NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Kurang Jatah Proyek Deradikalisasi, NU Tolak Eks ISIS Pulang

Spoiler for Said:



Spoiler for Video:


Wacana pemulangan 660 WNI Eks ISIS masih menjadi perbincangan publik. Banyak pihak yang tidak inginkan WNI eks ISIS pulang ke tanah air. Tapi, mari kita ambil sudut pandang dari mereka yang tidak tahu menahu atau hanya terhasut serta tak menjadi kombatan ISIS di garis depan.

Seperti kisah Nada Fedulla, WNI Eks ISIS yang tak tahu dibawa ayahnya ke Suriah. Ia kini berada di Kamp Pengungsian al-Hol, Suriah Utara, wilayah yang berada di bawah kekuasaan Pasukan Demokratik Suriah (SDF).

Nada Fedulla dibawa ke Suriah tahun 2015 silam. Saat itu, ia masih duduk di bangku sekolah dan harus merelakan cita-citanya sebagai dokter. "Saat masih sekolah, saya bercita-cita menjadi dokter dan saya sangat senang belajar," kata Nada pada 4 Februari 2020.

Selain Nada, ayahnya turut membawa anggota keluarga yang lain, termasuk sang nenek.

Dengan ketidakjelasan nasibnya saat ini, Nada memiliki keinginan pulang ke Indonesia. Ia merasa lelah dengan kondisinya dan berharap kita rakyat Indonesia memaafkannya.

Sumber : Kompas[Kisah Nada Fedulla, WNI Eks ISIS yang Tak Tahu Dibawa Ayahnya ke Suriah]

Kisah Nada adalah salah satu dari banyak kisah WNI Eks ISIS lainnya yang terbang ke Suriah namun tak berada di garis depan dan ikut berada di sana atas keputusan orang tua atau suami. Terutama bagi perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu, apabila pemerintah ingin memulangkan WNI Eks ISIS, tentu latar belakang tiap WNI harus diketahui terlebih dahulu.

Pengamat terorisme Ridlwan habib mendorong pemerintah untuk memiliki data lengkap WNI Eks ISIS. "Jadi jelas (misalnya) Aishah anaknya ini, berapa usianya. Asal mana. Keluarganya dimana. Sehingga kemudian jelas memang Pemerintah punya database yang riil dan keluarga mereka di Indonesia juga terdeteksi," kata Ridlwan, pada Hari Minggu 9 Februari 2020.

Data yang diterima sementara, ada 47 WNI eks kombatan dan terduga teroris ISIS yang dipenjara. Maka sisanya sudah barang tentu adalah WNI biasa yang terhasut atau terpaksa ikut ke Suriah.

Dengan data yang lengkap, pemerintah bisa memetakan level ancaman dari masing-masing WNI eks ISIS. "Kita tahu, di sana yang sudah bisa belajar bom berapa. Atau jangan-jangan di sana cuma penjaga dapur. Yang pemasak buat kombatan. Level bahayanya. Kalau satu orang bisa merakit bom dibandingkan juru masak tentu lebih berbahaya yang bisa merangkai (bom)," imbuhnya.

Apalagi Ketua Komnas HAM Ahmad T. Damanik mengatakan, berdasarkan data general EU, dari 10.000 yang ada di kamp pengungsian, 67 persennya merupakan anak-anak berusia di bawah 12 tahun.

Sumber : Liputan 6 [Pemerintah Diminta Punya Data Eks Kombatan ISIS Asal Indonesia]

Berdasarkan paparan tersebut, maka ada sekitar 613 WNI yang bukan merupakan kombatan ISIS. Mereka sebaiknya dikarantina, sementara 47 WNI Eks ISIS berstatus tahanan harus dikaji lagi apakah ikut dikarantina di Indonesia atau nantinya dibiarkan dibawa ke Guantanamo.

Hal serupa diungkapkan oleh Anggota Komisi III Arsul Sani. Ia mengimbau kepada pemerintah sebaiknya WNI Eks ISIS tidak dibiarkan langsung kembali pada keluarganya masing-masing. Perlu adanya program karantina untuk memastikan mereka semua benar-beanar bersih setibanya di Indonesia.

Sumber : Inews [WNI Eks ISIS Kembali ke Indonesia Dinilai Perlu Dikarantina untuk Proses Deradikalisasi]

Tentunya apabila nantinya pemerintah memutuskan untuk melakukan karantina maka program deradikalisasi amat penting guna membersihkan WNI Eks ISIS dari ideologi yang tertanam selama berada di dalam lingkungan ISIS. Di sini biasanya NU yang akan terdepan mendorong proses deradikalisasi. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj justru menolak pemulangan WNI Eks ISIS. "Saya tolak, saya tidak setuju. Mereka sudah meninggalkan negara, membakar paspornya. Mengatakan kita thogut, terutama NU. Anshorut thogut, pendukung thogut. Ngapain disuruh pulang," kata Said Aqil di Gedung PBNU, Sabtu 8 Februari 2020.

Ia tak ambil pusing dengan masa depan para WNI terduga teroris bila mereka tak bisa kembali ke Indonesia. "Ramah banget sampeyan. Mereka pembunuh, pembantai, pemerkosa. Ngapain diramahin?" ujar Said Aqil.

Sumber : Kompas [PBNU Tolak Wacana Pemulangan WNI Terduga Teroris Lintas Batas]

Padahal kenyataannya tidak semua WNI Eks ISIS merupakan kombatan maupun teroris.

Beda Said Aqil, beda pula sikap Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Ia mengatakan pemerintah wajib memberikan perlindungan pada warganya di Suriah, jika orang tersebut masih berstatus WNI. Sebab, konstitusi dan UUD 45 mengamanatkan negara melindungi warganya.

"Selama mereka masih berstatus WNI. Sekali lagi selama mereka masih berstatus WNI, maka negara harus memberikan perlindungan, itu amanat Konstitusi bahkan amanat dari pembukaan UUD 1945 bahwa negara antara lain melindungi seluruh rakyat dan tumpah negara Indonesia kalau tidak salah bunyinya seperti itu," kata Din, Jumat 7 Februari 2020.

Apabila ada pelanggaran, pemerintah bisa menghukum mereka setelah memulangkannya dari Suriah. Tindakan penolakan WNI eks ISIS untuk kembali dapat membuat pemerintah dianggap inkonstitusional. Ia juga mempersilahkan pemerintah melakukan proses deradikalisasi bagi para WNI eks ISIS.

Sumber : Detik [Din Syamsuddin: Eks ISIS Berhak Dilindungi Selama Masih Berstatus WNI]

Kita pun bisa menilai bahwa Din Syamsuddin memahami bahwa ISIS tak hanya berisikan kombatan dan teroris, tapi juga ada WNI biasa yang terhasut atau tidak berdasarkan kemauan sendiri masuk ke dalam ISIS, seperti perempuan dan anak-anak.

Meskipun begitu, ternyata NU menyatakan pendapatnya pula tentang proses deradikalisasi. Cendekiawan muslim yang juga tergabung dalam NU, Ulil Abshar Abdalla mengatakan Indonesia sebenarnya sudah sangat siap dalam melakukan deradikalisasi terhadap WNI eks ISIS.

Namun kelemahannya ada pada upaya deradikalisasi yang didominasi oleh TNI dan Polri di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). "Dalam tanda kutip yang memonopoli deradikalisasi ini ya polisi dan militer. Tapi kalangan sipil seperti NU, Muhammadiyah, ya dikasih persen, tapi belum ideal," ujarnya di gedung Pengurus Besar Nadlatul Ulama, Jakarta Pusat, Sabtu, 9 Februari 2020.

Ia mengakui peran polisi dan militer tidak bisa dilupakan secara keseluruhan karena soal aspek keamanan dalam kasus ini. Namun, persentasenya lebih kecil ketimbang peran yang harusnya dipegang ormas.

Sumber : CNN Indonesia [Deradikalisasi Diragukan Karena Polisi dan Militer Memonopoli]

Jadi bukankah pernyataan ini seolah-olah menunjukkan bahwa jika pemerintah ingin didukung NU dalam pemulangan WNI Eks ISIS, maka jatah NU dalam program deradikalisasi yang saat ini menurut mereka kurang, harus ditambah.


anasabila
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 3 lainnya memberi reputasi
2
1.5K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan