rens09Avatar border
TS
rens09
Perjalanan Terhoror di Alas Roban


Perjalanan Malam Tak Terlupakan


Riri terpaksa mudik lebih awal, dua minggu sebelum puasa, bersama bapaknya dengan kendaraan roda dua. Meskipun berangkat sore, perjalanan Pekalongan - Yogyakarta tidak pernah sepi. Terlebih jika masuk Alas Robandi daerah Batang. Sebenarnya Riri sudah merasa tidak enak, semacam feeling. Namun tak mungkin ia menolak perintah ayahnya.

Motor matic itu melaju dengan kecepatan sedang. Sempat mengalami kebanan atau ban bocor, mereka pun terpaksa berhenti mencari tambal ban. Waktu pun semakin bergulir, tak terasa maghrib berlalu dengan cepat.

Sekitar pukul 21.00 mereka memasuki wilayah Alas Roban. Beberapa kali Riri merinding dan terus memanjatkan doa dalam hatinya. Bapak Riri masih mengendarai dengan tenang. Satu per satu kendaraan mendahului motor mereka. Entah mengapa, semakin lama semakin sepi dan jalan yang dilalui terasa semakin jauh tak berujung dengan kelak kelok yang tak ada habisnya.

Sekitar satu jam lamanya, perjalanan membelah bukit itu tak menuju ke titik ramai. Perut Riri mulai berbunyi, tanda lapar melanda. Entah apa yang dipikirkan bapaknya waktu itu, yang jelas, bapak hanya menjalankan motor sesuai jalur jalan.

Telihat dari kejauhan, ada warung remang-remang di pinggir jalan. Lampu berwarna orange menerangi warung itu. Terlihat ada dua pengunjung di sana. Bapak Riri sengaja menepi dan mengajak Riri makan terlebih dahulu.

Antara senang dengan adanya warung bisa menyantap makanan atau takut melihat warung di tengah sepinya jalan seperti ini. Riri memegang erat tangan bapaknya.

Pemilik warung muncul, seorang lelaki tua sekitar usia tujuh puluh tahun, lebih pantas dipanggil kakek. Beliau memakai sarung, kaos coklat muda dan pecis. Bapak bertanya, "Assalamualaikum, ada makanan apa, Pak? Sama minuman."

Lelaki tua itu menjawab dengan singkat, "Walaikumsallam. Ada gorengan, teh, kopi." sambil beberapa kali melirik ke arah dua pelanggan yang masih duduk di kursi panjang berbahan kayu.

"Saya pesan satu kopi dan satu teh hangat, Pak. Kalau ada nasi seperti orang itu, kami mau. Tapi jika habis, gorengan tidak apa." Bapak melanjutkan memesan makanan.


Kakek itu lantas masuk ke warung beberapa saat dan keluar bersama nampan berisi pesanan bapaknya Riri. Riri sempat menengok ke arah dua pemuda yang sudah menghabiskan makanannya, rasa merinding itu pun kembali melanda. Pemuda itu berdiri, membayar sejumlah uang kepada kakek penjual, lalu pergi begitu saja.

Riri menatap bapaknya, seolah ingin mengisyaratkan semua keganjilan yang dia rasakan. Bapak meminum kopi itu namun tidak habis, sedangkan Riri tidak berani menyentuh teh maupun gorengan yang berada di hadapannya.


Quote:



Riri pun seperti terhipnotis, seketika meminum teh hangat dan gorengan itu. Bapak juga menghabiskan pesanannya. Setelah itu, Bapak Riri membayar kepada kakek sambil menanyakan arah.

Kakek itu menunjukkan arah sambil berpesan, "Nak jangan berhenti lagi ya di jalan. Lurus saja nanti belok kanan ada jalan turun dan mulai masuk desa warga. Melihat apapun jangan berhenti lagi."


Bapak mengangguk paham dengan pesan kakek itu. Bapak dan Riri kembali melanjutkan perjalanan. Sempat Bapak menengok spion, melihat ke arah warung kakek tadi, namun sangat aneh! Terlihat hanya gelap di kaca spion motor Bapak. Tidak ada lampu remang-remang warung tadi. Bapak beristighfar dalam hati dan melanjutkan perjalanan sesuai pesan kakek tadi.

Lima menit kemudian, Bapak melihat dua pemuda yang tadi di warung, sedang duduk di pinggir jalan sambil melambai-lambaikan tangan ke arah motor Bapak. Ingat dengan perkataan kakek tadi, Bapak tidak berhenti. Motor tetap melaju dengan kecepatan sedang.

Lima menit kemudian, Bapak melihat dua pemuda itu lagi dengan posisi sama dan melambai-lambaikan tangan ke arah motor. Riri seketika memeluk erat Bapaknya. Seakan sudah paham situasi hororsaat itu. Bapak tetap melaju dan tak berhenti.

Beberapa saat kemudia ada jalan belok ke kanan, lalu jalanan mulai menurun seperti yang kakek itu katakan, lampu rumah warga mulai terlihat dari kejauhan. Alhamdulilah


Meskipun sampai di Yogyakarta sekitar pukul 01.00 Bapak dan Riri sangat bersyukur bisa sampai di rumah dengan selamat. Usut punya usut, warung remang-remang tempat mereka berhenti bukanlah milik manusia. Melainkan penunggu di Alas Roban.

Entah kopi, teh dan gorengan yang mereka santap dari bahan apa, yang jelas seorang kawan Bapak menjelaskan bahwa nasi yang di makan pemuda itu pertanda mereka penghuni Alas Roban. Dua pemuda itu merupakan korban kecelakaan yang meninggal di sana. Arwahnya sering menyesatkan dan mengganggu pengendara yang melintas, seakan mencari teman.

Bapak dan Riri tak henti-hentinya bersyukur. Lepas dari kemungkinan tersesat atau kecelakaan berkat bantuan kakek warung itu. Mungkin karena Bapak mengucapkan salam saat pertama memulai percakapan, membuat kakek itu berbaik hati memberi petunjuk.

Setelah itu, meskipun pagi atau siang ketika Bapak dan Riri melintas di Alas Roban, tak pernah ditemukan wujud warung misterius milik kakek itu. Memang sejak peristiwa itu, mereka tidak berani melakukan perjalanan sore atau malam hari melewati Alas Roban.


emoticon-Takutemoticon-Takut emoticon-Takut


Sekian Tread dari Ane. Jangan lupa cendolnya Gan Sis!
Punya pengalaman yang sama? Komentar yuk!


emoticon-Takutemoticon-Takut emoticon-Takut


Belajar Bersama Bisa
embunsuci
pulaukapok
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 18 lainnya memberi reputasi
19
6.1K
39
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan