Hai all, semoga selalu sehat dan bahagia ya. Beberapa hari ini, mager banget. Sepertinya efek WFH sudah mulai terasa. Jadinya bosan, pengen jalan-jalan, atau sekedar kumpul-kumpul hahahihi bareng kawan-kawan. Tapi tahan yaaa, tetap stay at home dalam situasi sekarang ini.

Nah, daripada bengong, hayuk mengisi kegabutan dengan nostalgia secuil perbuatan baik, yang kita lakukan di waktu kecil. 😁 salah satunya adalah idek-idek alias memijak aka mijitin orang tua, atau Idek-idek dalam bahasa Jawa merujuk kepada mengurut badan dengan cara memijak belakang badan. Yuk, kita nostalgia 😉😉😉

❤IDEK-IDEK dan SEGALA MEMORI TENTANGNYA❤



"Nduk, tolong pijak (pijitin) Bapak."
Atau
"Le, idek-ideken ibu."

Dua seruan khas itulah yang mewarnai masa kecil kita. 🤣🤣 saat enak bermain, dengar seruan itu, mainnya berhenti. Lagi siap-siap bergerombol bareng teman sebaya, lanjut petak umpet, eh, dengar seruan itu, rencana gagal total. 😁

Pilihan satu-satunya adalah balik badan, kemudian menuju ke tempat bapak atau ibu yang sudah siap ambil posisi andalan. Yaitu tidur tengkurap sambil mepet ke salah satu dinding. Biar apa? Tentu saja biar kita kecil, bisa menjaga keseimbangan dengan menahan tangan pada dinding itu, sehingga tidak oleng atau malah bablas jatuh.

Lalu sepanjang idek-idek, terus saja ortu ngajakin ngobrol. Supaya apa? Supaya kita betah mijitin lah, hahaha. 🤣🤭🤣

Sepengalaman ane, yang sering minta idek-idek adalah Bapak. Kalau Ibu, pernah sih, tapi jarang. Mungkin karena ibu tidak sekuat Bapak dalam menahan berat badan ane. 😅

Berikut berbagai tingkah bocah yang mengiringi ketersediaan dalam mengidek-idek ortu:

1. Bersedia mijit karena gak bisa menolak. Jatuhnya terpaksa, ya bagaimana lagi, anggap saja takdir. 🤣🤣 alhasil ngidek-ngidek sambil BIMOLI (bibir monyong lima senti) ples setengah hati. Manyuuuun terus dari mulai naik punggung sampai turun nanti.

2. Bersedia mijit dengan syarat tertentu. Misalnya, durasi ngidek-ideknya cukup sepuluh menit saja. Tak bisa ditawar. Bahkan rela pasang stopwatch, eh, jam beker.🤭🤭 Pokoknya begitu trriiiiinnggg beker berbunyi, saat itu pula ngidek-ngidek berakhir.

Ada juga yang mau mijitin hanya sampai hitungan seratus. Semangat banget menyebutkan angka satu hingga seratus. Begitu sampai angka sembilan puluhan, sudah ancang-ancang kabur.

3. Ini adalah alasan yang paling menyenangkan dan mengandung kerelaan terselubung. Yaitu bersedia mijitin karena dijanjikan imbalan. Misal, habis mijit dikasih goceng. Weleh, mantap. Jiwa hura-hura meronta-ronta. Sepanjang kegiatan idek-idek yang terfikir adalah mau jajan apa. 🤭

4. Bersedia mijit dengan tulus dan ikhlas. Beeeh, anak sholeh deh kalau masuk tipe ini. Balasannya surga. 👍

So, dari berbagai alasan di atas, mana nih, yang menjadi motivasi Gan Sist waktu kecil, sehingga bersedia idek-idek ortu???

Hmm, apapun alasannya, memijit ortu sebenarnya adalah kegiatan yang cukup menyenangkan dan memberikan kesan mendalam. Dimana bounding (kedekatan) ortu dan anak terbangun sehingga lebih akrab. Jika sepanjang hari ortu sibuk dengan pekerjaan mereka, maka waktu idek-idek itulah, kita kecil bisa bercerita apa saja. Kemudian ortu menanggapi dengan suka cita.

Ane rasa, bisa banget ya, kegiatan mijit ortu alias ngidek-idek ini masuk dalam secuil kebaikan yang kita persembahkan diantara luasnya samudra kebaikan yang ortu berikan. Terlebih jika dilakukan dengan tulus ikhlas.

Idek-idek ortu juga bisa sebagai sebuah tanda cinta sederhana dari seorang anak yang polos kepada ortu yang sangat dicintainya.

Gimana? Kangen ngidek-idek gak? 🤭
Yuuukkk ceritain motivasimu bersedia ngidek-idek ortu di kolom coment yaaa.... Jangan lupa bagi cendol segar dan share juga. See u. 😉😉😉😉


_kumala_


SPOILER