robbolaAvatar border
TS
robbola
istriku berubah

"Capek dek?" tanyaku pada istriku Nurma.

"Kerja ya capek Bang,"

"Abang pijitin ya dek?" tawarku

"Tumben amat? O iya karena hari ini aku gajian ya, abang bilang aja mau apa?" tanyanya langsung menohok.

"Mmm itu dek, bisa gak kalo kita beli mesin cuci beli yang biasa atau second boleh koq dek, yang penting masih bisa dipakai," jawabku.

"Ya kalo abang mau beli, beli aja Bang," jawabnya sambil memainkan gawai, entah apa yang dilakukannya dengan gawainya.

"Beneran dek?" Aku berbinar-binar.

"Ya terserah Abang lah, Kalo Abang mau ya abang beli aja kan tabungan Abang bukan adek yang pegang,"

"Maksudnya...adek nggak ngasih duit buat beli mesin cuci?" tanyaku menegaskan.

"Enggaklah Abang sayang, yang mau punya mesin cuci kan Abang, kenapa harus Adek yang beli,"

"Tapi dek.." Belum sempat kulanjutkan kalimatku istriku sudah memotongnya.

"Abang ingat kan selama aku di rumah aku nggak pernah pakai mesin cuci, Abang ingat kan kalau Abang bilang pakai mesin cuci itu Pem Bo Ro San dan Abang ingat kan kata Abang mencuci pakai mesin cuci itu nggak bersih?" Sengaja istriku menekankan kata pemborosan padaku.

"Ya udah Dek," Aku hanya bisa tertunduk dan meratapi nasibku.

***

Istriku pulang kerja, kali ini ia membawa bungkusan yang aromanya benar-benar membuatku lapar. Istriku benar-benar mengerti dari tadi siang aku hanya makan nasi dan tempe goreng. Uang harian yang diberikan oleh Nurma hanya tersisa lima ribu karena kupakai untuk membeli susu Rangga.

Rangga, putra semata wayang kami yang kini berusia tiga tahun menyambutnya dengan riang. Digendong dan dikecupnya putra kami.

"Lho Rangga, koq bajunya berlumpur gini, gak ganti baju sayang? Nanti gatel lho," katanya sambil melirikku.

"Abang gimana sih, anak bajunya kotor gak mau digantiin, kalo anak abis main di luar itu disibin, digantiin bajunya!" Ia berkata dengan nada tinggi.

"Tapi ini udah kesekian kalinya Rangga ganti baju dek."

"Udah lah Bang gak usah bantah, Abang mau anak kita gatel-gatel trus dia gak bisa tidur nyenyak? "

"Rangga sayang minta sibin sama papa ya, abis itu kita makan oleh-oleh dari Mama. Sekarang Mama mandi dulu," ujarnya lembut pada putraku Rangga.

"Oke Ma,"

Menyibin dan menggantikan baju anak laki-laki berusia tiga tahun itu tidak mudah. Aku harus berlari-lari mengikutinya dan memakan waktu lebih dari lima belas menit. Sementara Nurma istriku sudah selesai mandi.

Istriku mengeluarkan makanan yang ia beli tadi dan diletakkannya ke piring. Ia membeli ayam goreng tepung KFC yang terkenal renyahnya. Rangga langsung berjalan menuju istriku yang siap-siap menyuapinya.

Aku mengambil piring dan nenyendok nasi, lalu aku hendak mengambil satu potong ayam goreng yang tersisa namun sayang istriku malah menghalangi tanganku.

"Itu punyaku, mau aku makan setelah nyuapin Rangga,"

"Jadi adek nggak beli buat Abang? Kirain adek makan berdua dengan Rangga,"

"Abang kan udah adek kasih uang belanja, ya udah dipakai,"

"Tapi tadi udah abang buat beli susunya Rangga, sisa lima ribu, abang buat beli tempe sama cabe dek," kataku sambil menunjuk tempe goreng yang tinggal tiga potong.

"Ya udah dimakan aja, aku bisa kenapa Abang gak bisa sih," jawabnya sambil menarik piring berisi ayam goreng tepung ke dekatnya.

Aku hanya menelan ludah saat si kecil Rangga makan dengan lahapnya dan disusul Nurma yang mulai menggigit kulit ayam goreng tepung yang terkenal crispy. Gini amat ya nasibku.

***

Lelah sekali hari ini, ditambah lagi aku masuk angin. Entah untuk yang ke berapa kali aku membereskan mainan Rangga yang berserakan di lantai. Sementara setrikaan masih menumpuk belum juga kukerjakan.

Istriku baru saja memasuki rumah kami dan betapa terkejutnya ia melihat rumah yang masih berantakan. Ia tak mengerti bagaimana lelahkh mengurus rumah seharian belum lagi Rangga yang tantrum dan selalu mengacak-acak apa yang telah kubereskan.

Nurma mandi dan melihat ke meja setrika, lagi-lagi ia terkejut saat melihat tumpukan pakaian yang belum ku setrika.

"Bang, kenapa ini belum di setrika, ini baju-baju kerja aku mau aku pakai besok lho,"

"Abang capek dek, abang masuk angin," kataku membela diri.

"Kalo masuk angin minum obat masuk angin sana, di lemari dapur ada mie instan rebus, teh juga ada bikin kenapa,"

"Bikinin ya dek," pintaku. Sesekali aku ingin sekali diperhatikannya.

"Bikin sendirilah, aku mau istriahat."

Hari minggu kukira aku bebas dari rutinitas domestikku ternyata aku salah. Nurma malah bersiap-siap untuk pergi dengan memakai pakaian yang bagus. Tak pernah lagi kulihat ia memakai daster lusuh yang bolong di bagian ketiaknya.

"Mau kemana dek?"

"Aku mau ke spa Bang, udah janji mau perawatan,"

"Rangga diajak ya dek, " pintaku.

"Bang Mamat sayang, kalo aku ajak si Rangga mana bisa aku perawatan, lagian siapa yang ngawasin kalo dia lari sana lari sini. "

"Dek, mas boleh minta tolong supaya Rangga ditaro di penitipan anak saja biar abang bisa mengerjakan pekerjaan rumah dengan lancar," kataku sambil menyodorkan beberapa brosur tempat penitipan anak.

"Ya titipin aja Bang, kan Abang tinggal daftar terus bayar,"

"Abang kan gak punya uang dek, tabungan Abang semua sudah habis, di ATM cuma ada 50 ribu, nggak bisa diambil dek."

Uang tabungan yang selama ini kusimpan sudah habis sejak kami bertukar peran, aku mengurus rumah tangga sedang istriku mencari nafkah. Istriku memang memberi aku uang tiga puluh ribu rupiah sehari untuk belanja termasuk beli gas, air isi ulang, beli susu dan jajan anakku. Tentu saja itu tak cukup karena aku perlu beli rokok, ngopi di warkop belum lagi kalau kuajak Rangga dia minta macam-macam. Tambah lagi aku sering membeli makanan di warung karena tak pandai memasak dan membayar laundry. Otomatis aku harus nombok kan.

"Ya kalo Abang nggak ada duit gak usah belagu, bergayalah sesuai kemampuanmu Bang."

"Kamu berubah dek,"

Nurma menghentikan langkahnya dan berbalik padaku.

"Hmm, Abang mau protes, bukannya kita udah sepakat ya kalau urusan Rumah Tangga Abang yang handle, aku bekerja cari uang. Aku kan cuma mencontoh apa yang Abang contohkan padaku saat Abang menjadi pencari nafkah dulu." Aku terdiam dan menunduk. Apa yang dia katakan memang benar.

Saat aku menjadi pencari nafkah aku memberinya uang tiga puluh ribu rupiah sehari untuk kebutuhan kami bertiga termasuk beras, beli sabun, keperluan bersih-bersih, gas dan rumah tangga lainnya, susu dan jajan Rangga. Seringkali kulihat Nurma dan Rangga cuma makan dengan lauk tempe/tahu atau telur dadar campur tepung bahkan cuma dengan bawang goreng. Kalau sudah begitu aku memilih untuk makan di warung.

Bukannya aku perhitungan sebagai suami, toh apa yang kuberi itu untuk kebutuhan kami bersama cuma untuk makan. Gajiku sebulan 4.700.000, untuk bayar kontrakan 700.000, tabungan bulanan untuk sekolah Rangga 200.000, kuberikan pada ibu 500.000, untuk bayar listrik, air, iuran kampung 350.00. kredit motor 600.000 sisanya kupakai untuk bensin, keperluan kerja, uang rokok dan uang peganganku, wajarlah kalau aku pegang lebih banyak kan uang aku yang cari.

Aku sering memprotes penampilannya yang cuma berdaster lusuh dan bau bawang, namun dia selalu beralasan bahwa uangnya tak cukup untuk memelihara kecantikannya dan membeli baju baru. Kusuruh ia untuk berhemat, masa' iya uang segitu gak bisa dihemat, ditabunglah sehari sepuluh ribu sebulan kan jadi tiga ratus ribu.

Seringkali kuprotes Nurma saat kulihat rumah berantakan, dan selalu saja dia berdalih tadi sudah dibereskan tapi diacak-acak lagi. Dasar dia saja yang tidak becus mengurus rumah. Sampai akhirnya kutantang dia untuk bertukar peran, biar dia tahu gimana capeknya mencari nafkah dan tidak cuma minta saja kerjanya.

Nurma menyanggupi tantanganku dan dalam waktu dua hari saja ia sudah bekerja. Ah aku lupa kalau ayah Nurma punya toko elektronik yang cukup besar, mudah saja baginya untuk bekerja disana. Aku lupa kalau latar belakang pendidikan Nurma lebih tinggu dariku. Aku lupa kalau Nurma sangat liawai dalam hal penjualan, dan membuatnya selalu mendapatkan komisi dari tempat kerjanya.

Nurma, Abang minta maaf telah meremehkanmu. Abang minta maaf telah mendzolimimu dan anak kita. Menyesal sudah tak berguna, jika aku ingin bertukar peran lagi dan memperbaiki semuanya rasanya sangat susah. Mencari pekerjaan semakin lama semakin susah, adapun pekerjaan itu menggunakan sistem kontrak tiga bulan setelah itu entah akan diperpanjang atau diputus, sedangkan pengalaman dan latar belakang pendidikanku tak cukup memadai.
pepenion
lumut66
oceu
oceu dan 15 lainnya memberi reputasi
14
3.4K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan