andrialong05Avatar border
TS
andrialong05
Tangisan Terakhir [CERPEN]
Pagi ini cuaca sangat cerah, tetapi tidak secerah hati dan perasaan Danu, pagi yang tak seperti pagi-pagi pada biasanya.
Danu yang bekerja sebagai buruh tani terpaksa meninggalkan pekerjaannya untuk hari ini. Tidak ada nasi goreng atau mungkin hanya segelas kopi yang tersaji dimeja makan, ia hanya duduk mematung melihat istrinya yang terbaring lemah diranjang kayu dengan tatapan kosong. Sedari kemarin istrinya mengeluh sakit dibagian kepala, Danu yang kondisi ekonominya jauh dari kata berada hanya mampu memberikan pil tablet kepada istri tercinta, ia tak mampu membawa istrinya ke puskesmas.

Matahari sudah menjulang tinggi, namun keluhan sakit yang diderita istri Danu tak kunjung mereda.

"Yum, tak tinggal sebentar ya" Ucap Danu dengan mengelus kening Yumna. Istri tercinta.

"Mau kemana Kang?"

"Kerumah Juragan Gunto, ada urusan sebentar" Jawab Danu dengan lembut

Danu dan Yumna menikah setahun yang lalu, Yumna adalah gadis cantik idaman para pria di desa itu. Pernikahan mereka ditentang oleh kedua orang tua Yumna dengan alasan Danu bukanlah orang yang tepat untuk Yumna, Danu hanya buruh tani sedangkan Yumna anak seorang pengusaha di kampung seberang. Tak seimbang rasanya jika Danu menikah dengan Yumna, namun rasa cinta yang kuat diantara mereka membuat siapapun tak mampu memutuskan tali ikatan asmara yang telah terjalin sekian lama. Dan akhirnya Yumna harus menelan kenyataan pahit karena diusir dan tidak diakui sebagai anak oleh kedua orang tuanya.

Danu melangkah meninggalkan Yumna dengan perasaan cemas, bergegas ia menuju kerumah Juragan Gunto yang berjarak sekitar satu kilo dari tempat tinggalnya. Dengan berjalan kaki Danu berharap mendapat sedikit pinjaman uang dari juragan Gunto. Danu terkenal orang yang sangat ramah dan mudah bergaul dengan penduduk desa, tak heran jika penduduk desa sangat suka padanya, tetapi tidak untuk hari ini. Jika biasanya Danu selalu tersenyum dan memberi salam kepada siapapun yang ia temui, hari ini tak terlihat sisi keramahan pada dirinya.
Ia tampak berjalan tanpa menghiraukan siapapun yang ia temui, berjalan dan terus berjalan, didalam pikirannya tak lepas tentang Yumna, ia sangat mengkhawatirkan kondisi istrinya itu.

Penduduk desa dibuat heran oleh sikap Danu yang tak seperti biasanya, bahkan ia tak menjawab sapaan atau salam jika ada penduduk desa yang menyapanya.

Tok..tok..tok

"Permisi.. Assalamu'alaikum"

Terdengar suara langkah kaki yang mendekat kearah pintu dari dalam rumah majikan Danu itu.

"Kenapa Dan?" Ucap seorang pria yang tampak sudah sangat mengenali Danu

"Han, Bapak ada?"

"Bapak tidak dirumah, ada urusan apa nyari Bapak?" Jawab pria berwajah angkuh itu

"Saya mau meminjam sedikit uang, untuk membawa istri saya ke puskesmas, Yumna sedang sakit" Ucap Danu dengan penuh harap

"Mau meminjam uang?. Hari ini saja kamu tidak kerja, berani-beraninya kamu datang kesini mau meminjam uang"

"Maaf, saya tidak bisa meninggalkan istri sana sendirian dirumah" Jawab Danu dengan menundukkan kepala

"Halah sudah, istri kamu mau sakit, mau sehat, ataupun mau mati, itu bukan urusan saya. Sana-sana, pergi kamu" Bentak pria bertubuh kekar itu

Dengan lesu Danu akhirnya melangkah pergi meninggalkan rumah besar berpagar besi berwarna putih itu, hilang sudah harapannya untuk mendapatkan sedikit uang hari ini. Danu benar-benar tidak tau lagi harus meminjam uang kepada siapa selain meminjam dari Juaragan Gunto, tak mungkin rasanya jika harus meminjam uang kepada orang tua Yumna. Dan pastinya Danu akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti perlakuan Handra kepadanya beberapa saat yang lalu, atau bahkan mungkin lebih parah.

Dengan langkah lemas Danu kembali menuju rumahnya, ia sangat menyesal karena sebagai suami tidak bisa memberikan kebahagiaan kepada istrinya. Sesampainya dirumah terlihat Yumna sedang duduk diruang tamu dengan wajah lesu, Danu mendekat dan duduk disamping istrinya.

"Yum, maafkan aku. Aku belum bisa membahagiakanmu" Ucap Danu dengan memegang jemari Yumna

"Kang, dengan kamu ada disini bersamaku, itu sudah cukup membuatku bahagia" Jawab Yumna dengan tulus

Danu hanya mampu terdiam meski istrinya berusaha menghibur, namun jauh didalam benak Danu menyimpan rasa bersalah yang sangat besar karena menikahi Yumna hingga akhirnya Yumna harus hidup menderita seperti ini. Hidup mengikuti jejak kemiskinan Danu.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Sudah terasa lebih baik, mau aku buatkan kopi?" Ucap Yumna yang lantas berdiri dan melangkah ke dapur

"Tidak perlu Yum, kamu istirahat saja" Pinta Danu sembari menghentikan langkah istrinya itu

Hari demi hari terus berlalu, kondisi Yumna kian lama pun kian membaik. Hari itu hujan turun dengan derasnya, Danu terjebak di gubuk tempat ia bekerja diladang. Lebatnya hujan memaksa Danu untuk berteduh di gubuk itu, sementara dirumah Yumna menunggu kepulangan suaminya dengan hati cemas. Sudah lewat 2 jam sejak jam pulang kerja namun Danu tak kunjung pulang, hujan pun semakin deras.

Perasaan khawatir pun tak mampu terbendung oleh Yumna, tidak biasanya Danu pulang selambat ini, meskipun hujan deras biasanya Danu pasti pulang meski dalam keadaan basah kuyup. Dan Yumna lah yang mengambilkan handuk dan menyiapkan air hangat untuk suaminya tercinta itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 18:00 wib, haripun mulai gelap saat Danu berjalan kaki menyusuri jalan setapak dari ladang menuju rumahnya. Sesampainya didepan pintu rumah, Danu mendapati pintu terbuka lebar dan tak lengah Danu pun melangkah masuk dengan memberi salam.
Namun tidak ada jawaban dari Yumna, bola mata Danu menyapu seisi ruangan mencari sosok istrinya, tak ia temui diruang tamu, begitu juga didalam kamar.

"Yum…Yumna.."

Danu terus saja memanggil nama Yumna dan mencari keberadaannya.

"Barangkali didapur" Gumamnya lirih sembari melangkahkan kaki menuju arah dapur

Juga tak ia temui keberadaan istrinya itu, dimana Yumna?

Hari sudah mulai gelap, cuaca diluar sangat mendung dan sisa hujan lebat kini masih meninggalkan gerimis yang masih mengguyur, Danu mulai panik karena tak biasanya Yumna tidak ada dirumah saat ia pulang kerja, seandainya Yumna pergi. Kemana perginya? Selama ini Yumna tidak pernah keluar rumah jika tidak bersama Danu, dan ia hanya akan keluar jika berbelanja dipasar atau diwarung terdekat.
Danu mengambil handuk dan lantas bergegas kekamar mandi, sudah ada ember berisi air hangat yang terletak disana menandakan Yumna belum lama pergi meninggalkan rumah.

Adzan maghrib berkumandang sesaat setelah Danu melangkahkan kaki memasuki kamar mandi, setelah selesai mandi Danu berencana untuk mencari istrinya.
Dirumah tetangga-tetangga terdekat, ia tak menemukan Yumna, diwarung pinggir jalan yang biasanya Yumna datangi ketika berbelanja pun tidak ditemukan.
Akhirnya ia memilih pulang meski dengan perasaan yang begitu khawatir, sesampainya dirumah ternyata Yumna sudah berdiri didepan pintu menanti Danu. Dengan senyum dibibir tipisnya menyambut kedatangan Danu, suaminya.
Danu pun tersenyum lega melihat istri tercinta sudah ada dirumah, seperti biasa Yumna mengulurkan tangan dan mencium tangan Danu, tanpa bertanya lebih lanjut tentang hilangnya Yumna beberapa saat yang lalu, Danu mengajak istrinya untuk menunaikan sholat maghrib berjama'ah.

"Kang Danu sholat saja dulu, aku sedang halangan" Jawab Yumna

"Oh, ya sudah kalau begitu" Ucap Danu singkat

Malam semakin gelap, Danu sedari tadi hanya duduk menikmati kopi sembari memperhatikan wajah istrinya yang tampak lebih ceria, namun malah tak banyak bicara. Ada perasaan gembira yang Danu rasakan melihat Yumna yang berseri, tapi disisi lain perasaan aneh terhadap sikap istrinya lebih ia rasakan karena kali ini tak seperti biasanya, apa yang membuat Yumna tampak gembira hari ini?.
Namun Danu tak berani bertanya perihal perubahan sikap yang ditunjukkan oleh Yumna, ia khawatir jika nanti Yumna beranggapan pertanyaan Danu hanya sebuah kecurigaan terhadap dirinya dan merusak suasana hati Yumna.

Malam ini tak banyak waktu bercengkrama karena Yumna tidur lebih awal dari biasanya dengan alasan tidak enak badan karena sakit dibagian kepala, Danu semakin merasakan kejanggalan pada diri Yumna yang ditampakkan melalui sikap dan kebiasaan yang berbeda. Akan tetapi Danu memilih untuk tidak mempermasalahkan dan mencoba mengabaikan firasat lain dihatinya. Hanya saja selama ini Danu selalu bersikap terbuka pada Yumna, sama halnya seperti Yumna yang selalu terbuka dan menceritakan seluruh isi hatinya pada Danu kala ia tak mampu membendungnya seorang diri jika mendapati suatu masalah, bahkan sesuatu hal yang sepele pun sering kali menjadi bahan pembicaraan mereka kala berdua.
3 hari sudah berlalu dan Yumna semakin hari semakin berubah, selama 3 hari suasana didalam rumah kecil yang terbuat dari kayu itu semakin menunjukkan hawa tak sedap bagi Danu, entah karena sebab apa tapi Danu merasa jika ia dan Yumna bagaikan orang asing yang tinggal dalam satu atap. Kali ini Danu benar-benar tidak tahan dengan sikap Yumna yang akhir-akhir ini sangat berbeda, sepulangnya kerja nanti Danu berencana untuk membicarakan perihal apa saja yang mengganjal dihatinya belakangan ini pada Yumna.

Tepat setelah Danu menginjakkan kaki dihalaman rumahnya, ia melihat beberapa tas dan koper yang tergeletak diteras, dari dalam rumah keluar seorang lelaki tua berpakaian rapi menggunakan jas dan dasi.

"Bapak?" Gumam Danu tanpa melepas pandangannya terhadap lelaki itu

Danu melangkah pelan menuju laki-laki itu, dan laki-laki itu pun menyadari kehadiran Danu, ia menatap Danu penuh kebencian. Tidak ada raut wajah damai yang terpancar dari orang itu, Danu hanya mampu menundukkan kepalanya sembari melangkah mendekat.

"Apa saya bilang, kamu tidak akan mungkin bisa membahagiakan anak saya" Ucap lelaki tua itu ditengah-tengah kecanggungan yang Danu rasakan

Dengan segala kesombongan dan keangkuhan dalam segala sikap yang ia tunjukkan pada Danu, Danu hanya tak mengerti apa yang sebenarnya yang terjadi, Danu hanya terdiam tanpa berkata sedikitpun, dalam situasi seperti ini ia merasa sangat canggung. Berkatapun tidak akan ada hasilnya, ia sadar bahwa dirinya tak berarti apa-apa dimata orang yang saat ini berdiri tepat didepan mata.
Hanya satu yang saat ini ada dipikiran Danu, Yumna. Yumna istri tercinta yang setahun lalu ia nikahi meski tanpa restu, kemana Yumna?
Danu mencoba menyapu pandangan mencari keberadaan Yumna, tapi tak ia temukan.

"Sekarang, jangan coba-coba kamu dekati anak saya lagi. Cukup sudah penderitaan yang kamu berikan pada anak saya selama ini, saya tidak mau anak saya hidup dalam kemiskinan"

Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut ayah mertuanya itu, sejenak membuat hatinya hancur berkeping-keping, semakin bercampur aduk perasaan yang saat ini Danu rasakan, ia tak tau harus berbuat apa.
Meski dahulu ia mampu memperjuangkan cintanya hingga jenjang pernikahan, tetap saja tak membuat ia mampu bersikap tegar tegar, bahkan saat ini ia merasa memang sudah tidak ada jalan baginya untuk tetap mempertahankan Yumna, inikah yang membuat Yumna berubah sikap?
Apakah ia sudah tidak mau lagi hidup dengan kondisi seperti ini?
Mengapa dulu ia mau dan menerimaku jika akhirnya seperti ini?
Berbagai macam pertanyaan seketika muncul dalam pikiran Danu.

"Angkat semuanya, kita tinggalkan tempat ini" Perintah sang mertua kepada anak buahnya

Benar-benar Yumna telah pergi dari rumah ini, Danu meratapi seluruh nasib yang menerpa dirinya saat ini, dunia bagaikan neraka. Dengan seketika Yumna yang selama ini terlihat lembut dan dewasa tega menghancurkan hati pria yang sangat mencintainya.
Hari berganti hari, siang berlalu dan kegelapan mulai menjemput sepi. Pagi itu sesaat sebelum Danu pamit untuk bekerja adalah hari terakhir ia melihat istrinya, luka yang begitu mendalam masih sangat menyiksa perasaan. Bahkan sampai detik ini pun ia tak percaya bahwa Yumna telah pergi meninggalkan dirinya tanpa sebab yang pasti, tanpa bicara dan tanpa kepastian.

"Yum, bagaimana keadaanmu sekarang?
Apa masih sering kau rasakan sakit dikepalamu?
Seandainya bintang mampu ku petik, seandainya gunung mampu ku rangkul, apa mungkin kau masih disini?
Sudah cukupkah kau membuatku menderita?
Apa mungkin dunia mampu membahagiakan ku saat ini tanpa mu?
Pernahkah kau memikirkan itu? Aku rasa tidak. Mengapa kau pergi begitu saja sedangkan kau selalu memberikan ku cinta?
Meskipun ringan langkahmu, jika basah telapak kakimu maka akan membekas dilantai kaca.
Aku, Danu Pradewa, membawa kabar gembira.
Diatas batu nisanmu aku bersumpah, sebentar lagi kita akan hidup bersama, di alam barumu. Kita berdua, tidak ada siapapun yang mampu memisahkan setelah ini".
Diubah oleh andrialong05 30-01-2020 22:26
NadarNadz
nona212
pulaukapok
pulaukapok dan 13 lainnya memberi reputasi
14
2K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan