FootballStory
TS
FootballStory
Wingback Yang Terlupakan Kembali Lahir Menjadi Fullback Modern Ditanah Inggris

Ketika Chelsea menjadi kampiun Liga Primer 2016/17, ada satu posisi yang kembali menunjukkan tajinya setelah lama menghilang dari andalan manajer-manajer masa kini. Posisi itu adalah wingback. Conte merombak perubahan yang cukup radikal dalam skema taktis yang ia terapkan di London. Saat tim² Inggris masih dengan kebiasaan empat bek plus skema 2 fullback di 2 sisi berbeda saling bahu membahu bersama winger, Conte justru menggunakan skema tiga bek tengah dengan formasi dasar 3-4-2-1/3-4-3. Persoalan posisi sayap, ia mempercayakan Marcos Alonso dan Victor Moses yang ia plot sebagai wingback. Atas keberhasilan Chelsea di Liga, posisi wingback yang awalnya perlahan terpendam seiring memudarnya formasi 3-5-2, mulai comeback menjadi andalan manajer. Banyak tim mulai menempatkan dua wingback di masing² dua sisi sayap.

Mungkin Conte adalah spesialis dalam menerapkan skema 3 bek, tak hanya di Chelsea Conte menerapkan skema tiga bek dengan memaksimalkan peran dua wing-back di sisi kiri dan kanan. Skema ini berhasil membawa kejayaan domestik bagi Juventus, dengan tiga gelar Serie A Italia dalam genggaman tiga tahun beruntun. Di ajang Euro 2016 Conte sempat menggunakan skema tiga bek plus 2 wingback (Matteo Darmian dan Antonio Candreva). Hasilnya Italia mampu tampil luwes meski berisikan skuat yang dianggap medioker dengan Conte berhasil mengolah skuatnya sedemikian rupa. Wingback juga bisa dimanfaatkan untuk bisa memaksimalkan skema counter-pressing yang diterapkan oleh Spurs apalagi Spurs diberkahi kehadiran wingback sekelas Kyle Walker dan Danny Rose. Guardiola juga pernah memodifikasi wingback menjadi wide midfielder dalam formasi dasar 3-4-3. Rafinha dan Alaba menjadi aktor dua wide man atau wide midfielder bertujuan eksploitasi penuh terhadap bola, terutama di posisi sayap.

Perannya menyisir sayap seorang diri layaknya midfielder dengan peran box-to-box, maka seorang wing-back dituntut memiliki stamina yang kuat sebagai dasar mereka agar kuat mengekspansi sisi sayap selama 90 menit secara bersih. Mungkin ada beberapa manajer yang menyelipkan siasat kecil berupa dua bek tengah bermain sedikit melebar untuk menutup sisi sayap ketika ditinggal wingback menyerang, wingback juga harus nemiliki umpan silang, dan distribusi bola yang sama mantapnya. Hal ini tak lepas dari peran wing-back juga yang menjadi inisiasi serangan bagi sebuah tim. Jadi jika anda² adalh seorang pemain yang ditunjuk menjadi wingback, maka harus bersiap untuk menjadi raja tunggal di sayap, karena andalah yang pada akhirnya mengekspansi sayap seorang diri.

Peran wingback tak hanya sampai disitu melainkan mereka punya peranan kompleks dalam dunia teknis permainan sepakbola.


Selepas kepergian Coutinho Liverpool harus diakui tidak memiliki gelandang kreatif yang mampu mengacaukan pertahanan lawan dari tengah. Klopp cenderung memainkan tiga gelandang bertipe holding midfielder dan box to box dengan tujuan utama sekedar menjaga lini tengah dari penguasaan lawan. Dengan kondisi lini tengah yang minim kreatif serangan, secara tidak langsung kretor serangan Liverpool pindah ke sisi sayap kanan yang berisi Salah dan Arnold. Tapi Salah seringkali terlalu di depan untuk menekan lini pertahanan lawan, otomatis Arnold-lah yang mengambil peran kreasi serangan Liverpool. Memang belum terlalu sempurna tercatat masih ada beberapa kelalaian Arnold soal kemampuan bertahannya. Beberapa kali ia gagal menutup serangan lawan karena keasyikan menyerang dan lupa turun sehingga bek tengah liverpool kerepotan. Namun terlepas dari kelalaian tersebut pemain muda Inggris ini berhasil menjalani peran diatas lapangan dengan baik dan bisa dibilang menjadi model baru dengan peran fullback modern.


Masih dari Inggris ada pemain yang mampu mengimbangi antara serangan dan bertahan, ialah Wan-Bissaka yang menyukai peran menggiring bola di pinggir lapangan untuk dibawa ke dekat kotak penalti lawan. AWB tidak suka hanya bermain di sekitar pertahanan. Tapi siapa sangka, Wan-Bissaka malah jadi salah satu pemain dengan jumlah tekel terbanyak di Liga Primer Inggris 2018/19. AWB juga terbilang pandai membaca arah serangan lawan. Terlihat dari kemampuannya mengintersep bola dengan mencatatkan 249 intersep. Karena kegemarannya dalam menyerang ketimbang bertahan, AWB kerap melakukan penetrasi menuju kotak penalti lawan dari sisi kanan selama membela Palace. Ia pernah mencatatkan 164 dribel, urutan ke-17 terbanyak dalam satu musim bersama Palace. Tingkat keberhasilannya melewati lawan mencapai angka 67,7%, terbilang cukup impresif untuk seorang bek kanan.


Kita pindah ke London, Kolasinac bukanlah fullback dengan peran yang terlalu tradisional. Di tengah menjamurnya pemain yang dapat memerankan fullback modern, dengan badannya yang tinggi besar, ia tetap agresif dalam menyerang. Dalam skema empat bek ataupun tiga bek, baik itu bertahan maupun menyerang kala itu Wenger bisa memaksimalkan peran Kolasinac. Sisi sayap Wenger bisa dimaksimalkan untuk sisi penyerangan, dengan hadirnya Kolasinac di kiri, dan Bellerin di kanan. Ketika sedang krisis bek tengah, Kolasinac juga bisa dipasang sebagai bek tengah. Walau memiliki kemampuan keeping ball yang cukup baik, Kolasinac nyatanya tidak memiliki dribel yang baik-baik amat. Tak lepas dari tinggi badan yang ia miliki, sehingga membuat sentuhannya pada bola terlihat sedikit kasar. Ia mau tidak mau mengandalkan fisiknya yang menjulang untuk mempertahankan bola. Artinya selain lihai dalam penyerangan bersama Bellerin, Kolasinac juga bisa berperan sebagai Ball Winning Midfielder yang terletak di sisi kanan Arsenal, hal itu tentu menjadi profit bagi Arsenal dengan meminimalisir serangan dari sisi kanan dan menghidupkan kembali sisi sayap Arsenal.


Kini dari London Biru pemain asal Spanyol ini merupakan sosok gelandang sayap kiri versatil, bisa beroperasi sebagai wingback kiri dan bek tengah. Tapi gaya bermainnya jauh dari pesepakbola Negeri Matador yang dikenal stylish. Alonso dengan gaya main yang sederhana, larinya tidak cepat, dribelnya tak mematikan, dan pengumpan yang tidak cukup handal. Kelebihannya terletak pada stamina sehingga cepat dalam transisi bertahan dan menyerang, memiliki fisik yang kuat untuk keeping ball, bonus dalam lihai mengeksekusi bola mati. Sejak Conte berkreasi dengan formasi utama 3-4-3, di titik itulah Alonso mendadak jadi andalan The Blues. Ia memerankan posisi naturalnya sebagai gelandang-sayap kiri, menjadikan sosoknya tak tergantikan. Identitasnya sebagai pemain pragmatis selalu ditampilkan. Tak perlu banyak menghibur suporter lewat gocekan maut atau penetrasi tajam, cukup dengan keseimbangan dalam bertahan dan menyerang dengan stamina yang berbeda dengan rekan²nya.

Bagaimana Menurut Anda Tentang Kompleksnya Seorang Wingback Yang Sekarang Berubah Menjadi Fullback Modern? Ramein Kolom Komen!
emoticon-Cendol Ganemoticon-Rate 5 Star


Diubah oleh FootballStory 04-05-2020 21:49
merurunona212tien212700
tien212700 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
2.4K
24
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan