husnamutiaAvatar border
TS
husnamutia
Rumah Tusuk Sate
Mitos dan Cerita Tentang Keangkeran Rumah Tusuk Sate



Hai agan, sista, apa kabar emoticon-Menang

Kali ini ane ingin cerita sedikit pengalaman ane pas pindah ke rumah sewaan ane yang baru daerah Cikarang tepatnya.

Sebelum ane pindah, warga sekitar sini banyak cerita bahwa rumah yang akan ane sewa, ada yang nunggu. Pas ketemu yang punya rumah, kita nanyain karena kebetulan teman sendiri.

"Gak papa, ane jamin gak ganggu," katanya.

Lah biarpun dijamin pakai garansi jelas, takut itu ada, tapi sewanya murah gan, sist. Tetep milihlah.

Ternyata kejadian juga, anak ane yang liat. Dari kejadian itu, ya akhirnya kita konsultasi ke ahli (bukan dukun) tapi gak diusir makhluknya, katanya biar jadi tetangga saling rukun hidup tenang di alam masing-masing.

Ane dikasih semacam biji angke warna merah+garem untuk taburan saat ngepel lantai. Setelah itu gak pernah kejadian lagi sih.

Berikut ini, ane tulis ceritanya, tapi bukan cerita ane asli tepatnya tetangga ane yang konsultasi bareng ane waktu itu.



Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, suamiku membuka pintu yang masih terkunci. Kemudian mempersilahkan aku dan anak-anak masuk ke dalam.

"Ini rumah baru kita," ucapnya sambil tersenyum lebar.

Aku hanya tersenyum tipis, keraguan ini masih tersimpan rapi di hati. Namun aku tak bisa menolak keadaan. Mencari rumah baru hanya dalam waktu dua minggu bukanlah hal yang mudah. Terpaksa menerima rumah ini sebagai tempat tinggal baru satu-satunya pilihan.

Aroma melati menyeruak seketika seiring tengkukku yang terasa dingin. Terdengar ayam jago berkokok dari rumah seberang jalan, padahal hari menjelang Isya.

"Tuh kode," ucapku sambil melirik suami yang sedang asyik merapikan tempat tidur.
"Untung Melati yang kecium," timpalku lagi.

"Mungkin ingin kenalan sama kita, Bu," jawab suamiku santai.

Biasanya aku tak pernah ambil pusing tinggal di mana, asalkan kumpul bersama suami dan anak-anak itu lebih dari cukup. Namun, kali ini berbeda. Rumah tusuk sate yang kosong dua tahun, membuatku merasa enggan. Terlebih lagi rumor yang beredar di warga sekitar. Ahh, seandainya aku tak mendengar kabar burung tentang penghuni pohon Nangka depan rumah ini.

*****

Dua minggu sudah kami tinggal di sini. Setelah seminggu kemarin suamiku masuk pagi, kini giliran masuk malam. Letaka rumah tepat di pertigaan jalan atau sering disebut tusuk sate, membuat pikiranku tak tenang. Ada rasa takut bersemayam, membayangi setiap gerak-geriku di rumah ini. Ingin rasanya menolak mitos itu, tetapi setiap kali wangi melati menyeruak membuat nyaliku menciut juga.

"Pa, bisa gak ijin saja malam ini?"

"Bu, jangan aneh-anehlah. Kita tinggal di sini bukan sehari, dua hari! Masa iya mau cuti kerja hanya gara-gara ibu takut dengan hal-hal yang belum jelas."

"Tapi, Pak, Ibu gak biasa-biasanya merasa seperti ini. Di rumah ini, hawanya aja udah beda."

"Itu karena ibu terlalu mikir aneh-aneh. Udah yang begituan gak usah dipikirin. Bapak berangkat kerja dulu, baik-baik di rumah."

Meski aku merajuk, suami tetap berangkat kerja. Beruntung anakku telah tidur.

Aku mengambil sebotol air putih dan menyimpannya di kamar, agar tidak bolak-balik ke dapur saat haus. Kemudian menarik selimut dan tidur memeluk bayiku.

Sekeras apa pun mencoba untuk tidur, mata dan tubuh ini tetap terjaga. Seiring malam yang semakin larut rasa takut kian menjadi. Terlebih suara angin kencang di luar membuat jantungku berdetak lebih cepat.

Meski rasa takut menguasai, tetapi rasa penasaran membuatku mendekat ke jendela dan mebuka tirainya. Anehnya, di luar terlihat lengang, saat mataku menangkap bayangan putih di pohon Nangka ....



"Astaghfirullah ... " reflek menutup tirai jendela saat melihat bayangan putih di atas pohon mangga. Dan kembali meringkuk di samping anakku sambil terus membaca Ayat kursi sebisanya. Hingga rasa takut, lelah dan kantuk tanpa sadar membuatku terlelap.

Rasanya baru sekejap mata ini terpejam, aku kembali terjaga saat tangisan bayiku mengusik kesadaran. Jarum jam dinding telah menunjuk angka dua. Tak tersa tiga jam lamanya tertidur.

"Hayo, De, nen ..."
Aku berusaha menyusui bayiku yang berumur delapan bulan. Namun ia seakan tak menginginkannya. Ia tetap menangis, matanya terus melihat ke atas sementara tak ada air mata yang keluar.

Membaca shalawat serta ayat-ayat yang kuhafal seakan tiada gunanya. Menyesal dulu sering kabur saat mengaji. Kini tersa, apa yang kubaca hanya pepesan kosong, tanpa ilmu, semua tiada guna.

Perlahan anakku mulai tenang, seiring Adzan shubuh berkumandang. Aku nyaris menangis lega, melihat anakku terlelap tidur.

Aku tak tahu apa yang harus dilakukan, jika suami masih tak percaya dengan teror yang kualami di rumah ini. Sementara untuk pindah lagi, juga tak mungkin. Kami telah membayar sewa untuk setahun ke depan.

Saat ini aku hanya bisa menunggu suamiku pulang, dan menceritakan apa yang terjadi. Semoga, ia percaya dan menemukan solusinya.

Tamat.

Note: Kisah ini ditulis berdasarkan kisah nyata tetangga sekaligus teman. Dengan sedikit bumbu fiksi.

Rumah tusuk sate adalah rumah yang terletak di tengah jalur pertigaan. Sehingga membuat jalan tampak seperti jalan buntu.
Meski ini hanya mitos. Namun ternyata hal ini mebuat harganya turun di pasaran. Itu artinya, mitos ini masih dipercayai masyarakat.
Perlu diketahui Agan, Sista, pohon Nangka juga termasuk dari salah satu daftar pohon yang sering dihuni Kuntilanak.
Percaya atau tidak, semua kembali pribadi masing-masing.
Mau beli rumah tusuk sate?

Sumber tulisan dan gambar
1
2

Terima kasih sudah mampir
[/JUSTIFY]
Diubah oleh husnamutia 25-06-2020 12:57
infinitesoul
pakolihakbar
bintangtsurayya
bintangtsurayya dan 25 lainnya memberi reputasi
24
11K
102
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan