shirazy02Avatar border
TS
shirazy02
Pesona Orang Ketiga
Quote:




Blurb :

Ketika tulusnya cinta perlahan sirna karena dugaan adanya orang ketiga, semua kata bahkan perbuatan pasangan, tak pernah jua luput dari kecurigaan serta rasa ingin tahu.

Kehadiran sosok misterius di gawai suaminya benar-benar mengaduk ceruk hati Kharisma. Ia begitu frustrasi, bahkan rendah diri dengan segala kekurangannya. Banyak cerita tak terduga dengan keluarganya yang benar-benar membuat dia hampir memilih bercerai karena tak kuat lagi. Dilema merasuk hati ketika masa lalunya datang dengan sejuta cara manis untuk mendapatkannya kembali. Di lain sisi, sikap suaminya yang lambat laun berubah drastis, semakin memperkuat dugaan Kharisma jika selama ini sang imam goyah iman dan hati.

Akankah Kharisma membalas semua itu dengan kembali pada masa lalunya? Apakah hadirnya orang ketiga mampu memporak-porandakan hubungan rumah tangga mereka?



1. Suamiku dan Rahmat-nya https://www.kaskus.co.id/show_post/5...cad7095218d333

2. Misteri tentang Rahmat https://www.kaskus.co.id/show_post/5...518b6b7967195f

3. Dihantui Rasa Penasaran https://www.kaskus.co.id/show_post/5...cc955a716ed8df


Suamiku dan Rahmat-nya

Usai meletakkan secangkir kopi di nakas, perlahan kuhampiri suami yang duduk anteng di ranjang. Lamat kutatap raut wajahnya yang fokus menatap laptop. Tentu sambil memikirkan sesuatu.

Hmm ... betapa gantengnya Mas Anggri-ku. Di usianya yang hampir menginjak tiga puluh tahun, ia masih saja berwajah keremajaan. Tak ada satu pun bopeng, bekas luka, atau jerawat di sekitar wajahnya. Tak sepertiku, yang begitu banyak siksaan kulit yang tampak. Wajah yang bertambah kusam seiring bintik hitam bermunculan, bekas jerawat yang bekasnya yang susah hilang, entahlah ... semakin hari kurasakan semakin jelek saja rupaku ini. Berbeda sekali dengan raut wajah suamiku yang putih, bersih, dan mulus, seperti layaknya orang perawatan.

"Ehem!" Deheman Mas Anggri membuatku tersentak dalam lamunan. Kugeser posisi kopi di nakas, lebih maju ke arahnya, sembari menawarkan, "Masih panas, Mas. Minum, gih!"

"Ada apa, sih, melamun?" Pertanyaan yang terlontar di bibirnya membuatku terkesiap. Karena gugup, aku pun melingkarkan kedua tangan pada salah satu lengannya. Menempel dengan manja, seraya menjawab, "Nggak apa."

Ia tertawa kecil sambil menggoda, "Apa ini nempel-nempel? Masih pagi, Sayang."

"Iish!" Spontan kulepaskan kedua tanganku, berganti mencubit kecil pinggangnya. Ia bertambah keras melepas tawa kala mendapatiku tersipu. Senang sekali dia menggoda, dan ada benarnya bila hati ini rindu. Baru semalam kita bertemu setelah hampir sebulan ia menghabiskan waktu untuk proyek di luar kota, alias kampung halaman di mana ia pernah tinggal dan dibesarkan.

Mas Anggri menegakkan punggungnya. Menguap, lalu mengambil kopi di nakas. Pelan, ia meniup kopi yang masih mengepul itu, setelahnya menyeruput sedikit. Agak kasihan juga melihatnya yang tampak letih sekali.

"Mas, gimana kabar ibu?" Iseng, kutanya ia yang sepertinya memutuskan untuk rehat. Ya, sedari sebelum subuh, ia sudah sibuk dengan laptop di hadapan. Bahkan, aku melihatnya saja sudah penat.

"Baik." Ia menjawab singkat.

"Sehat?"

"Sehat."

"Nanyain aku, nggak?" Aku semakin was-was bertanya demikian.

"Ya, tanya kabar. Tanya juga, kenapa tak ikut."

"Nah, kan ... lalu kenapa aku tak diizinkan ikut kemarin?" protesku. Ia tak menjawab, kembali meniup kopi di tangan yang aromanya menyeruak ke dalam hidungku. "Oh, ya ... di sana ada apanya?" Kualihkan pembicaraan agar tak menghilangkan mood-nya. Kupikir ia akan mengataiku banyak omong, tapi Mas Anggri tengah menahan senyum saat menolehkan wajah. Sedetik kemudian berseru, "Ada apa, maksudnya? Ya, sama lho pasti, ada penduduknya. Gimana, sih?"

Jiah! Garing. Kucubit lagi pinggangnya karena gemas. "Maksudku tadi, apa yang baru di sana? Ada wisata baru kah, selain yang pernah kita kunjungi. Atau, ada Mall baru mungkin ... atau apa gitu," lanjutku bernada kesal.

Suamiku mulai terbahak. Ia letakkan kopi di tangannya itu ke tempat asal, lalu berganti mengistirahatkan laptop di pembaringan. "Suamimu ini mau garap wahana baru. Proyek turun seminggu lagi. Nantilah, kita lihat kalau dah jadi. Kangen refreshing, ya?"

"Lho, kok, mau ditinggal lagi??" pekikku saat mendengar pernyataan bahwa proyek turun seminggu lagi. Mas Anggri beranjak, dan mulai melepaskan kaos. "Kan, kerja. Lagian masih seminggu lagi baliknya, Sayang." Setelah berkata begitu, ia berjalan gontai mengambil handuk, masuk ke kamar mandi. Meninggalkanku dalam rasa cemberut yang tinggi. Belum usai menyampaikan uneg-uneg, Mas Anggri berteriak dari dalam kamar mandi, "Woeey, masak, gih! Jangan banyakin melamun di pagi hari."

Ck! Aku berdecak kesal sembari meninju kecil bantal di samping. "Lagi males. Cari sarapan saja habis ini," sewotku.

"Okeeeee, tak masalah," balasnya.

"Aku mau sarapan di Kayana," seruku tegas. Sengaja kucari lesehan yang ada di puncak gunung, biar terasa kebersamaan kita. Kalau tak begini, pasti waktunya untukku begitu singkat.

Tak ada lagi timpalan yang terlontar. Hanya suara gemercik air dari shower dan senandung sumbang sang suami yang merasuk membran telinga.

***

Kuoles lipstik warna nude, lalu merapatkan bibir dan menggeseknya maju-mundur. Semakin kudekatkan wajahku ke cermin, mencermati wajah dari samping kanan, bertolak ke kiri. Kemudian mundur perlahan dua langkah, melihat penampilanku keseluruhan.

"Mau kemana, Sayang?" Suara di belakang mengagetkanku yang tengah mematung. Mas Anggriiiiii, bener-beneeeerrr!!!

"Lho, kok, manyun gitu? Eh, tak apa. Semakin cantik, kok." Seakan tanpa salah, begitu entengnya ia melontarkan kata dengan sengaja. Kebiasaan lama, terlalu mudah melupakan ucapan yang sudah di'iya'kan. Dan itu hanya berlaku padaku. Pada orang lain, janji apapun selalu ingat.

Semakin kesal lagi, saat kemudian ia meraih laptopnya kembali di kasur. Alaaaah, kalau udah begini, jangankan ngajak pergi, disenggol aja ia bakal marah.

"Oh, ya ... kalau mau pergi, beliin nasi pecel dulu, dong, di gang depan. Kenyangin urusan perut suami, baru bepergian. Ke mana, sih? Mau shopping ya?" tebaknya.

Haaahh? Mau shopping dia bilang??

"Lho, ada apa kok masih manyun gitu?" tanyanya saat sekilas menatapku. Baru saja kuingin membuka mulut, ia beranjak dari duduk sambil berkata, "PMS ini pasti. Oke, deh ... biar aku beli sendiri. Ngomong-ngomong, kamu makan di rumah apa di luar, Sayang?"

Diam. Hanya itu yang kulakukan. Lantas, kuhempaskan tubuhku ke ranjang. Memiringkan posisi dengan badan memunggunginya. Mas Anggri lalu beranjak, dan berkata lagi, "Cari sarapan dulu, ya!"

Lagi ... ia membuatku hampir memuntahkan emosi.

Sepeninggalnya, kubalikkan badanku, menatap layar laptop yang sudah mati. Karena gaptek, kutekan saja tombol apapun yang ada. Berhasil terpampang! Tampak gambar seperti denah yang muncul di sana. Ah, sudahlah ... mungkin karena suami pekerja keras, jadi diajak kemana pun, pikirannya ke kerjaan saja.


Aku mendengkus, kemudian memilih untuk berganti pakaian. Baru saja beringsut dari tempat, terdengar suara HP berbunyi. Langkah pun langsung tertuju pada asal suara. Ternyata, sebuah pesan WhatsApp masuk di HP Mas Anggri. Awalnya aku tak merespon, tapi tulisan pesan itu tampak jelas di layar beranda suamiku.

[Sehari tak bertemu, sakit rasanya hati terbunuh rindu] di belakang pesan ada emoticon sedih, lalu emoticon love, dan kiss.

Kaget, kucoba lihat kontaknya. Tertuliskan, Rahmat. Namun, profil pict-nya terpampang sosok wajah perempuan cantik yang tersenyum centil di sana. Saking penasarannya, kucoba buka pesan. Niat hati ingin scroll pesan-pesan sebelumnya, tapi hebat sekali ... sudah bersih tak bersisa. Hanya satu pesan tadi yang baru masuk!

Hiiiiihhhhh! Emosi yang bertumpuk dalam otak semakin memenuhi ruangan hati. Oh, pantas saja ia tak mengajakku barang sekadar untuk pulang ke rumah orang tuanya. Eeh, ternyata ....

Tap, tap, tap! Terdengar langkah sandal Mas Anggri dari depan. Cepat-cepat kuhapus pesan itu, menghilangkan jejak. Lalu kukembalikan HP-nya ke dalam tasnya.

"Hai, Sayang! Yuk, makan dulu!" serunya, dengan senyum yang terkesan ambyarr untukku kini.

"Kenapa, Sayang? Kamu, kok, sepertinya uring-uringan terus?" ucapnya lagi.

Aku menghela napas, mulai menata hati yang makin tak karuan. "Enggaaaak." kucoba berkata serilex mungkin di depannya. "Aku seneng saja punya suami yang diRAHMATi Tuhan, sampai-sampai hidupku bisa senikmat ini," sambungku setengah menyindir. Kemudian kuhampiri ia di meja makan. Ikut memasang senyum termanis. Meski hanya paksaan ....

(bersambung)

rate, dan beri komentar, ya ... jika ceritanya menarik untuk dilanjut! Thanks šŸ˜Š

emoticon-Betty
Diubah oleh shirazy02 11-12-2019 15:05
annirobiah
NadarNadz
nona212
nona212 dan 13 lainnya memberi reputasi
14
4.4K
36
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan