FootballStoryAvatar border
TS
FootballStory
Menapaki Jejak Emas dari Tim Semenjana Asal Negeri Tiga Singa

Cerita pertama datang dari kota Lanchasire yakni Blackburn Rovers yang tampil sebagai tim kuda hitam dan diakhir musim mampu mengnagkat trofi Premier League di musim 94/95 yang santer ditelinga footballovers di seluruh dunia. Mereka kala itu ditangani oleh Kenny Dalglish mampu menjadi juara PL tepat di jornada terakhir liga, mereka yang kala itu masih diperkuat nama nama besar seperti Colin Hendry, Tim Sherwood, Alan Shearer, dan Chris Sutton mampu menghentikan dominasi MU yang dalam dua musim terakhir menguasai liga teratas Inggris. Anfield 14 Mei 1995, merupakan tempat dimana ditentukannya Blackburn keluar sebagai juara, kala itu The Rovers kalah 2-1 oleh tuan rumah kesedihan nampak dikubu Blackburn dan supporternya namun selang beberapa menit terdengar kabar West Ham mampu menahan MU dengan hasil imbang 1-1, kesedihan di Anfield berubah menjadi sukacita bersama. Sepanjang musim 94/95 dalam 42 match Blackburn mencatatkan 27 kemenangan, 8 seri, dan 7 kekalahan, mereka berhasil mencetak 80 gol dan hanya 39 kali kebobolan serta unggul 1 poin dari United. Yang menarik adalah The Rovers sepanjang perjalanan mereka di liga mereka kalah 2x dari Setan Merah yang menjadi pesaing terkuatnya kala itu, mereka kalah 4-2 dan 0-1.

Konsisten adalah kunci mereka menjuarai liga, tentu sangat sensasional apalagi mereka adalah tim kedua setelah MU yang mampu menjuarai liga dengan era Premier League. Nama yang tidak boleh dilupakan tentu saja Jack Walker karena ia adalah pengusaha kaya yang menjadi fans fanatik Blackburn lalu membeli saham kepemilikan Blackburn Rovers pada 1991. 92/93 bisa dibilang awal masa jaya Blackburn pasalnya kala itu Walker yang sudah mendatangkan Dalglish memberi kebebasan pada legenda Liverpool tersebut untuk belanja pemain pemain bintang. Kesempatan itu dimanfaat Dalglish dengan mendatangkan Alan Shearer dari Soton, Tim Sherwood dengan menjadikannya kapten. Juara liga 94/95 baru tersemat saat mereka melakukan hal yang sama saat musim 92/93, mereka lagi lagi belanja besar pemain pemain ternama seperti Chris Sutton dari Norwich, kehadiran Sutton menjadikan lini depan Rovers menggila duetnya bersama Shearer menjadi momok menakutkan bagi barisan pertahanan di PL, alhasil keduanya mencatatkan 49 gol dengan Shearer mencetak 34 gol sekaliagus membuat dirinya merengkuh penghargaan Golden Boot, dan Sutton mencetak 15 gol.

Berkat juara PL mereka berhasil tampil di UCL di musim 95/96 mereka bergabung di grup B bersama Rosenborg, Spartak Moscow, dan Legie Warsaw. Melihat nama nama pesaing mereka di grup seharusnya peluang mereka lolos ke babak 16 besar terbilang sangat besar apalagi squad Rovers kala itu tidak jauh berbeda di musim sebelumnya. Namun nasib berkata lain UCL justru menjadi beban bagi mereka, Rovers duduk di posisi juru kunci dengan memperoleh 1 kali menang dan 1 kali imbang. Trofi PL 94/95 tinggal kenangan bagi The Rovers karena hingga saat ini mereka pun masih kesulitan sekalipun hanya memasukki zona playoff ke Premier Leaague.

Cerita kedua datang dari satu klub yang cukup menarik untuk dibicarakan yaitu Fulham, bermarkas di stadion tua Craven Cottage yang dibangun pada 1894, tim ini merupakan kebanggaan warga London Barat disamping klub Chelsea karena jarak keduanya hanya dibatasi satu rute bis kota saja. Stadion mereka sendiri Craven Cottage memilik bentuk nan unik stadion ini dihiasi pintu pintu tua terbuat dari kayu tua didominasi warna putih, hitam, serta merah bata. Selain keunikan stadionnya Fulham juga pernah memiliki catatan emas yang mereka torehkan di sepakbola modern, mungkin tidak banyak yang tau karena sekarang mereka hanya bermain di Divisi Championship, kala itu Fulham mampu mencapai final UEL 2009/10 saat dibesut oleh pelatih kawakan Roy Hodgson. Dikalahkan dengan skor tipis 2-1 oleh Atletico Madrid, pencapaian tersebut tentu menggegerkan jagat sepakbola pasalnya hingga pekan terakhir mereka hanya bisa menempati posisi 12 klasemen PL.
Petualangan Fulham hingga bisa mencapai final UEL dimulai pada babak kualifikasi 3, kemenangan mereka dapat kala berhasil mendapat agregat 6-0 dari perwakilan Lithuania, Vetra. Dibabak playoff mereka unggul agregat 3-2 dari wakil Rusia walaupun harus menyerah 1-0 di leg sebelumnya. Di babak grup baru terlihat cara kerja Fulham bak mesin yang lama tidak dipakai, butuh waktu lama untuk memanaskan mesin tersebut setelah itu baru bisa melesat sejauh mungkin. Dari total 6 laga babak grup penampilan Fulham tidak meyakinkan, mereka hanya memetik 3 kemanangan, 2 imbang, dan 1x menyerah pada serigala roma. Lanjut ke babak 32 besar langkah Fulham semakin berat kala harus menaklukkan sang juara bertahan UEL, Shaktar Donetsk namun dari dua leg Fulham berhasil mengantongi agregat 3-2. Langkah dibabak 16 besar semakin berat dan banyak yang memprediksi kehancuran Fulham di UEL, namun anak asuh Roy Hodgson mampu membungkam itu semua dan menjadi kejutan besar yang kemudian mulai menjadi perbincangan khalayak ramai adalah ketika Fulham berhasil mempecundangi langganan juara Serie A Juventus dengan agregat tipis 5-4.

Juventus menang mudah di Turin dengan skor 3-1, ditambah Trezeguet mencetak gol cepat kala bertandang ke London agregat sementara 4-1 membuat Cannavaro CS merasa perempat final sudah ditangan. Namun mereka lupa Fulham adalah tim Inggris yang identik dengan permainan keras sekeras tekad untuk lolos ke perempat final, misi sulit mulai dijalankan Clint Dempsey dkk, alhasil mereka berhasil mengimbangi agregat 4-4 dan diakhiri dengan epic comeback lewat tendangan chip Clint Dempsey dimenit 82. Banyak yang berpendapat bahwa apa yang didapat oleh Juve tidak sesuai karena Juve mendapati 2 pemainnya dikartu merah dalam pertandingan tersebut salah satunya yakni Fabio Cannavaro, bagaimanapun Fulham tetap tampil begitu garang. Pertandingan kontra Juventus memang layak diabadikan pasalnya itu adalah sebuah tanda bahwa Fulham pernah begitu perkasa di kompetisi eropa dan sekali lagi ini menjadi dongeng ajaib di Craven Cottage.

Lanjut kebabak perempat final Fulham cukup mudah sapu bersih 2 kemenangan melawan VFL Wolfsburg. Di semifinal Fulham harus sedikit berjuang efek dari drop fisik karena perjalanan darat selama sekitar 17 jam saat bertandang ke Hamburg SV, hal ini terpaksa dilakukan karena saat itu jadwal penerbangan terganggu akibat meletusnya gunung berapi di Islandia. Hodgson mengaku pesimis, namun ia selalu meyakinkan anak asuhnya untuk tetap berjuang. Bermain imbang di Jerman, Fulham tak mau tingga diam kala harus tampil dirumah mereka, Craven Cottage. Mereka berhasil menang 2-1 sekaligus mengusir 2 wakil Jerman di 2 putaran yang berbeda.

Langkah emas Fulham terhenti kala harus menyerah pada Atletico di Hamburg Arena, Diego Forlan menjadi bintang saat itu dengan mencetak brace kegawang Mark Schwarzer. Tapi bagaimanapun squad Fulham dimusim tersebut patut diberi applause. Nama nama squad Fulham dimasa itu mungkin terdengar asing namun ini adalah legenda yang tidak boleh dilupakan. Mark Schwarzer (KIPER), Chris Baird; Brede Hangeland; Aaron Hughes; Paul Konchesky (BEK), Dickson Etuhu; Danny Murphy (LINI TENGAH), Damien Duff; Simon Davies (SISI SAYAP), Clint Dempsey (SECOND STRIKER), Bobby Zamora (STRIKER).
milktoasthoney
nona212
tien212700
tien212700 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
3K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan