anggorofffAvatar border
TS
anggorofff
Menjadi Pecinta Alam sejati


Seperti kita tahu, ada banyak cara untuk menjadi keren atau pun untuk mendapat pandangan lebih dari lawan jenis, baik itu yang sedang di bangku sekolah, kuliah dan juga di kehidupan sosial. Kalau di sekolah mulai dari ikut OSIS, jadi anak band, basket, futsal, PMR dll. Salah satunya adalah bergabung dengan ekstrakurikuler Pecinta Alam di sekolah atau MAPALA kalau di bangku kuliah, bisa juga menjadi pecinta alam indie kalau sudah tidak berada di lingkungan pendidikan.

Apa yang ada di pikiran kita semua saat mendengar kata Pecinta Alam? Orang-orang yang suka mendaki gunung? Panjat tebing? Berkemah di alam bebas (ya iyalah, masak berkemah di ruang tamu)? Bersih-bersih sungai? Bakti sosial di masyarakat? Ya, itu semua gak salah, emang dalam prakteknya di lapangan seperti itu. Mungkin yang paling identik dengan pecinta alam adalah orang-orang yang suka mendaki gunung. Stereotip itulah yang hadir dalam benak kebanyakan orang ketika mendengar kata pecinta alam. Stereotip itu juga yang membuat saya memilih bergabung dengan eskul pecinta alam saat berada di bangku SMK.

Apakah stereotip itu terbukti benar saat saya bergabung? Hampir benar, karena sebagian besar kegiatannya emang gak jauh-jauh dari dataran tinggi dan bertualang di alam bebas. Saya ingat kegiatan pertama saat di eskul pecinta alam adalah pengibaran bendera raksasa memperingati HUT RI di salah satu gunung (saya lebih suka menyebutnya bukit karena tidak terlalu tinggi) di kota tempat saya tinggal.



Kegiatan-kegiatan berikutnya pun tak jauh dari bertualang di alam bebas, kebanyakan adalah lintas alam. Kegiatan yang isinya berjalan menyusuri lembah, pantai, aliran sungai, persawahan yang jaraknya belasan sampai puluhan kilometer. Dari yang start berjalan di pagi hari dan juga malam hari, yang sudah sering ikut event lintas alam mungkin tau event yang namanya Lindri Land Rock. Event lintas alam yang berlangsung di Kabupaten Tulungagung dan sudah terkenal di kalangan pecinta alam Jawa Timur dan Indonesia, yang dimana startnya adalah tengah malam.

Kegiatan non-lintas alam? Pernah kegiatan gabungan bersama eskul pecinta alam sekolah lain, tapi isinya pun menurut saya tak berdampak juga pada alam. Belajar simpul tali, mengenal jenis carabiner, turun dari ketinggian menggunakan tali (apalah namanya saya gak tau), flying fox dll. Mungkin lebih cocok jika masuk materi pramuka.

Oke, setelah sekian lama saya bergabung rasanya kok ada yang mengganjal. Senang sih bisa jalan-jalan ke berbagai tempat gratis karena dibiayai oleh sekolah, juga ketemu sama orang baru setiap mengikuti kegiatan di luar sekolah. Tapi menyandang titel sebagai bagian dari pecinta alam inilah yang buat saya jadi gak enak. Menjadi anggota pecinta alam tapi kok gak ada sumbangsih positif kepada alam atau lingkungan.


Tak sulit bagi kita menemukan berita yang memuat tentang sampah yang di hasilkan oleh para pendaki saat berkegiatan di gunung. Sepengalaman saya saat mengikuti lintas alam pun demikian, tak sedikit sampah yang dihasilkan sepanjang rute lintas alam. Banyak areal persawahan dan perkebunan warga yang rusak akibat para peserta tak sabar dalam berjalan dan akhirnya keluar trek. Jika hal yang dilakukan seperti itu masihkan pantas disebut pecinta alam? Padahal apa yang dilakukan tak bisa menjaga alam tetap asri, malah cenderung merusak.

Keindahan Alam Taman Gunung Gede Pangrango Terganggu Tumpukan Sampah 

Saya pun berpikir bahwa orang-orang yang naik turun gunung/berkegiatan di alam bebas bukanlah pecinta alam yang sejati. Lalu siapakah yang pantas disebut sebagai pecinta alam sejati? Bagi saya, mereka yang menginisiasi bank sampah, pendaur ulang ban bekas dan ibu-ibu yang membuat kerajinan dari plastik bekaslah yang lebih pantas menyandang titel pecinta alam.



Mereka secara tidak langsung mengurangi volume sampah yang ada di lingkungan mereka. Bank sampah, organisasi yang jika digalakkan di setiap kampung akan sangat membantu mengurangi sampah dan menambah pundi-pundi ekonomi. Karena disadari atau tidak, sampah rumah tangga adalah penyumbang sampah terbesar. Iya, penyumbang sampah terbesar ya kita-kita ini.

Sampah di Indonesia Paling Banyak Berasal dari Rumah Tangga




Memang kita lebih sering menyoroti  limbah industri yang begitu besar, tapi tidak sadar bahwa jumlah industri jauh lebih sedikit dari jumlah rumah tangga. Rumah tangga memang menghasilkan sedikit sampah, tapi jika dikalikan puluhan juta rumah tangga, sampah yang dihasilkan jelas lebih banyak dari yang dihasilkan industri. Jadi, mendaur ulang sampah di lingkup rumah  adalah hal kecil yang berdampak besar pada alam jika dilakukan oleh banyak rumah.

Dari sini saya berpikir, kenapa gak melakukan hal-hal kecil saja namun berkontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan sekitar kita. Paling mainstreamnya membuang sampah pada tempatnya, tapi tempat sampah yang saya maksud bukan tempat sampah umum, namun tempat sampah sesuai jenis sampah. Basah atau kering, organik atau anorganik, pecah belah, bahan kimia, sehingga lebih mudah untuk di daur ulang.

Bagi saya  kurang pas orang mendaku diri sebagai pecinta alam hanya bermodalkan naik turun gunung dengan membawa sampahnya turun. Bagi saya, mereka lebih enak disebut sebagai penikmat alam yang bertanggung jawab. Yang tidak bertanggung jawab adalah yang tidak membawa sampahnya turun, dan hanya mementingkan hunting foto untuk kebutuhan instagramnya.

Opini saya, tak perlu naik turun gunung dan berkegiatan dialam bebas untuk menjadi pecinta alam. Cukup membuang sampah sesuai jenis sampanya, meminimalisir sampah dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan.


Diubah oleh anggorofff 24-10-2019 02:57
anasabila
ceuhetty
sebelahblog
sebelahblog dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.1K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan