someshitnessAvatar border
TS
someshitness
[COC] Pameran Seni Rupa Biennale Jogja XV Equator #5 - 2019


Selamat pagi, siang, sore, malam agan dan aganwati.
emoticon-Haiemoticon-Haiemoticon-Hai

Dalam rangka mengikuti event COC regional Banyuwangi, di sini ane akan mengulas seputar pameran seni yang sedang berlangsung di kota istimewa Yogyakarta. Seperti di judul thread ini, pameran itu ialah Biennale Jogja XV Equator #5, yang pada tahun ini mengusung tajuk “Do we live in the same PLAYGROUND?”. Wah, panjang banget, kan, namanya. Oke, ane akan bantu jelasin pelan-pelan ya, gan.
emoticon-Traveller



PENJELASAN JUDUL PAMERAN


Quote:




Quote:




Quote:


Penjelasan judul pamerannya panjang banget, ya. Haha. emoticon-Big GrinUntuk lebih mengenal Biennale Jogja, ente bisa ngulik-ngulik sendiri di sini.



BIENNALE JOGJA XV EQUATOR #5 – 2019


Quote:



Depan JNM.
Sumber: Dokumen pribadi


Quote:



Contoh keterangan pada karya.

Sumber: Dokumen pribadi


Quote:



DOKUMENTASI


Pada Biennale Jogja kali ini, ane hanya mengunjungi dua tempat pameran, yaitu Jogja National Museum dan Taman Budaya Yogyakarta. Berikut ini beberapa instalasi seni yang menurut ane menarik. Sebetulnya semuanya sangat keren-keren yak, tapi ini yang paling berkesan.
emoticon-Salam Kenalemoticon-Salam Kenalemoticon-Salam Kenal


Pameran di Jogja National Museum (JNM)



Karya Made Bayak (Denpasar, Indonesia) langsung menyambut kita di depan pintu masuk JNM. Candi Plastiliticum.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Anida Yoeu Ali (Kamboja). Enter the Field #1/Arch Pose. Garis hitam putih digunakan untuk merujuk pada "institusi kubus putih" yang dalam konteks seni banyak merujuk pada ruang yang membatasi eksperimentasi seni.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Christina Quisumbing Ramilo (Manila, Filipina). Karyanya dinamakan “Forest for the Trees: Peri-peri Library”. Instalasinya berupa perpustakaan di mana bukunya terbuat dari potongan-potongan kayu. Beberapa berasal dari bekas rumah-rumah tradisional yang telah beralih ke struktur beton atau dijual untuk kepentingan ekonomi.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Abdoel Semute (Surabaya, Indonesia). Karyanya bertajuk “Ruwat Kampung Mbangunrejo Surabaya”. Ia bekerja sama dengan Paseduluran Djati Djoyodiningrat dan menampilkan karya untuk menggugat kondisi sosial yang semakin religius, di mana ia melihat kebudayaan Jawa (kejawen) semakin tergerus oleh sikap-sikap intoleran dari kelompok masyarakat tertentu.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Dian Suci Rahmawati (Yogyakarta, Indonesia). Karyanya bertajuk "Apakah Tubuh: Sebuah Ladang di dalam Rumah". Menyoroti mengenai buruh-buruh rumahan, alias ibu rumah tangga yang mengerjakan pesanan perusahaan. Pekerjaan repetitif dan upah yang murah.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Khairulddin Wahab (Singapura). Karyanya bertajuk "Native Malay in Landscape". Sebuah karya fotografi yang dibuatnya dengan teknik fotografi kolonial, di mana kuasa dan kontrol diperlihatkan dengan potret berlatar landscapetanah jajahan. Wahab merespons dengan hal-hal yang sebaliknya, yakni ia memakai pakaian Melayu, dipotret dengan latar pemandangan eksotis di Eropa.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Pendulum (Yogyakarta, Indonesia). “Rest in Fear – 2”. Mengangkat permasalahan ruang marjinal; pekerja di pusat-pusat perbelanjaan, bioskop, tempat nongkrong, pekerja kebersihan, penjaga toko. Instalasi berupa fotografi yang menyoroti ruang istirahat yang tak didapatkan secara layak bagi mereka.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya M. Muhlis Lugis (Makassar, Indonesia). Karyanya yang berjudul “To Balo”, berusaha mengeksplorasi cerita tentang To Balo (orang belang) yang mendiami sebuah kawasan terpencil di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya M. Muhlis Lugis (Makassar, Indonesia). “To Balo”.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Yennu Ariendra (Yogyakarta, Indonesia). Bertajuk "Image of the Giant (Fragmen 2: Gruduk Merapi)". Yennu mengajak kita untuk melihat berbagai bentuk perlawanan melalui ekspresi-ekspresi kesenian.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya M. Ridwan Alimuddin X TacTic Plastic (Polewali Mandar dan Yogyakarta, Indonesia). Berjudul "Mengandung Plastik". Kolaborasi ini menghasilkan instalasi berupa alat jemuran ikan terbang lengkap dengan telur ikan terbang yang layak konsumsi dan telah bercampur dengan mikroplastik.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Angki Purbandono (Yogyakarta, Indonesia). “Open Diary”. Karyanya merupakan tulisan-tulisan di buku hariannya yang ia tulis selama 10 bulan di penjara.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Arif Setiawan (Pontianak, Indonesia). “Wai”. Instalasi mengenai praktik Passauq Wai (Penimba Air) oleh para perempuan di Desa Pambusuang, Poliwali Mandar, Sulawesi Barat.
Sumber: Dokumen pribadi


Seorang pengunjung bule sedang menikmati karya dari Roslisham Ismail a.k.a. Ise (Kuala Lumpur, Malaysia). emoticon-Embarrassment Seni fotografi bertajuk “Langkasuka: Journey Part One”.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Suvi Wahyudianto (Madura, Indonesia). “Catatan Hari Berkabung dan Satu Mata Sapi yang Menyedihkan”.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Suvi Wahyudianto (Madura, Indonesia). “Catatan Hari Berkabung dan Satu Mata Sapi yang Menyedihkan”.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Nerisa Del Carmen Guevara (Manila, Filipina). Salah satu dari dua karyanya yang dipamerkan. Bertajuk "Infinite Gestures: Tanggul (Break Water)". Konsep batasan dan rintangan, termasuk laku dirangkul dan diabaikan.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Sutthirat "Som" Supaparinya (Chiang Mai, Thailand). Instalasi ini terbuat dari uang-uang pada masa pendudukan Jepang yang jumlahnya tidak terbatas yang digunakan oleh Indonesia dan video di dalam instalasinya.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Nasirun (Yogyakarta, Indonesia). Mengangkat/merespon yang terpinggirkan. Ia mengangkat narasi tentang lukisan Sokaraja yang banyak diperdagangkan di Sokaraja, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Bandung. Lukisan yang tak punya tempat di sejarah seni rupa di Indonesia dan para pelukisnya yang kian terdesak.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Citra Sasmita (Denpasar, Indonesia). Karyanya dinamai “Timur Merah Project: The Embrace of My Motheland”. Subversi terhadap kanon di kakimpoi Bali yang dinilai sekadar mengakomodir gagasan elit pria istana (maskulin). Ia merekonstruksi narasi lama dan pusat penceritaannya ada pada sosok perempuan.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Citra Sasmita (Denpasar, Indonesia). Tulisan yang ditulis menggunakan kunyit.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Moelyono (Tulungagung, Indonesia). “Pembangunan Taman Monumen Marsinah”. Menyoroti Marsinah, simbol semangat dan perjuangan para buruh yang takkan pernah selesai.
Sumber: Dokumen pribadi


Pameran di Taman Budaya Yogyakarta (TBY)



Karya Arisan Tenggara (Asia Tenggara). Arisan Tenggara merupakan forum kerja sama antar kolektif seni di Asia Tenggara. Dua seniman yang menggarap proyek ini, Manda Selena dan Andi Baskoro, menamakan karyanya sebagai Mandamonderland. Sebuah manifestasi fisik dari panaroia ekstrem yang biasa dialami oleh seniman dan gumpalan paranoia itu hidup sebagai makhluk bernama Manusia Menstruasi.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Bing Lathan (Pontianak, Indonesia). “Mamandung”. Ilustrasi yang menggambarkan kehidupan sosial dan tradisi masyarakat Dayak.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Muslimah Collective (Patani, Thailand). Muslimah Collective bergerak pada gagasan yang dibingkai dalam pandangan tentang jilbab yang mengatur nilai keperempuanan, refleksi dari kecantikan, dan realitas masyarakat di selatan Thailand serta harapan akan perdamaian. Pada pameran ini, karyanya berfokus pada kehidupan muslimah di Patani dan Yogyakarta.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Nguyen Thi Thanh Mai (Hue, Vietnam). “Day by Day”. Ia menginvestigasi tentang pentingnya kartu identitas, dampak, dan bagaimana pengetahuan orang tentangnya.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Nguyen Thi Thanh Mai (Hue, Vietnam). “Day by Day”. Instalasi kartu identitas.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Popok Tri Wahyudi (Yogyakarta, Indonesia). “Sira Setata”. Karyanya merupakan wujud penolakan atas gagasan yang menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan pinggiran. Menurutnya, Asia Tenggara justru memiliki posisi yang strategis, baik secara geografis, iklim, lingkungan vegetasi, maupun kebudayaannya.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Popok Tri Wahyudi (Yogyakarta, Indonesia). “Sira Setata”. Dalam karyanya, Popok berpijak pada falsafah Jawa, sedulur papat limo pancer, yang artinya empat saudara menjadi lima sebagai pusatnya. Dalam kepercayaan Jawa, setiap manusia memiliki empat saudara spiritual dan limo pancermemiliki arti bahwa manusia sebagai pusatnya atau pengontrol.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Studio Malya (Yogyakarta, Indonesia). “Have You Heard It Lately?”. Instalasi yang didasarkan pada tragedi kemanusiaan 1965. Telepon-telepon kaleng tersebut berisi rekaman suara wawancara 64 orang dengan latar belakang dan usia yang berbeda-beda, hasil dari penelusuran jejak-jejak rekonsiliasi di ranah struktural dan kultural.
Sumber: Dokumen pribadi


Karya Studio Malya (Yogyakarta, Indonesia). “Have You Heard It Lately?”. Pengunjung sedang mengamati telepon merah, medium bagi pengunjung untuk menyampaikan alam pikirnya terkait tragedi kemanusiaan 1965.
Sumber: Dokumen pribadi


Poto Selpi



Selfie doloo, mumpung sepi, hahaha. emoticon-Takut (S)
Sumber: Dokumen pribadi


Username ID



Asek, peletakan username IDane dah artistik belom, gan? Biasa aja yak. Huehehe. emoticon-Cool
Sumber: Dokumen pribadi


Screenshot Gallery



Pas ke TBY lupa bawa kertas user ID.
Sumber: Dokumen pribadi



Guidebook



Penyelenggara juga menjual buku petunjuk (guidebook) yang mencakup seluruh informasi Biennale Jogja XV Equator #5.
Sumber: Dokumen pribadi


Setelah selesai melihat seluruh instalasi yang dipamerkan, jangan lupa beli oleh-olehnya, yaitu merchandise resmi Biennale Jogja. Do it ane kebetulan pas-pasan, jadi gak beli merch-nya. Cukup buat beli guidebookdoang. Hehehe.
emoticon-Leh Uga



REVIEW KEGIATAN, PESAN, DAN KESAN


Quote:


Dengan banyaknya kesuntukan dan berbagai keruwetan hidup, mungkin pameran seni bisa menjadi salah satu solusi untuk pelarian sementara. Melihat, merekam, dan mencari inspirasi yang disalurkan oleh para maestro seni mumpuni.

Jangan lupa mampir ya, gan, ke Biennale Jogja XV!
emoticon-Toastemoticon-Toastemoticon-Toast



Referensi:
biennalejogja.org
Guidebook Biennale Jogja XV/2019
Opini pribadi
Gambar: biennalejogja.org & dokumentasi pribadi
Diubah oleh someshitness 27-02-2020 13:10
YenieSue0101
.g.gowang
delia.adel
delia.adel dan 15 lainnya memberi reputasi
16
2.5K
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan