mengejaAvatar border
TS
mengeja
Pogrom, Mengapa Yahudi Diburu dan Dianiaya?


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Shalom, salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya. Wei de dong tian.

Hai, GanSis apa kabar?

emoticon-I Love Indonesia


Potret kecil pogrom terhadap komunitas Yahudi di pedesaan Rusia pada abad ke-19.
Sumber

Pogrom adalah kekerasan atau kerusuhan sistematis yang diiringi pembantaian dan penganiayaan dari kelompok etnis atau agama tertentu terhadap kelompok lainnya. Biasanya pogrom turut menghancurkan lingkungan, rumah, tempat usaha, pusat keagamaan, dan bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan kelompok tertentu.

Terkadang pogrom melibatkan otoritas pemerintah setempat, baik secara spontan atau terencana. Sebetulnya istilah pogrom awalnya ditujukan untuk serangan terhadap etnis Yahudi di wilayah Kekaisaran Rusia pada abad ke-19 dan ke-20. Serangan serupa juga bisa terjadi di waktu dan tempat yang lain, tak harus di wilayah Kekaisaran Rusia.

Seiring perkembangan waktu, istilah pogrom meluas tak hanya untuk Yahudi, tapi juga untuk kelompok etnis atau agama lainnya. Umumnya yang menjadi korban adalah kelompok minoritas, seperti kasus pogrom terbaru di India bagian utara yang menewaskan puluhan umat Muslim India. Meskipun begitu, istilah pogrom tetap identik dengan kekerasan terhadap etnis Yahudi.


Pogrom anti-Islam di India bagian utara pada tahun 2020.
Sumber

Istilah pogrom pertama kali muncul pada tahun 1882, berasal dari bahasa Rusia, погрóмyang berarti “untuk menghancurkan” atau “untuk mendatangkan malapetaka”. Penggunaan istilah tersebut meluas ke seluruh dunia dimulai dari kekerasan anti-Yahudi di wilayah Kekaisaran Rusia pada tahun 1881-1883.

Namun, sebetulnya kekerasan terhadap Yahudi sudah ada sejak zaman kuno. Sentimen tersebut bisa ditelusuri pada abad ke-3 SM di Alexandria, Mesir yang menjadi rumah bagi komunitas Yahudi terbesar di dunia pada zaman itu. Masyarakat Mesir Helenistik kerap menertawakan praktik dan hukum Yudaisme yang dinilai absurd dan tak masuk akal. Hal tersebut yang menjadi alasan firaun Ptolemy I Soter menginvasi Yerusalem pada tahun 320 SM.

Ptolemy I Soter adalah sahabat Alexander Agung yang memperoleh jatah Mesir. Ia mendirikan Dinasti Ptolemeus yang mengubah Mesir menjadi kerajaan Helenistik dan menyulap Alexandria menjadi salah satu pusat kebudayaan Yunani.


Gambaran perpaduan budaya Helenistik dengan Yudaisme.
Sumber

Kekerasan yang terjadi di Alexandria merupakan sikap xenofobia (ketidaksukaan dengan hal asing). Masyarakat Mesir Helenistik tak menyukai etnis Yahudi yang cenderung menolak standar agama dan sosial Yunani. Di sisi lain, ajaran Yudaisme yang monoteisme (percaya hanya dengan satu Tuhan) menganggap masyarakat Mesir Helenistik kurang tercerahkan karena memuja banyak dewa. Banyak persekusi menimpa etnis Yahudi di zaman tersebut, mulai dari penodaan terhadap tempat ibadah sampai pelarangan praktik keagamaan, seperti sunat, ritual Shabbat, kajian kitab Yahudi, dll.


Lukisan oleh Francesco Hayez (1867) yang menggambarkan penghancuran kuil Yahudi di Yerusalem saat pendudukan Romawi pada tahun 66-73 M.
Sumber

Memasuki era-Romawi, eksistensi Yahudi mengalami pasang-surut. Sesekali etnis Yahudi bermusuhan dengan pendudukan Romawi yang berujung pemberontakan. Menurut sejarawan Inggris abad ke-18, Edward Gibbon, periode yang lebih toleran antara Romawi dan Yahudi baru dimulai sekitar tahun 160.

Romantisme hubungan Romawi-Yahudi selesai saat Kristen menjadi agama utama Romawi pada tahun 380. Persekusi menjadi lebih brutal karena Yahudi dianggap bertanggung jawab atas penyaliban Yesus. Era berikutnya menjadi pengembaraan Yahudi ke beberapa wilayah di Eropa karena terusir dari tanah airnya.

Seorang penulis dan sejarawan Amerika Serikat, James Carroll berpendapat bahwa pada zaman itu sekitar 10% populasi Kekaisaran Romawi adalah etnis Yahudi. Dengan rasio tersebut, tentu banyak pogrom dan pemaksaan pindah agama (konversi) yang terjadi. Sebab jika tak ada perburuan dan penganiayaan, modern ini populasi Yahudi pasti sudah mencapai 200 juta orang, bukan 13 juta orang.


Karikatur anti-Yahudi pada Abad Pertengahan.
Sumber

Kristenisasi Eropa yang meluas pada Abad Pertengahan kembali menjadi mimpi buruk bagi Yahudi. Para raja bersama gereja rajin mengeluarkan serangkaian dekret anti-Yahudi yang melarang orang Yahudi menikah dengan orang Kristen, serta pelarangan praktik keagamaan. Sepanjang abad ke-6 dan ke-7, bangsa Visigoth di Spanyol yang baru saja memeluk Kristen, meningkatkan agresi sosial terhadap etnis Yahudi. Bentuknya beragam, mulai dari konversi, perbudakan, pengasingan, atau kematian.

Pada waktu yang sama, Islam mulai tumbuh di Mekkah dan Madinah yang terus berkembang hingga mencapai Zaman Keemasan Islam (abad ke-8 sampai ke-14). Islam mengklasifikasi non-Muslim sebagai dzimmi, orang yang dilindungi atas imbalan jizya (pajak bagi non-Muslim). Hal tersebut memungkinkan etnis Yahudi menjalankan agama mereka lebih bebas saat Islam menaklukkan Spanyol pada tahun 711.

Pada tahun 929, Kekhalifahan Cordoba berdiri setelah hampir dua abad menjadi bawahan Dinasti Umayyah. Di bawah kekuasaan Islam, Yahudi sempat mencapai puncak kebudayaan hingga abad ke-11. Kekhalifahan Cordoba yang menjadi penerus Dinasti Umayyah bertahan selama 102 tahun sampai akhirnya runtuh pada tahun 1031 akibat perang saudara antara keturunan khalifah terakhir, Hisyam II melawan kubu pro-penasihat kekhalifahan, al-Mansur. Kekhalifahan Cordoba pecah menjadi beberapa taifa (kerajaan), salah satunya adalah Taifa Granada.


Lukisan pada abad ke-13 yang menggambarkan kerukunan antara Muslim dan Yahudi di Andalusia.
Sumber

Taifa Granada merupakan potret ketidakberdayaan figur penguasa Muslim yang cenderung patuh dengan dominasi Yahudi. Hampir setengah abad lamanya Yahudi menguasai segala aspek kehidupan, kecuali nama negara yang masih bercorak Islam. Status orang Yahudi di Granada tak lagi dzimmi seperti yang berlaku di pemerintahan Islam pada umumnya, bahkan dalam beberapa kasus mereka memiliki kontrol atas pasukan militer. Sesuatu yang tak pernah terjadi di mana pun dalam sejarah diaspora Yahudi.

Namun, pada tahun 1066, terjadi Pembantaian Granada yang dipicu oleh intrik pembunuhan Buluggin bin Badis, anak sulung khalifah Badis bin Habus, yang kemungkinan besar diracun oleh seorang wazir (penasihat politik/menteri tingkat tinggi) Yahudi bernama Joseph ben Naghrela. Massa Muslim yang marah menyerbu istana Granada dan menyalib Joseph ben Naghrela. Berikutnya massa Muslim membantai sebagian besar orang Yahudi di kota tersebut. Lebih dari 4.000 orang Yahudi tewas dalam pogrom satu hari.

Sejak abad ke-11, Andalusia (wilayah Spanyol yang dikuasai Islam) menerapkan dzimmi lebih keras. Hal tersebut membuat banyak orang Kristen dan Yahudi pindah ke arah timur (Mesir) yang lebih toleran. Sebagian yang lain menuju ke utara (Eropa) mencoba peruntungan di kerajaan-kerajaan Kristen yang sedang tumbuh.

Di lain tempat pada tahun 1096, terjadi Pembantaian Rhineland yang menargetkan etnis Yahudi di sepanjang Sungai Rhine bagian tengah, seperti Speyer, Worms, dan Mainz. Pogrom yang dilakukan oleh tentara salib dan para petani tersebut dengan cepat meluas ke beberapa wilayah lainnya, seperti Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, dan beberapa wilayah di Eropa Timur.


Pembantaian Rhineland pada tahun 1096.
Sumber

Kemiripan antara orang Yahudi dan orang Arab (sama-sama rumpun Semit) turut menjadi penyebab pecahnya kekerasan. Banyak masyarakat Eropa yang menyangka orang Yahudi adalah mata-mata Islam yang dikirim ke Eropa. Pada saat itu Paus Urbanus II memang baru saja menyatakan Perang Salib Pertama untuk membantu Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) melawan Turki Seljuk yang menghalangi peziarah Eropa berkunjung ke Yerusalem.

Di sisi lain, komunitas Yahudi di Rhineland memang relatif kaya karena bisnis peminjaman uang. Hal wajar sebab ketika itu hanya Yahudi yang membolehkan praktik riba (Islam dan Kristen melarang keras). Persepsi sombong dan serakah pun muncul dan selama berabad-abad menjadi salah satu faktor utama sikap anti-Yahudi.

Ramai masyarakat Eropa yang terlibat rentenir, seperti tentara salib yang terjebak utang untuk membeli persenjataan dan peralatan atau kaum petani yang terpaksa meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal itulah yang menjadi pembenaran untuk membunuh orang Yahudi agar utang-utang mereka hilang, terlepas faktor dasar bahwa Yahudi bertanggung jawab atas penyaliban Yesus.

Kebiasaan komunitas Yahudi yang eksklusif dan kurang berbaur turut menimbulkan prasangka buruk bahwa mereka adalah penyihir. Pada saat itu banyak masyarakat Eropa percaya kalau penyihir Yahudi suka menangkap anak-anak Kristen guna diambil darahnya untuk ritual kejahatan.

Sebelum dua tragedi besar di Granada dan Rhineland, komunitas Yahudi di seluruh dunia terkonsentrasi ke dalam tiga wilayah: 1) Komunitas Yahudi di wilayah kekuasaan Islam, 2) Komunitas Yahudi di Eropa, dan 3) Komunitas Yahudi di wilayah Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium). Masing-masing komunitas cenderung independen dan berjalan sendiri-sendiri, sampai kemudian Pembantaian Rhineland 1096 menyadarkan mereka bahwa harus ada rasa senasib dan sepenanggungan.

Sejak inilah orang Yahudi mendambakan pulang ke kampung halaman di Palestina. Selama berabad-abad mereka menyelipkan doa saat makan dan menjelang tidur bahwa suatu hari nanti akan ada “rumah” untuk tempat mereka mencari rasa aman. Pada akhir abad ke-19, mayoritas tokoh-tokoh penting Yahudi menggunakan Pembantaian Rhineland 1096 sebagai wacana membentuk sebuah negara Yahudi.


Penganiayaan Black Death Yahudi pada tahun 1348-1351.
Sumber

Selanjutnya komunitas-komunitas Yahudi di Eropa terus menjadi sasaran pogrom. Pada tahun 1348-1351, terjadi Penganiayaan Black Death Yahudi yang dituduh sebagai penyebab Black Death. Alasannya ketika itu orang Yahudi cenderung kebal dan terbebas dari wabah Black Death. Padahal kekebalan mereka adalah imbas pengasingan dari masyarakat Eropa itu sendiri. Mayoritas komunitas Yahudi dipaksa tinggal di dalam ghetto, permukiman khusus orang Yahudi. Hal tersebut menjadi social distancing alami yang mencegah orang Yahudi terpapar wabah Black Death.


Ghetto, permukiman khusus orang Yahudi. Biasanya kawasan ini dikurung tembok untuk membatasi ruang gerak mereka.
Sumber

Selain itu, ajaran Yudaisme yang mengamalkan adab-adab kebersihan berhasil menciptakan risiko kecil penularan Black Death, seperti mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan berkali-kali setelah BAB, mandi sebelum ritual Shabbat, dan praktik memandikan jenazah sebelum dimakamkan.

Tercatat pogrom akibat Black Death terjadi di Toulon (1348), Strasbourg (1349), Erfurt (1349), Basel (1349), Freiburg (1349), Brussels (1350), dll. Kekerasan terus menimpa komunitas Yahudi di beberapa wilayah Eropa, meskipun wabah Black Death selesai. Dari sekian banyak kekerasan dan penganiayaan terhadap etnis Yahudi, Pembantaian 1391 adalah yang terbesar selama Abad Pertengahan. Raja-raja Kristen di Spanyol yang sukses merebut kembali Semenanjung Iberia dari tangan Islam, melakukan konversi secara menyeluruh. Orang Islam dan Yahudi diberikan dua pilihan sulit: beralih ke Kristen atau keluar dari Spanyol.

Sebagian besar orang Islam dan Yahudi pada akhirnya beralih ke Kristen yang melahirkan identitas baru: conversos (konversi/pemaksaan pindah agama). Conversos terbagi menjadi dua: Moriscos (masyarakat Islam yang konversi ke Kristen) dan Marranos (masyarakat Yahudi yang konversi ke Kristen).


Para conversos meninggalkan Semenanjung Iberia.
Sumber

Walaupun begitu, kekerasan dan penganiayaan tetap menimpa para conversos yang dianggap kurang ikhlas memeluk Kristen, seperti Pembantaian Lisabon 1506. Mereka pun memutuskan kabur dari Semenanjung Iberia menuju wilayah kekuasaan Turki Utsmaniyah atau Eropa Barat yang sudah agak toleran.

Pada tahun 1563, juga terjadi Pogrom Polotsk di sebelah utara Belarusia ketika penguasa Rusia, Ivan IV Vasilyevich menaklukkan wilayah Baltik. Raja yang mendapat julukan Ivan the Terrible (Ivan yang mengerikan) ini membunuh semua etnis Yahudi yang menolak konversi ke Kristen Ortodoks dengan cara menenggelamkannya ke Sungai Daugava.

Pada tahun 1648-1657, terjadi Pemberontakan Khmelnytsky di wilayah timur Persemakmuran Polandia-Lithuania (sekarang Ukraina, Belarusia, Moldova, dan Rusia). Orang Cossack dibantu Tatar Krimea dan petani Ukraina mencoba melawan dominasi Persemakmuran Polandia-Lithuania. Pemberontakan tersebut diiringi kekerasan sipil yang menimpa komunitas Katolik Roma dan Yahudi. Sejarawan modern memperkirakan korban tewas berkisar antara 40.000-100.000 orang yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak.


Yekaterina II atau Catherine yang Agung.
Sumber

Pada abad ke-18, Rusia muncul sebagai kekuatan baru Eropa di bawah kepemimpinan Yekaterina II. Wilayah kekuasaan Rusia melonjak berkali-kali lipat lewat serangkaian perang dan penaklukan atas Persemakmuran Polandia-Lithuania dan Turki Utsmaniyah yang menimbulkan efek samping keberlimpahan komunitas Yahudi dari kedua wilayah tersebut.

Sebuah entitas politik baru yang disebut Chertá Osyédlosti terbentuk di wilayah barat perbatasan Rusia-Polandia pada tahun 1791. Chertá Osyédlosti mencakup wilayah Belarusia, Lithuania, Moldova, sebagian besar Ukraina, Polandia bagian timur, Latvia bagian timur, dan sedikit Rusia bagian barat. Pada tahun 1791, Yekaterina II tetap mengizinkan orang Yahudi menetap di sana.


Kawasan Chertá Osyédlosti atau Pale of Settlement.
Sumber

Pada saat itu keadaan di Chertá Osyédlosti dianggap suram. Orang-orang kaya memilih bermigrasi ke Amerika Serikat atau kawasan Eropa lain yang lebih menjanjikan. Di sisi lain, kebudayaan Yiddish (Yahudi di Jerman dan Eropa Timur) justru mendapat tempat positif. Agama dan ilmu pengetahuan secara harmoni mengembangkan hal-hal bersifat intelektual yang menciptakan kaum cendekiawan Yahudi. Dari sini pula muncul stereotip Yahudi cerdas yang melahirkan tokoh-tokoh penting dunia. Pada masanya, Chertá Osyédlosti adalah rumah bagi 40% populasi Yahudi di seluruh dunia.

Namun, kecemburuan sosial akhirnya terbit kembali. Persekusi terhadap etnis Yahudi yang pada umumnya mapan dan terdidik terjadi di mana-mana. Pogrom pertama terjadi di Odessa, Ukraina pada tahun 1821, menewaskan 14 etnis Yahudi. Odessa sebagai kota pelabuhan penting di Laut Hitam memiliki rivalitas ekonomi antara etnis Yunani dan Yahudi. Selain itu, etnis Yunani menuduh etnis Yahudi mendukung Turki Utsmaniyah dalam Perang Kemerdekaan Yunani. Pogrom terjadi beberapa kali: tahun 1821, 1859, 1871, dan 1905. Etnis Rusia yang juga tak suka dengan etnis Yahudi ikut andil dalam beberapa pogrom.

Pada tanggal 13 Maret 1881, terjadi peristiwa pembunuhan Tsar Alexander II oleh kelompok Narodnaya Volya. Salah satu pelaku yang berdarah Yahudi menyulut kemarahan kubu pro-Tsar. Gelombang besar kekerasan terhadap Yahudi melanda hampir seluruh bagian barat daya Rusia (sekarang Polandia dan Ukraina).


Pogrom Odessa tahun 1905.
Sumber

Banyak media Rusia yang membesar-besarkan peran Yahudi dalam pembunuhan Tsar Alexander II sebab Narodnaya Volya sesungguhnya adalah sebuah organisasi revolusioner sosialis, bukan Yahudi. Pemerintah pun mengeksploitasi sikap anti-Yahudi untuk memberangus gerakan revolusioner. Pada tahun 1881-1884, lebih dari 200 peristiwa anti-Yahudi terjadi di wilayah Kekaisaran Rusia, terutama pogrom di Kiev, Warsawa, dan Odessa. Hal tersebut menyebabkan imigrasi besar-besaran Yahudi Rusia yang sebagian besar menuju ke Amerika Serikat.

Memasuki abad ke-20, kekerasan terhadap Yahudi tak kunjung mereda. Pogrom berskala besar di Rusia semakin intensif usai Perang Dunia I ketika kaum Bolshevik (sosialis) di bawah pimpinan Vladimir Lenin melawan Pemerintah dalam Perang Saudara Rusia (1917-1922). Pada tahun 1918-1919, lebih dari 1.200 pogrom terjadi hanya di Ukraina saja, menyebabkan pembantaian etnis Yahudi terbesar di Eropa Timur sejak tahun 1648.

Pada 8 Agustus 1919, selama Perang Polandia-Uni Soviet, pasukan Polandia membunuh 31 orang Yahudi di Minsk, Belarusia yang dicurigai sebagai simpatisan Bolshevik. Dibantu warga sipil setempat, 377 toko milik Yahudi dijarah dan dihancurkan.

Sementara itu, di tempat lain juga terjadi pogrom. Pada tahun 1904, pelarian Yahudi Lithuania di Limerick, Irlandia menerima perlakuan kekerasan dari warga lokal. Pada tahun 1911, pelarian Yahudi Rusia di Tredegar, Wales juga menjadi sasaran pogrom dari warga lokal. Alasan klasik kecemburuan sosial menjadi pemicu utama.

Di luar Eropa, pogrom terjadi di Argentina dan beberapa wilayah di Timur Tengah. Pada tanggal 7-14 Januari 1919, terjadi kerusuhan di Buenos Aires yang dikobarkan oleh kaum anarkis dan komunis. Banyak pihak menjadi korban, salah satunya adalah etnis Yahudi.

Bersambung ke post selanjutnya....
scorpiolama
REVO32
jazzcoustic
jazzcoustic dan 191 lainnya memberi reputasi
188
23.2K
242
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan