KatakhoiAvatar border
TS
Katakhoi
Jeritan Malam di Batu Pengantin


Quote:



"Tepat setiap malam jumat, kedua batu itu selalu saling mendekat," ucap salah satu warga yang tempat tinggalnya tidak jauh dari jarak batu pengantin itu.

Obrolan kami masih tersambung hingga matahari seperti akan berpulang diri. Desiran angin laut beserta gemuruh ombak menjadi pengiring obrolan kami waktu itu. Sesekali sembari melanjutkan cerita, kami melihat ke tempat di mana batu pengantin itu berada. Jaraknya tidak jauh dari pesisir, kurang lebih sekitar 10 meter. Terlihat seperti batu biasa, pun ukurannya juga tidak terlalu begitu besar.

Mataku masih tertuju ke arah dua batu pengantin itu. Sedangkan orang yang berada di sampingku masih melanjutkan cerita tentang dua batu pengantin itu. Di sela-sela obrolan kami berdua, rasanya gemuruh ombak makin tak beraturan, ke tambah dengan ceritanya yang makin ke sini makin membuat bulu kudukku berdiri tegak.

"Apalagi waktu malam itu, kejadiannya sekitar satu tahun yang lalu dan tepat sekali waktu itu pas malam jumat," lanjut seseorang yang sedari tadi berada di sampingku.

Seketika aku semakin penasaran dan mulai semakin merinding.

"Ada apa, Bu? Ada kejadian apa waktu malam itu?" tanyaku dengan begitu cepat.

"Kalau melihat dua batu pengantin itu saling mendekat itu sudah menjadi hal wajar bagi saya, tapi kalau mendengar jeritan malam, mungkin lebih tepatnya seperti jeritan seorang perempuan--"

"Jeritan seorang perempuan?" sanggahku dengan pertanyaan.

"Iya, waktu tengah malam itu saya terbangun dengan suara jeritan seorang perempuan. Seperti sedang menjerit juga sedang menangis. Akhirnya saya bangun lalu keluar lah karena saya penasaran, tapi ketika tengah malam itu saya tidak mendapati seorang pun yang berada di luar rumah, akhirnya saya membangunkan suami saya dan mencoba mencari keberadaan jeritan itu."

"Lalu apa yang terjadi, Bu?" tanyaku yang ke sekian kalinya.

Kulihat sorot kedua matanya tertuju lurus pada dua batu pengantin itu. Matanya mulai berkaca-kaca, seperti ada kesakitan yang sedang ia tahan.

"Lalu kami pun bergegas mencari keberadaan jeritan itu. Saya lihat ke arah pantai ternyata dua batu pengantin itu sudah saling mendekat, tapi suara jeritan itu masih belum jelas arahnya dari mana. Akhirnya suami saya berjalan ke arah pantai dan saya mengikutinya dari belakang."

Tiba-tiba air matanya menetas begitu saja. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang sudah terjadi.

"Ketika tiba di pesisir pantai, jeritan itu semakin terdengar begitu jelas. Di situ rasanya saya begitu merinding tapi suami saya masih penasaran dengan suara jeritan malam itu. Bahkan, bisa dikatakan mungkin suami saya terhipnotis oleh jeritan itu. 'Ayo, pak pulang saja. Ini sudah larut malam, ibu takut' berulang kali saya membujuk suami tapi beliau seperti tidak mendengarkan ucapan saya."

"Lalu apa yang terjadi dengan suami, Ibu? Apa yang terjadi selanjutnya?"

Matanya yang berkaca-kaca tiba-tiba melihat ke arahku, "Malam itu suami saya hampir saya terbawa arus ombak yang begitu besar. Tidak biasanya arus ombak sebesar itu. Saya juga merasa aneh dan kaget kenapa bisa tiba-tiba arus ombak seperti ingin membawa suami saya ke tengah laut. Bayangkan di situ tengah malam, suasana yang gelap gulita, dan orang-orang pasti sedang tertidur pulasnya."

Rasanya aku semakin merinding sembari sesekali melihat ke arah batu pengantin itu. Seketika aku terbayang, mungkin bagi mereka yang mempunyai kelebihan indra keenam bisa melihat hantu apa yang berada di baru pengantin itu.

"Saya juga kurang tahu kenapa tiba-tiba suami saya seperti ada yang menarik badannya dan terjun ke pantai. Di situ saya benar-benar kaget dan gak tau harus berbuat apa. Sementara suami saya sudah mulai terbawa arus ombak sembari menjerit minta tolong."

"Lagi pada ngapain nih?" Tiba-tiba datang seseorang dari arah belakang yang mengagetkan kami berdua.

Ternyata orang itu adalah seseorang yang sedang kami perbincangkan. Kulihat ke arah ibu itu, ia seperti sedang berusaha untuk mengusap air matanya. Mungkin ia tidak ingin terlihat sedang menangis di depan suaminya.

"Gak lagi ngapa-ngapain, Pak. Kita cuma sedang ngobrol biasa aja."

"Ah, masa itu matanya kelihatan kayak yang udah nangis," sindir bapak itu sembari mengambil bagian duduk di pinggir istrinya.

"Tadi kami sedang ngobrolin tentang dua batu pengantin itu, Pak," jawabku dengan hati-hati.

"Batu pengantin? Ibu menceritakannya?" tanya bapak itu sembari melihat ke arah istrinya.

"Mmm, iya tadi ibu menceritakan tentang jeritan malam waktu kejadian malam jumat itu."

"Owalah, tentang jeritan malam itu. Iya betul waktu itu kami mendengar dengan begitu jelas jeritan seorang perempuan," timpal bapak itu.

"Lalu bagaimana ceritanya Bapak bisa lolos dari arus ombak ketika malam itu?"

Aku semakin penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Dan saat ini aku bisa mendengarnya langsung dari seseorang yang benar-benar mengalaminya.

"Waktu itu memang rasanya seperti ada yang menarik badan saya untuk tercebur ke pantai dan saya semakin terbawa arus ombak. Untungnya di situ saya langsung teringat kepada Allah sambil berteriak minta tolong, sementara di situ saya lihat istri saya kebingungan harus apa. Karena tidak seorang pun yang memberi bantuan, akhirnya ibu ikutan nyebur ke pantai untuk menyelamatkan saya."

Kulihat sorot matanya yang berulang kali melihat ke arah dua batu pengantin itu. Matanya tidak berkaca-kaca, hanya saja dari suaranya terdengar seperti sedang menahan kesakitan juga.

"Dan alhamdulillah akhirnya kami berdua bisa selamat. Setelah kami berhasil menyelamatkan diri dan berusaha untuk menjauhi pesisir pantai, di situ kami tidak lagi mendengar jeritan perempuan itu lagi. Tapi dua batu pengantin itu masih saling berdekatan."

"Sebelumnya ibu mikir kita bakalan mati sama-sama, Pak."

"Wusss, jangan ngomong gitu, Bu."

"Jadi di situ Bapak dan Ibu mengira bahwa jeritan waktu malam itu berasal dari dua batu pengantin itu?"

"Iya, Nak. Karena ternyata sebenarnya tidak hanya kami berdua saja yang pernah mendengar jeritan seorang perempuan ketika setiap malam jumat itu. Warga-warga yang lain juga pernah mendengarkannya."

"Duh, lumayan seram juga ternyata ya, Pak," ucapku sembari mengusap leher bagian belakangku.

"Tapi meskipun begitu yang penting kita tidak mengganggunya saja dan selalu ingat pada yang maha kuasa. Insya allah kita akan baik-baik saja."

"Oh, iya, Pak. Ngomong-ngomong kenapa dua batu itu dinamakan batu pengantin ya, Pak?"

Dari awal perbincangan saya dengan istrinya, saya lupa untuk menanyakan hal tersebut. Dan tiba-tiba teringat ketika obrolan kami sudah begitu jauh.

"Konon katanya dulu ada sepasang pengantin yang beberapa hari lagi mau menikah. Orang-orang sini percaya kalau sepasang pengantin yang mau nikah itu dilarang ke mana-mana, soalnya biasanya terjadi hal yang tidak diinginkan. Namun, pasangan itu tidak mendengarkan apa kata orang tuanya. Mereka malah main ke pantai minajaya ini dan berenang bersama. Entah bagaimana ceritanya, akhirnya mereka terbawa arus ombak dan meninggal dua-duanya. Setelah satu bulan kemudian dua batu itu muncul dan terlihat oleh warga di sini. Seperti itulah ceritanya mengapa dua batu itu dinamakan batu pengantin," jelas Bapak itu dengan begitu rinci.

"Owalah, seperti itu toh, Pak. Miris juga ya ceritanya."

"Ya seperti itulah, Nak. Sampai sekarang orang-orang di sini tidak berani keluar saat ada jeritan seorang perempuan lagi. Kami lebih memilih diam saja daripada nantinya ada sesuatu yang engga-engga," jawab Bapak itu sembari melihat ke arah matahari.

Rupanya azan magrib sudah mulai berkumandang dan senja pun seolah akan tertelan gelapnya malam.

"Sudah azan magrib, Nak. Belum diminta pulang sama orang tua?" tanya Ibu itu yang sedari tadi menyimak obrolan kami.

"Oh, iya, Bu. Ya udah kalau gitu terima kasih ya, Bu, Pak atas waktunya. Maaf juga saya sudah mengganggu."

Ada begitu banyak hikmah yang kuambil dari cerita dua batu pengantin itu. Termasuk salah satunya mungkin harus menuruti apa yang orang tua bilang tentang larangan yang akan menyebabkan kecelakaan bagi diri sendiri. Sebelum beranjak dari saung kecil tempat kami berbincang, kulihat untuk yang terakhir kali dua batu pengantin itu. Masih terlihat seperti batu-batu biasanya, hanya saja memang auranya begitu berbeda daripada batu-batu lain yang ada di pantai itu.

Karya: imajinasi sendiri
Sumber gambar:
Di sini
pulaukapok
senja87
aldebaranlp
aldebaranlp dan 20 lainnya memberi reputasi
21
3K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan