Ramadhan, bulan yang dinanti-nati oleh setiap muslim beriman. Karena banyak sekali keistimewaan dalam bulan ini.
Beberapa di antaranya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:


Sumber: Buku Imam Nawawi 'Shahih Riyadush-Shalihin' yang diterjemahkan oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani


Sumber: Buku Hadits Shahih Bukhari Muslim yang disusun oleh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi

Tapi, lain dulu lain sekarang. Di masa pandemi ini, semua terasa senyap. Di Ranah Minang terkhusus Bukittinggi dan Agam, tak ada lagi ritual balimau, tak ada lagi bersalaman berjabat tangan mohon maaf, tak ada lagi mengantar pabukoan. Jam gadang sepi, pasa pabukoan tidak ada, shalat tarawih pun di rumah saja.

Biasanya saat covid-19 belum menyerang, sebelum ramadhan, masyarakat Minangkabau melakukan ziarah kubur dan 'balimau' H-2 dan H-1 bulan Ramadhan. Tapi, tak apalah. Ada positif-nya tahun ini tidak ada hingar bingar 2 ritual ini.

Karena banyak yang kemudian menyalahgunakan judul ini untuk ke hal-hal bid'ah bahkan mengarah ke syirik serta ada yang melakukan hal-hal yang diharamkan.

Apa contohnya?
Sebelum covid-19 ini merajalela, banyak masyarakat yang salah niat dalam melakukannya. Terlebih ketika masyarakat ini ziarah kubur ke kuburan orang yang dianggap shalih.


Sumber: Akun Facebook Koalisi Umat Islam)


Di antaranya untuk shalat disana, thawaf, mencium dan mengusap-usap kuburannya, mengambil sebagian dari tanah atau batunya untuk tabaruk, dan memohon kepada penghuni kubur agar dapat memberi pertolongan, kelancaran rizki, kesehatan, keturunan atau agar dapat melunasi hutang dan terbebas dari segala petaka dan marabahaya dan permintaan-permintaan lain yang hanya biasa dilakukan oleh para penyembah berhala dan patung saja. (Sumber: Serambinews.com)


Padahal seharusnya, ziarah yang diperbolehkan oleh Rasulullah itu tujuannya adalah sebagai pengingat kematian bagi si penziarah.

Begitu juga dengan 'balimau'. Balimau adalah kata yang digunakan untuk memaknai 'bersuci' atau 'bersih-bersih' atau bisa juga dengan 'mandi dengan bersih dari atas kepala sampai ujung kaki'.


Sumber: covesia.com


Banyak yang kemudian menjadikan momen ini sebagai suatu ajang berkumpul-kumpul dan kemudian berakhir dengan perbuatan yang diharamkan. Mulai dari bercampurnya laki-laki dan perempuan di lokasi pemandian yang sama, sampai yang akhirnya berujung kumpul kebo dan berbuat mesum. Sejak corona mewabah, Balimau pun tak lagi ada.

Selalu ada hikmah dibalik semua yang terjadi. Ambil yang positif-nya, buang negatif-nya. Tentunya kalau yang covid-19 kita tak menginginkan ada positif lagi ya.. 😁

Apalagi yang berubah di Ranah Minang ketika pandemi ini?

Yang sangat jadi perhatian adalah Jam Gadang. Jam Gadang sepi saat jadwalnya ngabuburit.

Tak ada lagi buko puaso basamo (buka bersama) dengan para alumni. Tahun lalu, ada yang bahkan melakukan bukber dari alumni SD sampai SMA-nya... Beuh... Belum lagi bukber dengan komunitas ini, komunitas itu, organisasi ini dan itu, lengkap dengan macam jenis bukber dengan teman satu geng pada zamannya.

Alhamdulillah juga sebenarnya saat ini jadi tidak bisa ngabuburit dan bukber kan? Kenapa?

Karena jam-nya ngabuburit itu sebenarnya waktu mustajab untuk berdo'a bagi orang yang sedang berpuasa di bulan ramadhan.
Jadi, daripada ngabuburit di jalanan, sambil hahahihi, mending berdo'a yang banyak, biar dosa pada kabur semua.. hehe..


Sumber: akun Kaskus


Begitu juga dengan bukber. Jadinya kan lebih hemat uang. Bayangkan jika semua bukber diikuti. Apalagi jika jadwalnya tidak pada bentrok. Bisa semua. Hasrat untuk menolak pun menjadi sesuatu yang tidak enak. Akhirnya menghambur-hamburkan uang untuk momen yang sebenarnya tidak ada ritual ibadahnya. Selesai berbuka, ada yang buat acara bernyanyi, tertawa-tawa dan hal wajib adalah foto-foto. Senang sekali tampaknya, tapi sampai lupa shalat fardhu dan shalat tarawih...

Sudah.. sekian dulu thread kali ini...

Moga lain kali bisa menulis lebih banyak dan lebih bermanfaat lagi. Selamat menikmati 10 terakhir Ramadhan gan.

Btw, di daerah agan, ada perubahan apa nih setelah pandemi?