- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Dihamili Setan
TS
MomieMoy
Dihamili Setan

Quote:
“Kurang ajar! Berani-beraninya kamu mencoreng nama baik Bapak, hah!”
Teriakan Darmono menggelegar, menelan bunyi petir yang bersahutan di langit kelam. Ia berdiri di hadapan Rini, anak perempuan semata wayangnya yang terisak-isak. Matanya membidik sang putri dengan kilat amarah. Tak ada secuil pun iba terselip di dalamnya.
Sementara Marni, sang istri, duduk lemas di kursi kayu. Tak ada yang ia lakukan selain menangisi musibah yang terjadi. Rasa kecewa terlukis jelas pada wajahnya.
“Bapak tidak mau kalau sampai tetangga tau! Jadi kamu harus menggugurkan anak yang ada di perutmu itu!”
Rini menggeleng, dan seketika bersujud di hadapan ayahnya. “Jangan, Pak. Rini nggak mau. Rini takut ....”
“Apa kamu bilang? Takut?!” Telunjuk Darmono mengarah lurus pada perut Rini yang tampak sedikit buncit. “Jadi kamu takut melenyapkan bayi haram itu, sementara kamu tidak takut dengan hinaan orang, begitu?! Tolol! Itulah makanya Bapak selalu melarangmu bergaul terlalu dekat dengan laki-laki! Akhirnya kamu kebablasan, kan?!”
“Ta-tapi ....” Rini kembali menggeleng. Suaranya terbata-bata. "Tapi Rini nggak--"
"Tutup mulutmu!" hardik Darmono seraya melotot garang. Dadanya naik turun ditekan kemurkaan.
"Baiklah kalau begitu," lanjutnya. "Bapak punya solusi terakhir. Dan tidak ada jalan lain selain ini,” ungkap Darmono tegas. “Bapak akan mengasingkanmu.”
Kalimat terakhir dari sang ayah yang melantun tenang, justru membuat Rini tercengang. Sedetik kemudian, tangisnya benar-benar meledak. Gadis yang tak lagi suci itu menghambur mendekap kaki Marni. Meraung-raung memelas iba dari ibundanya.
“Bu, to-tolong Rini, Bu ...,” ucapnya parau di sela isak tangis, “Rini nggak mau jauh dari Ibu. Ri-Rini ... takut, Bu.” Di balik kedua mata yang telah basah itu tampak percikan ketakutan. Entah apa.
Marni menghela napas seraya mengusap sudut matanya. Tak dihiraukannya tangis pilu Rini, bahkan tak sedikit pun dirinya menoleh.
Kecewa. Marni benar-benar kecewa.
“Ibu mau istirahat, Pak. Ibu lelah,” lirihnya. Seolah “lelah” yang ia maksud tertuju pada batin.
Darmono membantu istrinya untuk berdiri, menyerahkan tongkat, kemudian memapah tubuh kurus itu menuju kamar. Sekali lagi tatapan tajamnya mengarah pada anaknya yang langsung menunduk takut. Dan lagi-lagi, Rini hanya bisa menangis pilu, menyesali semua yang telah terjadi.
.
Usianya belum genap 15 tahun. Baru berkenalan dengan masa puber. Sedang rajin-rajinnya curhat dengan teman-teman sekolahnya. Bahkan sesekali masih bermanja-manja pada sang ibu. Namun, semua itu kini harus Rini kubur dalam-dalam.
Rini bukan siswi populer, tidak pula memiliki prestasi gemilang. Tapi ia begitu disukai teman-teman, sebab sikapnya yang ceria.
Sebagai anak remaja perempuan, Rini terbilang manis. Tak jarang beberapa siswa seangkatan maupun kakak kelas mendekatinya. Sekadar menyatakan, “Mau jadi pacar aku nggak, Rin?”
Tapi berulang kali pula, gadis itu menolak. “Aku nggak mau pacaran dulu.” Begitu ia tegaskan pada mereka yang selalu mendekatinya.
Hingga suatu ketika, sekitar enam bulan lalu, Rini berubah. Ia yang selalu ceria, kini tak lagi tersenyum. Binar matanya semakin hari tampak semakin redup. Teman-teman yang selalu mengelilinginya pun, ia hindari.
Sesuatu telah menjungkirbalikkan hidup Rini!
Di rumah pun tak jauh beda, ia lebih banyak mengurung diri dalam kamar. Sesekali keluar jika harus mengurus sang ibu yang sakit-sakitan.
Ya, karena stroke dan sakit jantung, tubuh Marni menjadi amat lemah, bahkan nyaris lumpuh. Jangankan mengerjakan pekerjaan rumah sebagaimana mestinya tugas seorang ibu rumah tangga, melayani suaminya pun, kadang ia kepayahan.
Dan pada akhirnya, yang disembunyikan pun perlahan terkuak! Rini yang mengalami gejala hamil muda, mulai membuat Marni curiga. Saat kepergok muntah-muntah di kamar mandi, ia selalu berkilah, “Rini cuman masuk angin, Bu. Besok juga sembuh.”
Namun, ibunya yang lebih berpengalaman tentu tak percaya begitu saja. Terlebih, ketika dengan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan dada anak gadisnya jauh lebih berisi. Terutama melihat perut Rini yang sedikit menyembul, Marni pun mengambil kesimpulan.
Kini, tak ada lagi yang bisa Rini sampaikan, selain mengakui bahwa ia memang tengah mengandung. Hanya itu.
.
Kijang merah itu membelah jalanan, menuju sebuah tempat sunyi yang dikepung pegunungan.
Rini duduk di sebelah kursi kemudi. Kepalanya tertuju pada sisi jendela, tapi pikirannya hampa. Matanya yang bengkak masih terus bercucur kepedihan. Betapa hancur hatinya mengingat sang ibu yang tak mau bicara sepatah kata pun, ketika dirinya tadi pamit. Bahkan Marni tak mau keluar dari kamar setelah berulang kali Rini menggedor pintu.
Rini paham, ibunya sangat amat kecewa hingga tak sudi menemuinya. Tapi yang ia sesali, ia tak bisa mengatakan seluruh kebenaran pada wanita yang telah melahirkannya. Juga pada dunia.
Gadis itu pasrah. Tak ada lagi yang sanggup ia lakukan selain membiarkan Tuhan melucuti lentera hidupnya yang tak lagi berselera.
Sementara Darmono, sesekali melirik anak perempuannya dari balik kursi kemudi. Seraya memegang setir, bibirnya terus saja mengisap tembakau yang entah sudah berapa batang dibakar selama perjalanan.
“Kalau ada apa-apa di sana, kamu telepon saja Bapak.” Akhirnya sang ayah memutus keheningan. Tingkahnya begitu tenang, seolah tak terjadi apa-apa.
“Sepertinya, Bapak bakal sering ‘nengokin’ kamu. Jadi urus diri kamu baik-baik.” Seringai tipis terbentuk dari ujung bibir lelaki paruh baya itu.
Tiba-tiba wajah Rini berubah pias. Bibirnya bergetar. Tubuhnya pun menggigil. Ia remas kedua tangannya yang membeku.
Lalu, sang ayah mendesis—serupa desisan ular berbisa di telinga Rini.
“Sudah Bapak bilang dari dulu, sebaiknya kamu menggugurkannya, tapi kamu malah tidak mau! Sekarang, mau tidak mau, kamu harus nurut apa kata Bapak. Ingat, kamu tidak ingin ada apa-apa dengan ibumu, kan?” Lelaki itu berdehem, “jadi, cukup kita saja yang tau siapa bapak dari anakmu.”
End
Diubah oleh MomieMoy 27-04-2020 03:24
kubelti3 dan 42 lainnya memberi reputasi
43
1.4K
19
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan