jonfaisalAvatar border
TS
jonfaisal
Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5%, Halo Pemerintah ke Mana?
CNBC Indonesia 
News 
Berita

Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5%, Halo Pemerintah ke Mana?

NEWS - Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
 
05 February 2020 13:06



Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5%, Halo Pemerintah ke Mana
SHA

1 dari 3 Halaman



 Ilustrasi Aktivitas di Pelabuhan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia boleh dibilang mengecewakan. Pada kuartal terakhir 2019, ekonomi Tanah Air tumbuh di bawah 5%.

Hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi terbaru, Pada kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi tercatat 4,97% year-on-year (YoY). Di bawah konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu 5,04% sekaligus menjadi catatan terendah sejak kuartal IV-2016.

 

Dari sisi pengeluaran, seperti diduga ekspor dan investasi belum bisa tumbuh sesuai harapan. Pada kuartal IV-2019, ekspor tumbuh negatif alias terkontraksi 0,39% YoY sementara investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh 4,06%.

Kinerja ekspor menjadi yang terburuk dalam dua kuartal terakhir. Sedangkan investasi lebih parah lagi, lajunya paling lemah sejak 2015.



Kalau ini memang sulit dihindari, faktor eksternal memberi warna yang sangat kental. Situasi global pada 2019 memang penuh gonjang-ganjing. Tahun lalu, perang dagang Amerika Serikat (AS) vs China sedang panas-panasnya.

AS dan China saling hambat perdagangan dengan mengenakan berbagai bea masuk. Total AS mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 360 miliar dan China membalas dengan membebankan bea masuk kepada produk made in the USA senilai lebih dari US$ 110 miliar.

Walau yang 'bertempur' adalah AS dan China, tetapi dunia merasakan getahnya. Globalisasi membuat perekonomian dunia saling terhubung, apa yang terjadi di suatu negara bakal mempengaruhi yang lainnya.



Ekspor dan Investasi Memang Susah Diharapkan
Saat produk China sulit masuk ke AS gara-gara tingginya bea masuk, demikian pula sebaliknya produk AS sulit menembus pasar China, maka dunia usaha kedua negara akan mengurangi produksi. Ketika produktivitas di AS dan China menurun, otomatis permintaan bahan baku dan barang modal dari negara-negara lain ikut seret.

Padahal AS dan China adalah kekuatan ekonomi terbesar di dunia, pasar terbesar di kolong langit. Semua negara menjual barang kepada mereka.

Permintaan AS dan China yang turun membuat arus perdagangan global nyaris lumpuh. Rantai pasok global yang terhambat membuat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Oktober tahun lalu memperkirakan pertumbuhan perdagangan dunia hanya 1,2% pada 2019. Jauh melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yakni 2,6%.


Jadi tidak heran kalau ekspor sulit diandalkan menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Gara-gara ekspor bermasalah, investasi pun ikut-ikutan nyungsep. Ekspansi dunia usaha biasanya digambarkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI).

Ambang batas PMI adalah 50, kalau di bawah 50 berarti dunia usaha tidak melakukan ekspansi. Sejak Juli 2019 hingga Januari 2020, PMI manufaktur Indonesia selalu di bawah 50.



"Perlambatan manufaktur Indonesia masih berlanjut pada awal tahun. Permintaan yang lemah membuat penjualan menurun, kemudian menyebabkan kapasitas produksi menjadi tidak optimal. Akibatnya, dunia usaha terbeban untuk merekrut karyawan baru. Penurunan penjualan membuat dunia usaha menahan pembelian bahan baku dan menumpuk stok. Dunia usaha terpaksa makan dari pemesanan sebelumnya untuk mempertahankan produksi," jelas Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis. 


Pemerintah ke Mana?
Kontraksi ekspor dan perlambatan investasi lebih disebabkan faktor eksternal, yang di luar kontrol pemangku kebijakan di dalam negeri. Namun sebenarnya ada faktor domestik yang berada dalam kendali pemerintah, tetapi tidak mampu dimanfaatkan secara optimal.

Itu adalah konsumsi pemerintah. Pada kuartal IV-2019, konsumsi pemerintah hanya tumbuh 0,48% YoY. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 0,98% YoY dan menjadi catatan terendah sejak kuartal II-2017.



"Realisasi belanja barang dan jasa turun dibandingkan triwulan IV-2018 sedangkan realisasi belanja bantuan sosial naik dibandingkan triwulan IV-2018. Penurunan realisasi belanja barang dan jasa terutama pada belanja barang (operasional dan non-operasional) dan belanja jasa. Pertumbuhan realisasi belanja bantuan sosial terutama didorong oleh pertumbuhan belanja jaminan sosial dan pemberdayaan sosial," sebut laporan BPS.

Biasanya kuartal IV menjadi puncak konsumsi pemerintah, karena sudah menjadi fenomena menahun bahwa belanja negara baru dikebut jelang akhir tahun. Namun tahun lalu belanja pemerintah malah mencatatkan pertumbuhan terendah pada kuartal IV.

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perubahan pemerintahan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amien dilantik pada Oktober 2019. Menteri-menteri baru ditunjuk beberapa hari setelahnya.

Terjadi perubahan komposisi kabinet dibandingkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Ada nama-nama baru di kabinet, plus penambahan wakil menteri di sejumlah instansi.

Well, sangat mungkin menteri-menteri baru ini masih beradaptasi. Apalagi beberapa wajah anyar seperti Nadiem Makarim diberi mandat untuk memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu kementerian dengan anggaran terbesar. Dengan bos yang baru dan masih meraba-raba, bisa dimaklumi kalau penyerapan anggarannya belum kencang.



Meski begitu, pertumbuhan 0,48% tetap sulit diterima. Padahal andai konsumsi pemerintah bisa tumbuh 1% saja, maka bukan tidak mungkin pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 masih di kisaran 5%. Sayang sekali...

Apa yang berlalu biarlah berlalu, sekarang mari menatap masa depan. Setelah melalui 2019, tantangan 2020 tidak kalah berat. AS-China boleh saja sudah mencapai kesepakatan damai dagang Fase I, tetapi ada risiko baru bernama penyebaran virus Corona.

Jadi kalau ekspor dan investasi lagi-lagi sulit diandalkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus mengambil alih peran tersebut. Jangan ada lagi pertumbuhan belanja pemerintah yang tidak sampai 1%. Jangan lagi.


SUMUR



lokshin.khushin
totongJKW
4iinch
4iinch dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1.6K
37
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan