GemaindAvatar border
TS
Gemaind
Beda Sikap Said Aqil dan Habib Rizieq soal Buka Hasil Swab Corona


Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj, dinyatakan positif COVID-19 dan sedang dirawat di sebuah RS di Jakarta. Kabar itu disampaikan sekretaris pribadi Aqil, Sofwan Erce, melalui video, Minggu (29/11). 

Tes PCR (swab test) Said Aqil menunjukkan hasil positif pada Sabtu (28/11). Menurut Sofwan, Said Aqil sendiri yang meminta kabar ini diumumkan ke publik, dan menekankan bahwa corona bukanlah aib. 

"Beliau sampaikan bahwasanya COVID-19 bukanlah aib, COVID-19 bukan hal buruk dan bisa menimpa siapa saja dari latar belakang apa saja," kata Sofwan.  
"Mari kita jaga pesan beliau, kepada keluarga NU patuhi protokol kesehatan, mencuci tangan, pakai masker dan jaga jarak. Dengan itu kita akan bersama terhindar dan mampu atasi COVID-19 dengan baik. Sekali lagi kami mohon doa untuk kesembuhan beliau," tuturnya. 

Kabar sakitnya Said Aqil diumumkan di saat publik menyoroti Imam Besar FPI, Habib Rizieq, yang beberapa waktu lalu menjalani observasi di RS Ummi, Kota Bogor.  
Rizieq dikabarkan kelelahan dan sempat dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Rizieq juga berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP) karena berada di area klaster corona Petamburan, Megamendung, hingga Tebet, saat acara Maulid Nabi digelar beberapa waktu lalu.

Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengunjungi RS Ummi untuk meminta Rizieq menjalani swab test (PCR). Namun, pihak keluarga menolak, lantaran mengaku Rizieq sudah menjalani swab mandiri bersama tim laboratorium MER-C.

Rizieq, melalui Wakil Sekretaris Umum FPI, Aziz Yanuar, juga meminta hasil swab tidak dipublikasikan. 

"Kalau hasil (swab) beliau menyatakan tidak mengizinkan hasil dari medical record beliau untuk dipublikasikan. Dan perlu diketahui hal itu dilindungi Undang-undang dan itu merupakan hak asasi dari setiap pasien," jelas Aziz.

Sementara, kordinator Bidang Penegakan Hukum dan Pendisiplinan Satgas COVID-19 Kota Bogor, Agustiansyah, menegaskan pihaknya memang tidak akan mempublikasikan hasil tersebut. Pemberian hasil tes ke Dinkes dibutuhkan untuk membantu mengendalikan penyebaran virus corona di Kota Bogor. 

"Jadi kalau tadi pasien tersebut bikin surat ke Pak Wali Kota yang mengatakan Beliau tidak berkenan hasil swabnya di-share, memang ini salah alamat kalau buat saya," kata Agustiansyah. 

"Kita tidak akan men-share hasil tersebut, ini untuk data Satgas COVID-19. Kita enggak punya data, kita bisa apa. Kita sedang menekan angka COVID-19 yang semakin naik ini untuk menekan kita minta kerja sama dari semua pihak," ucap dia. 
Keluarga berjanji akan menyerahkan hasil swab Rizieq ke Dinkes Bogor. Akan tetapi, hingga saat ini, Dinkes Bogor mengaku belum menerima hasil medis Rizieq dari tim MER-C. 

Belakangan, Rizieq sudah meninggalkan RS Ummi lewat pintu belakang tanpa sepengetahuan Dinkes Bogor. RS Ummi memastikan pihaknya sudah meminta Rizieq untuk menjalani observasi, namun Rizieq dan keluarga memaksa, sehingga itu semua di luar kewenangan RS. 

Azis Yanuar pun memastikan Rizieq tidak melarikan diri. Rizieq pulang karena merasa sudah sehat.

Apakah data corona merupakan privasi? 

Pada dasarnya, rekam medis merupakan privasi pasien yang tidak bisa sembarangan dibuka ke publik, alias harus atas persetujuan pasien. Namun, dalam pengendalian kasus pandemi corona, riwayat kesehatan pasien perlu untuk diserahkan ke petugas kesehatan terkait, dalam hal ini Dinkes.

Data tersebut diperlukan untuk membantu pelacakan dan penelusuran kontak agar penyebaran corona tidak meluas. Sebab, upaya testing, tracing, dan treatment merupakan tanggung jawab pemerintah. Jika identitas pasien COVID-19 dirahasiakan, hal ini dapat membahayakan kesehatan orang lain dan menghambat upaya tracing. 

Pasal 17 h UU Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 57 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan, setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. 

Sementara, di Pasal 57 ayat (2) UU Kesehatan disebutkan, aturan Pasal 57 ayat (1) dapat dikesampingkan demi kepentingan masyarakat.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengaku akan mengevaluasi pembukaan data pasien. Doni menyebut, opsi membuka data pasien yang tertular bertujuan agar masyarakat di sekitar dapat waspada. 

"Terkait dengan data pasien, ini UU tidak izinkan data pasien dipublikasikan. Tetapi apabila data tentang siapa yang tertular COVID-19 bisa diketahui lingkungan sekitarnya akan sangat membantu sehingga masyarakat bisa menghindar," kata Doni dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (13/7).  

"Bukan mau men-stigma negatif. Sekarang ini tidak ada rasanya yang anggap orang kena COVID-19 itu aib karena semua bisa kena. Terakhir pimpinan negara besar juga kena COVID," jelasnya.

Pemerintah minta Rizieq kooperatif

Menkopolhukam, Mahfud MD, mengatakan, mengakui, di dalam Undang-undang Nomor 36 tentang Kesehatan, ada ketentuan hak pasien meminta agar catatan kesehatan tidak dibuka untuk umum dan dilindungi.   

Akan tetapi, Mahfud mengingatkan, dalam kasus Rizieq ini, berlaku lex specialis derogat legi generali atau asas penafsiran hukum. Asas ini menyatakan hukum yang bersifat khusus, mengesampingkan hukum yang bersifat umum. 

"Dalam UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kesehatan dan UU No 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, maka medical report atau catatan kesehatan bisa dibuka dengan alasan tertentu," ucap Mahfud. 

Mantan Ketua MK itu menambahkan, jika pasien menolak membuka catatan kesehatan dalam situasi wabah seperti ini, ia bisa dijerat dengan hukum pidana. 
"Kan juga siapa yang menghalangi petugas untuk melakukan upaya menyelamatkan masyarakat di mana petugas melakukan tugas pemerintahan, maka dia bisa diancam KUHP Pasal 212 dan Pasal 216. Jadi ada perangkat hukum di sini bisa diambil oleh pemerintah," tuturnya.

Berikut bunyi Pasal 212: 

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 

Berikut bunyi Pasal 216:

Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.


Beda Sikap Said Aqil dan Habib Rizieq soal Buka Hasil Swab Corona

Jelas pasti beda lah.. SAS jumlah umatnya cuma sedikit, sementara IB HRS jumlah umatnya puluhan juta. Kalau info kesehatan SAS diumbar ke publik kagak ngaruh ke umat, kalau info kesehatan IB HRS diumbar, umat bisa terguncang.

Selain itu, umat IB HRS sudah percaya 100% kalau IB HRS sebagai dzuriyat rasul akan kebal dari segala penyakit, karena dilindungi langsung oleh Allah SWT. Sementara, SAS bukan dzuriyat rasul, sehingga umat tidak percaya bahwa SAS mendapat privelege dan perlindungan langsung oleh Allah SWT.   
Diubah oleh Gemaind 30-11-2020 03:44
muhamad.hanif.2
R310s
diamondchest
diamondchest dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.2K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan