fanya06Avatar border
TS
fanya06
Rumah Kematian
Rumah Kematian Part 1
Cerita Bersambung



Rintik-rintik hujan mulai jatuh satu persatu menghempas tanah hitam. Sesekali kilatan petir menyambar menggelegar. Anita berjalan tergesa-gesa sambil memegang perutnya yang membuncit. Semakin lama hujan turun semakin deras, Anita menutupi kepalanya dengan kain yang ia ambil dari dalam tasnya. Sesekali ia mengelap tetesan hujan yang membasahi wajahnya, supaya pandangannya tidak terhalangi. Cahaya kilat yang menyambar menjadi satu-satunya penerang untuk menunjukkan jalannya.

'Bagaimana ini, hujan semakin deras. Aku tidak mungkin melanjutkan perjalanan. Aku bisa mati kedinginan ...,' lirihnya bimbang.

Sesekali Anita melihat sekeliling, gelap gulita. Hanya ada pohon-pohon besar, sepertinya ia sudah berada di tengah hutan. Anita menguatkan hatinya untuk meneruskan perjalanan, walaupun seluruh tubuhnya sudah basah. Tubuhnya menggigil, perutnya pun mulai terasa kram. Anita semakin ketakutan, berbagai pikiran buruk menghantui dirinya.

Perjalanannya terasa lebih panjang, waktu seperti berjalan sangat pelan. Telah jauh ia rasa melangkah memasuki hutan, tapi tidak juga ia menemukan rumah yang dicari.

"Apakah aku tersesat?" Anita berbicara lirih sambil melihat sekeliling.

Anita memastikan apa ia tersesat atau tidak. Akhirnya setelah sedikit lama berjalan, saat Anita mulai merasa lelah dan putus asa dibalik semak berimbun ia menemukan sebuah cahaya. Dengan semangat membara, ia melangkah melewati semak belukar itu dan menghampiri dari mana cahaya itu berasal. Setelah semakin dekat, nyatalah kalau cahaya itu berasal dari sebuah bangunan yang sedang ia cari.

"Apakah ini rumahnya?" batin Anita.

Ia semakin ragu, apakah itu rumah yang ia cari atau bukan. Tapi Bunda Rose bilang tak ada bangunan lain di hutan ini selain rumah penampungan wanita seperti dirinya. Walau ragu kakinya tetap melangkah mendekati rumah hingga ia tak sadar sudah sampai di halaman.

Kreek ...

Pelan, pintu rumah itu terbuka. Tak lama seorang wanita paruh baya keluar dari balik pintu. Tersenyum ramah memandang Anita.

"Sudah sampai? Kami telah menunggumu sejak tadi," ucap perempuan itu ramah. Lalu mempersilahkan Anita masuk.

Sampai di dalam rumah, Anita mengedarkan pandangan. Isi di dalam rumah itu tampak sederhana dengan lukisan-lukisan tua yang tergantung di dinding. Hanya saja rumah ini berbeda dengan suasana di luar rumah yang terlihat seram, berada didalamnya tampak begitu nyaman dan hangat.

"Sebentar saya ambilkan handuk," ucap wanita itu kemudian berlalu keluar ruangan.

Tidak lama perempuan itu muncul kembali dengan membawa handuk, dan secangkir teh hangat.

"Minum lah dulu. Lalu kau bisa membersihkan tubuhmu di dalam. Setelah itu, baru kita bertemu dengan Nyonya dan yang lain," ucap wanita itu masih dengan senyum yang ramah.

Setelah Anita mengganti pakaian, Anita dibawa ke sebuah ruangan. Di sana sudah berkumpul banyak orang. Ada banyak kursi di dalam ruangan yang luas itu. Beberapa wanita hamil tampak duduk dengan santainya. Di depan barisan wanita hamil, empat perempuan paruh baya berdiri dengan tegap memandang mereka. Anita melangkah hati-hati memasuki ruangan.

"Anita ..." panggil salah satu wanita hamil yang dikenalnya.

Anita tampak bahagia, karena di sana ada seseorang yang dikenalnya. Belum sempat Anita mendekati temannya, tangan kekar sudah menggandeng kedua lengannya. Tangan itu menarik tubuhnya ke sebuah ruangan gelap. Ia bingung, belum sempat menyeimbangkan tubuh para wanita itu melemparnya masuk ke dalam ruangan. Setelah menyesesuaikan pandangan, barulah ia melihat di depannya ada seorang wanita sedang duduk di balik meja kerja.

"Sudah sampai? Bagaimana perjalananmu? Apakah menyenangkan?" tanya perempuan itu tersenyum manis.

"Bunda Rose? Kenapa tak ada yang menjemputku? Aku begitu ketakutan. Di luar, gelap dan hujan lebat. Aku kedinginan," rintih Anita sambil melangkah mendekati Bunda Rose.

"Ssstt ... maaf, Nak. Suruhanku sudah menjemputmu. Tapi kau tak ada di sana. Tapi syukurlah kau sudah sampai di sini dengan selamat," ujar wanita itu, sambil memeluk Anita.

"Bagaimana bayimu? Apakah baik-baik saja? Mari kuperiksa." Bunda Rose mempersilahkan Anita tidur di ranjang yang sudah disediakan.

Anita berjalan tertatih menuju ranjang. Ia merasakan kram di perutnya sejak diperjalanan tadi. Ia menidurkan diri di ranjang, merasakan tangan Bunda Rose memeriksa perutnya.

"Aah ... bayimu sehat sekali."

"Berapa usia kandunganmu?" lanjutnya.

"Sudah enam bulan," jawan Anita.

Anita lalu turun, mengikuti arahan Bunda Rose menuju meja yang tak jauh letaknya dari ranjang.

"Aku tidak memaksamu untuk datang ke sini. Sebelumnya sudah kujelaskan dipertemuan awal. Tapi kamu pasti sudah memikirnya matang-matang bahwa memang tempat ini adalah tempat ternyaman untuk orang sepertimu," ucap Bunda Rose tangannya mengambil selembar kertas di bawah laci.

"Kamu boleh tanda tangani kertas ini,"

Disodorkannya kertas berisi catatan, Anita tak sempat membacanya ia langsung menandatangi kertas itu.

Setelah semua itu selesai, Anita diantar ke kamar untuk beristirahat. Di dalam ruangan itu terdapat lima orang wanita yang sedang hamil. Mereka tersenyum ramah, lalu memeluk Anita dengan penuh keramah tamahan.

Hanya salah satu yang tidak menyukai kedatangan Anita ke rumah itu. Mirna, seorang gadis yang berasal dari desa yang sama di mana Anita berasal. Gadis itu begitu terlihat sedih melihat Anita, bukan karena keadaannya yang sedang hamil tanpa suami. Namun, karena kedatangannya ke rumah itu.

Bersambung ....

andrerain5
nona212
tien212700
tien212700 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.2K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan