uliyatisAvatar border
TS
uliyatis
Biarkan Rasa Itu Tetap Ada


Sumber foto: Pixabay.com

Hujan adalah teman yang indah di saat kesunyian mendera. Membuat rindu kian membuncah. Sebagai teman mengungkap rasa menjadi untaian puisi. Membelai jiwa yang gersang menjadi lebih bercahaya.

Aku berdiri di sudut sebuah pertokoan. Memandang sendu pada rinai. Merasakan setiap tetesannya bagaikan sembilu menusuk irama jantung.

Titik yang turun membasahi bumi kian deras seirama dengan butir air mata yang menggenang di kedua pipiku. Hujan memang selalu membuatku menangis.

Mungkin karena aku dulu bertemu Faisal, saat hujan turun. Pertemuan yang tak pernah kuduga sebelumnya.

Aku mengenal Faisal ketika ia pindah ke kotaku dan tinggal tak jauh dari rumah. Laki-laki bertubuh jangkung, rambut sedikit ikal-bermata tajam itu sering menyapaku saat akan berangkat ke pasar.

'Hai, kamu Nadia kan?" tanyanya pada suatu waktu, saat aku berlari kecil di antara gerimis.

"Kamu, siapa?" jawabku heran-merasa tidak mengenalnya.

Dia lalu memamerkan senyum manisnya-tampak menawan.

"Kenalin, namaku, Faisal, kamu boleh panggil Fai saja." Dia menjawab kemudian. 'Aku tinggal di rumah yang ada pohon mangganya, sekitar 3 rumah dari rumahmu,' lanjutnya lagi.

Aku mengangguk. Memang beberapa hari yang lalu, ada keluarga yang pindah ke sana. Mungkin karena sibuk membantu ibu berjualan nasi di angkringan, aku jadi tidak terlalu memperhatikan keluarga itu.

"Oh, iya. Kamu kok bisa tahu namaku?"

Lagi-lagi dia tersenyum-memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi.

'Tidak sengaja, aku pernah dengar, ibumu memanggil namamu, saat melintas di depan rumahku.'

Otomatis keningku berkerut-heran saja.

"Oh ..., begitu ya?"

Dia masih tersenyum, sementara gerimis sudah berubah menjadi hujan lebat. Hijab berwarna hijau pupus yang kukenakan mulai basah. Sementara toko terdekat masih lumayan jauh jaraknya dari tempat kami berdiri.

Hujan pun turun semakin keras, membuat aku dan Faisal harus segera berlari, menepi di sebuah toko di pinggir jalan yang kebetulan belum dibuka.

Aku mengelap wajah yang basah, terkena air hujan. Faisal juga. Dia bahkan terus bertanya kini-mungkin mengurangi rasa dingin dan kesenyapan yang menyergap.

"Kamu emang gak kuliah, Nadia?"

Aku menggeleng.

"Panggil Nad saja!" kataku kemudian. Berusaha membuang kekakuan.

Dia mengangguk. Senyum masih terpampang di wajahnya. Rambut klimisnya juga terlihat basah.

Untuk beberapa saat kami kembali terdiam. Menikmati nyanyian curahan rinai. Begitu indah. Hujan memang rahmat yang selalu dinantikan ketika kekeringan mulai melanda.

Kedatangan beberapa orang yang berteduh bersama kami, membuat perbincangan kami benar-benar terputus. Kami hanya terdiam sambil menunggu hujan berhenti.

Faisal pun sepertinya mengerti dengan tindakanku. Ikut berusaha merasakan kesyahduan suasana. Ia juga ikut memperhatikan hujan yang turun semakin lebat.
Hujan yang mengawali pertemuan kami.
Diubah oleh uliyatis 08-06-2020 08:38
gustiarny
ElviHusna
bukhorigan
bukhorigan dan 48 lainnya memberi reputasi
49
4.8K
236
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan