Rancangan Omnibus Law yang saat ini sedang digodok pemerintah terdiri dari 11 kluster, yang paling menyedot perhatian adalah Omnibus Law Kluster Cipta lapangan Kerja.

Sebetulnya yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dalam Omnibus Law ini adalah perubahan sistem pengupahan. Sistem pengupahan yang dipakai selama ini adalah pembayaran upah pekerja bulanan.

Ya setiap pekerja akan dibayar upahnya berdasarkan skema upah bulanan dengan berpatokan pada Upah Minimum Regional dengan turunan Upah Minimum Sektoral.

Nah, dalam aturan baru yang kelak akan diimplementasikan lewat Omnibus Law sistem pengupahan akan diubah menjadi skema upah perjam.

Jadi nantinya besaran upah atau gaji yang akan dibayarkan oleh perusahaan tergantung banyaknya jam kerja yang dilakukan oleh para pekerja.

Semakin banyak jam kerja yang dicatatkan semakin banyak pula upah yang didapatkan pekerja. Yah skema ini merupakan sistem pengupahan berbasis produktivitas.

Sistem ini sudah lama dipakai diberbagai negara maju di dunia. Amerika Serikat, Jerman, Jepang, hingga Inggris menggunakan sistem ini sebagai dasar penghitungan pengupahannya.

Namun sistem ini hal asing bagi sektor ketenagakerjaan di Indonesia. Pro dan kontra pasti akan terjadi. Apalagi bagi buruh yang memang terkadang tak terlalu memikirkan produktivitas mereka, namun berharap mendapat upah yang pasti.

Selain masalah pengupahan, ada hal menarik dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini. Yakni kebijakan pemberian uang saku selama 6 bulan bagi pekerja korban PHK.

Uang saku ini disebut sebagai benefit cash yang akan dimasukan lewat penambahan manfaat pada program Badan Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau sekarang disebut BP Jamsostek.

Nah, dalam aturan baru yang nantinya akan diterbitkan, pemerintah akan memberikan insentif kepada para pekerja tang terkena PHK selain uang saku selama 6 bulan, juga akan diberikan pelatihan untuk meningkatkan skill pekerja dan akan mendapat kesempatan untuk ditempatkan kerja kembali.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Benefit ini hanya dapat dirasakan bagi para pekerja yang sudah menjadi peserta BP Jamsostek.

Selain benefit cash berupa uang saku yang diberikan pasca PHK, peserta juga akan mendapat fasilitas seperti yang selama ini sudah diaplikasikan seperti Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Pensiun.

Secara teknis nantinya pemberian manfaat tambahan ini akan diatur dengan mengubah atau merevisi sistem jaminan sosial nasional melalui omnibus law itu.

Mengenai besaran uang saku yang diberikan kepada para pekerja korban PHK tersebut, Airlangga mengatakan bahwa hal itu sedang salam tahap pembicaraan dan koordinasi dengan pihak terkait.

Namun yang jelas penambahan manfaat ini tak akan menaikan iuran BP Jamsostek sepeser pun alias gratis.

Dengan aturan baru yang dalam beberapa bulan ke depan akan diterapkan tersebut. Terlihat nyata bahwa Pemerintah Jokowi sedang memanjakan para pekerja dan para pencari kerja.

Jokowi terlihat sangat concern terhadap para penganggur yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tentunya kita semua masih ingat tentang Kartu Pra Kerja yang digagas Jokowi sejak masa kampanye Pilpres 2019 lalu.

Yah, untuk urusan Kartu Pra Kerja, Jokowi sudah menyiapkan dana tak kurang dari Rp. 10 triliun untuk 2 juta orang para pencari kerja.

Agar dapat memperoleh pelatihan dan penempatan kerja. Oke lah memang omnibus law yang akan dikeluarkan oleh pemerintah ini terlihat sangat sinkron dengan kartu sakti itu.

Jokowi terlihat benar ingin memperlihatkan bahwa visi besar di periode ke 2 nya untuk membangun sumber daya manusia menjadi nyata.

Sinkronisasi kebijakan dengan sektor pendidikan dan kesehatan akan menjadi penting untuk membangun sumberdaya manusia Indonesia yang mumpuni.

Semoga saja langkah-langkah yang sudah terlihat baik ini tidak di kotori perilaku lancung para pelaksana dilapangan.

Sumber.

https://m.detik.com/finance/berita-e...at-uang-saku/4