomotif. Pada 2020, periode pandemi Covid-19, keputusan membeli mobil merupakan niatan terakhir masyarakat yang terkena permasalahan daya beli sehingga tentu saja koreksi sektor ini cukup parah. Apalagi menurut Gaikindo, penjualan otomotif di dalam negeri anjlok hingga mencapai 48,34%.

Akan tetapi ternyata apabila ditelisik lebih mendalam, laba bersih ASII pada 2020 dihitung setelah keuntungan dari divestasi aset berupa kepemilikan di PT Bank Permata Tbk (BNLI) diikutsertakan. Astra bersama Standard Chartered menjual seluruh porsi sahamnya kepada Bangkok Bank.


Nah, apabila keuntungan dari divestasi tersebut tidak diikutsertakan maka laba bersih ASII hanya Rp 10,28 triliun atau anjlok hingga 52,62% dibandingkan dengan tahun 2019.

Baca: Pajak 0% Sakti, Penjualan Mobil Ini Laris Manis
Tercatat pada tahun 2019, lini bisnis otomotif mendominasi pasokan laba bersih ASII di angka 39%, di sektor kedua ada peralatan berat dan pertambangan di angka 31%, ketiga terdapat jasa keuangan atau finansial sebanyak 27%, dan pendapatan di sektor agribisnis yang hanya 3%.

Sedangkan untuk tahun 2020, terjadi pergeseran sektor penyumbang laba bersih non 'cuan' Bank Permata di ASII (atau tidak memasukkan keuntungan saham BNLI).

Tercatat sektor otomotif melorot ke posisi ketiga dengan sumbangan 26%. Posisi pertama diisi oleh sektor peralatan berat dan pertambangan 33%, dan menyusul tipis di belakangnya sektor finansial sebanyak 32%.

Kontribusi sektor otomotif bagi Grup Astra memang sudah turun dari tahun ke tahun, catat saja dari tahun 2016 kontribusi otomotif mencapai 60,47%, di tahun 2017 mencapai 46,96%, dan di 2017 dan 2018 yang berada di kisaran 39% seolah 'mengiyakan' bahwa Astra tak lagi sekedar saham otomotif.

Usut punya usut ternyata kontribusi sektor otomotif yang semakin melorot bagi Grup Astra disebabkan oleh dua hal yakni kapitalisasi pasar mobil-mobil Astra yang terus tergerus serta pendapatan sektor otomotif yang terus terkontraksi



Secara kapitalisasi pasar, menurut data Gaikindo, Astra masih menjadi penguasa kapitalisasi pasar di tahun 2020 di angka 50,75%.
Akan tetapi ternyata angka tersebut terus turun dari tahun 2016 di mana dari 55,46% mobil yang terjual di Indonesia merupakan pabrikan merek yang didistribusikan oleh ASII misalnya Toyota. Jadi bukan tidak mungkin dalam waktu dekat grup otomotif Astra merangkul kurang dari separuh penjualan otomotif roda empat.

Selanjutnya, faktor pertumbuhan pendapatan sektor otomotif ASII yang terus terkontraksi juga menjadi biang kerok turunya laba bersih ASII yang didapatkan dari sektor otomotif. Tercatat selama 4 tahun terakhir sektor otomotif ASII, rata-rata omsetnya terkontraksi alias tumbuh negatif sebesar 6,43%.


Well, memang kontraksi paling besar dibukukan pada tahun 2020 yakni tahun pandemi yang menghantam daya beli. Pendapatan ASII di sektor otomotif anjlok 36,25% dibandingkan dengan 2019.

Akan tetapi pertumbuhan pendapatan ASII di sektor otomotif sebelum pandemi sebenarnya biasa-biasa saja 4 tahun terakhir. Bahkan sebelum pandemi menyerang, pendapatan ASII di sektor otomotif sudah terkontraksi 0,85%.

Baca: Saham Otomotif Mulai Menari-nari, Pajak 0% Jualan Mobil Laris
Terguncangnya hegemoni grup Astra disektor otomotif tentu saja bisa diatribusikan ke banyak hal. Salah satunya tentu saja tren mobil listrik yang sedang hype.

Bahkan dengan emisi yang lebih rendah, pemerintah juga mendukung switching ini dengan memberikan hingga mobil listrik yang bebas ganjil-genap.

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kenaikan tarif mobil bertipe hybrid menjadi 5%. Usulan sebelumnya 0% dalam Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 2019.

Adapun mobil yang menggunakan teknologi PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle) adalah mobil memadukan dua mesin sekaligus yakni mesin konvensional dan juga mesin dari baterai atau listrik.

Menurutnya, perubahan ini untuk membedakan tarif antara mobil listrik yang menggunakan full baterai yakni Battery Electric Vehicle (BEV) dengan PHEV yang setengah baterai.

"Jadi poinnya, adalah membedakan antara full battery electric dengan hybrid," ujar Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI, DPR RI, Senin (15/3/2021).

Bendahara Negara menjelaskan, untuk PPnBM mobil listrik full baterai tarifnya akan tetap 0%, sedangkan yang hybrid dari rencana tarif 0% menjadi 5%. Dengan perbedaan ini, mobil listrik full baterai akan mampu bersaing dengan tipe hybrid.

Melihat hal ini salah satu pesaing utama Astra Grup yakni Hyundai sudah mulai megeluarkan produk-produk mobil full listrik seperti Hyundai Ioniq sementara itu mayoritas lini otomotif Grup astra masih diisi oleh mobil-mobil hybrid.

Bahkan banyak pula showroom mobil yang sudah mengimpor mobil listrik paling terkenal yakni Tesla untuk dipasarkan di dalam negeri.

Tentu saja apabila tidak segera secepat mungkin berbenah diri hegemoni grup Astra di sektor otomotif bisa benar-benar tumbang dalam waktu dekat.

Apalagi, jika melihat pergerakan saham ASII yang mulai tinggalkan investor. Data BEI mencatat, saham ASII sudah ambles 6% dalam sebulan terakhir dan year to date turun 8,30% di posisi Rp 5.525/saham. Investor asing sudah jualan saham ASII alias net sell sebulan terakhir Rp 2,4 triliun di pasar reguler, dan YTD asing net sell Rp 1,67 triliun.

Di tengah belum gencarnya inovasi, jadi masih layakkah koleksi saham ASII?

Jawabannya, semua tergantung keputusan investasi Anda semua.

https://www.cnbcindonesia.com/market...-saham-astra/2

Dunia cepat berubah
pilotugal2an541
tien212700
tien212700 dan pilotugal2an541 memberi reputasi
2
1.1K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan