sriwijayapuisisAvatar border
TS
sriwijayapuisis
Petaka Sebuah Kehangatan

Ilustrasi gambar: Google.com


"Kabutnya tebal. Aku nggak bisa ngeliat pemandangan dari sini," tutur Ely sambil berdesis pelan.


"Biasa. Bentar lagi juga hilang tuh kabut. Anginnya kencang jadi tenang aja."


Matahari kian terik tapi kabut masih saja menyelimuti candi cetho. Hari ini kami semua terlambat bangun. Alhasil jadwal pendakian molor dari rencana yang seharusnya berangkat pagi berganti siang. Ini semua tak akan terjadi jika semalam tidak mengadakan pesta sebelum mendaki. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mengumpulkan energi terbuang sia-sia dengan hiruk pikuk kemeriahan sesaat.

Ah, apa boleh buat. Nasi sudah menjadi bubur dengan mata yang masih ngantuk akhirnya kami sepakat untuk tetap mendaki di gunung Lawu. Gunung yang terkenal karena keangkerannya. 

Berbagai cerita mistis santer dikabarkan oleh warga sekitar pun para pendaki yang sering mengadakan pendakian di sini. Jalur pendakian Lawu mempunyai titik tiga yaitu cemoro sewu, cemoro kandang dan candi cetho. Entah kenapa kawan-kawan sepakat untuk mendaki melewati jalur cetho, padahal dari kabar yang beredar jika candhi cetho mempunyai jalur yang sulit. Selain karena medan, jalannya curam pun banyak tebing yang harus dilewati. Konon katanya jalur ini adalah jalan menuju titik pasar setan. Meski jalur cetho adalah jalan terpendek untuk mendaki, justru memiliki medan terberat dalam hal pendakian. Pasar setan wilayah di Lawu yang santer diceritakan tapi tak ada satu orang pun yang tahu letak persisnya berada di mana. Dari cerita yang beredar dalam masyarakat pasar setan terletak disekitar pos lima bila ditempuh dari jalur cemoro kandang. Mendengarnya saja bulu kudukku meremang. Apalagi jika benar-benar berada di dalamnya dan menyaksikan secara kasat mata seperti apa pasar setan itu pasti aku bisa semaput tapi tak bisa. 

Ilustrasi gambar: Google.com

Sebelum memasuki kawasan pendakian kaki sudah dibuat lelah karena harus menaiki anak tangga yang entah berapa tingkatnya untuk sampai ke puncak candi. Ada jalur lain yang mempermudah untuk melewati, sayangnya, kawan-kawan lebih memilih lewat sini, jadi mau tak mau aku harus mengikuti kemauan mereka. Walaupun hati pengen menjerit bilang tidak. Apa mau dikata manut saja.Teman-temanku memang lebay, untuk apa coba harus susah payah naik tangga tinggi seperti ini jika ada jalur lain yang lebih mudah. Meng-expose pemandangan, itulah alasan mereka.

Setengah jam lebih kami menaiki anak tangga hingga sampailah di puncak candi yaitu kuil saraswati. Di dalam kuil tersebut terdapat sebuah kolam atau  mata air. Menurut penuturan si penjaga kuil, barang siapa yang membasuh wajah di sana atau membersihkan diri bakal mendapat rahmat atau wahyu. Namun hal seperti itu bagiku kurang bisa dipercaya. Bukanya tak percaya pada mitos tapi entahlah logika ini seolah menampik mitos tersebut.


"Ingat anak muda, jika kalian mendaki nanti jaga sikap. Baik perbuatan dan perkataan. Jangan mendaki sekitar jam lima sore atau berjumlah ganjil," tutur seorang lelaki tua pada kami.

Dengan serentak kami pun menganggukkan kepala tanda mengerti. 

Sudah pukul 11.00 siang. Sepakat kami beristirahat sebentar untuk makan siang dan menunggu selesai waktu dhuhur datang barulah meneruskan perjalanan.

Angin kian berhembus kencang sementara sang surya terik memanggang tapi udara terasa sejuk kabut perlahan menghilang terbawa angin. Usai dzuhur kami melanjutkan perjalanan. Kami seolah disambut oleh burung jalak gading. Sepanjang perjalanan burung itu terus mengikuti kami. Tidak berapa lama sampailah ke pos pertama. Aku mengambil botol mineral untuk mengusir dahaga hawa dingin kian terasa beruntung hari cerah sehingga udara yang menusuk pori-pori ini tak begitu terasa. 


"Nanti di pos 2 kita langsung lanjut ke pos 3 agar sebelum magrib sudah sampai kesana. Gimana menurut kalian," tanya Fikar pada kami.


"Istirahat dulu lah Fik. Aku capek nih," imbuhku sambil menata pernapasan. Tenaga seakan terkuras habis padahal baru saja di pos satu. Rasa ngantuk letih seketika menjalar tubuhku.


Ini pasti efek kurang tidur semalam, gumanku pada diri sendiri.


"Oke kita istirahat sejenak disini sebelum lanjut," imbuhnya memberi instruksi.


Aku, Ely dan Yaya mengangguk pelan. Baru beberapa menit kami istirahat tetiba langit berubah warna. Mendung mendadak datang tak lama berselang gerimis pun turun membasahi bumi.


"Duh, gerimis lagi. Langitnya juga gelap. Gimana nih?! Jadi lanjut atau kita disini dulu menunggu langit berubah warna."


"Sepertinya cuaca tak mendukung. Kita berhenti di sini saja, mendirikan tenda sambil menunggu hujan reda," ucap Yaya.


Semua serentak untuk menanti cuaca cerah kembali, sampai magrib menjelang hujan kian deras tak ada tanda-tanda akan reda. Akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di post 1 dan perjalanan dilanjutkan esok pagi.

Hawa dingin menyeruak ditambah hujan deras kian membuat suasana seperti es. Sesekali kabut datang menghalangi pandangan tapi tak menyurutkan kami untuk beraktifitas di bawah hujan. Atas bantuan petugas di pos penjagaan kami menumpang membuat makanan serta menyajikan minuman panas untuk menghangatkan badan. 

Perlahan hujan pun mulai mereda tapi malam kian larut. Dedaun, rerumputan juga pohon yang basah akibat tangisan langit itu masih terdengar meneteskan sisa guyuran hujan. Aku menggigil hebat seolah sendi tubuh kaku. Teman-teman nampak kebingungan melihatku yang terus menggigil tak kunjung henti. Mereka mendekapku menyelimuti badan ini dengan selimut berlapis tebal, sayangnya itu tak cukup membuat tubuhku hangat. Bahkan minuman panas pun tak mampu membuat raga ini berhenti menggigil. Ely dan Fikar ke luar tenda. Mereka berpamitan untuk mencari bantuan untuk meminta kayu bakar kering agar dapat digunakan sebagai penghangat badan. Aku mengangguk tanda setuju sementara Yaya tetap di tenda, ia bertugas untuk menjagaku.

Entah mengapa tetiba jantungku berdegup kencang. Perasaan was-was  tetiba menjalar. Yaya menatap diriku dengan tatapan aneh. Matanya tidak berkedip saat melihat diri ini. Perlahan tapi pasti ia membuka kain tebal yang menutupi tubuhku. Awalnya aku merasa tak nyaman dan canggung. Melihat bahasa mata Yaya seolah mengatakan jika aku harus menurut padanya. Dengan rasa tak karuan dan setengah pasrah aku diam saja saat Yaya membuka selimut di badan. 


"Kau percaya padaku, kan Key?" tanyanya menyakinkan.


Entah apa yang merasuki pikiranku tanpa bicara sepatah katapun kutatap matanya intens seolah pasrah dengan keadaan yang akan terjadi. Angin berhembus kencang kabut pun menebal. Suhu badanku semakin menurun bila dipegang sudah seperti es, bibir ini pun membiru. Kedinginan ini bagai penyakit yang menggerogoti jiwaku. Tanpa ragu Yaya mulai melakukan sesuatu. Kesadaran ini menipis membawa diri terhanyut oleh suasana.

Malam kian kelam hawa dingin semakin menusuk pori-pori kulit.Terdengar dari luar suara burung jalak serta burung hantu menyuara seolah menyaksikan apa yang tengah terjadi di antara kami. Entah dapat kekuatan dari mana kesadaranku mulai kembali.

Aku tersentak. Terperanjat dan bangun dari tempat asal. Melihat diri yang sudah tak patut dipandang. Yaya aku dorong agar menjauh dari diri kemudian tubuh ini bergeser dari tempat semula.


"Apa yang Kau lakukan padaku, Yaya?" Aku panik melihat diri sendiri yang hampir setengah tak terbungkus kain.


"Maaf! Aku hanya membantu menghangatkan tubuhmu."


"Tapi tidak begini juga caranya," sentakku memecah keheningan malam. "Kau tahu, kan? Kita tidak diperbolehkan berbuat tak pantas di tempat seperti ini."


"Aku tahu tapi, Aku hanya berniat membantumu tak lebih dari itu," kilahnya menyakinkanku. "Lagian kita tak berbuat yang melanggar norma, jadi santai aja."


"Apa Kamu bilang? Tak melanggar norma, katamu? Bahkan perbuatan kita sudah mencoreng norma itu sendiri."


"Hai, ayolah! Kita tak berbuat apa-apa. Hanya sentuhan kecil saja dan karena itu jua Kau tak lagi menggigil. Benar, bukan? Jadi akui saja hal itu," jawabnya enteng. Namun justru membuatku kian tersulut amarah.

Tanpa banyak bicara lagi aku berbenah diri kemudian ke luar tenda dengan perasaan dongkol, muak, benci bahkan jijik pada diri sendiri. Hujan telah benar-benar reda. Suasana hening hanya ada nyanyian jangkrik, kodok dan beberapa hewan lain saling saut-sautan seolah menertawakan diri ini dan aku merasa jijik pada diri sendiri karena begitu mudah terbuai oleh rasa semu yang hampir menjerat diri pada lubang nista.

Rasaku campur aduk tak karuan seperti sedang putus asa. Ditengah kegalauan, akhirnya kuputuskan untuk mencari Fikar dan Ely. Tidak lama aku pun bertemu mereka. Ely dan Fikar nampak heran melihatku. Ely Fikar saling melempar pandang dan mengangkat bahu, dari bahasa tubuh keduanya aku mengerti mereka pasti bertanya-tanya dalam benak masing-masing. Aku bersikap acuh tak acuh seakan tak peduli pada tatapan mereka. Pikiranku kacau sangat kacau.Tutup mulut itulah yang aku lakukan saat ini.

Ilustrasi: Google.com

Matahari beranjak muncul dari ufuk timur dengan was-was aku menelusuri bukit meneruskan perjalanan. Teringat kata-kata lelaki tua itu jika sudah dalam pendakian kami harus menjaga sikap serta perbuatan. Bayangan malam itu melintas dalam pikiranku. Seakan kejadian itu menghantui nurani ini. Sekuat tenaga menampik setiap memori yang melintas di benak ini, dengan tetap fokus dan berpikir positif. Tetap saja hal itu seolah menjadi momok bagi diri sendiri.

Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 dilalui sekitar 45 menit. Hari masih pagi tanpa istirahat kami terus melanjutkan perjalanan hingga ke post selanjutnya. Setelah melewati jalan yang menanjak
sampailah kita pada post tiga. Aku amat takjub melihat pemandangan sekitar. Udara sejuk seolah melonggarkan paru-paruku, ditambah suasana sekeliling, waw sungguh luar biasa indahnya. Saking terpesonanya aku tak sadar jika Yaya tengah berdiri di sampingku.


"Keyla, maafkan aku, ya?"


"Ya … Yaya. Sejak kapan Kamu di sini."


"Baru kok. Maaf untuk kejadian semalam. Aku nggak bermaksud berbuat macam-macam padamu. Sungguh."


"Hmmm," gumamku acuh tak acuh membuang muka masam.


Sesak dada tetiba datang. Aku seolah tercekat oleh keadaan. Antara kikuk dan bingung.Tidak tahu harus berbuat apa.


"Jadi Kamu maafin Aku pa nggak, Key?"


"Jujur. Aku marah padamu bahkan ada benci tertanam di hati ini. Kau tahu, kan? Kita sekarang berada di mana dan perbuatanmu saat itu, sungguh membuatku jijik dengan diri sendiri."


"Jika Kau keberatan saat itu, kenapa tak menghindar. Justru terkesan menerima."


"Entahlah. Aku sendiri tidak tahu. Mungkin karena efek kedinginan yang hebat itu makanya tanpa sadar Aku bisa berbuat demikian."


"Jika aku katakan …. Aku menyukaimu, bagaimana?"

Hah!

Aku terkejut. Pandangan kualihkan pada Yaya. Tak habis pikir kenapa pemuda itu bisa dengan mudah bilang hal demikian, ditempat seperti ini.


"Kau gil …."


Aku menghela napas panjang. Hampir saja keceplosan berkata yang tak pantas.


"Jadi, apa jawabanmu, Key?"


Ya ampun cowok ini. Kenapa seakan menekanku, batinku risau.


"Ya. Kita sudah berbuat salah jadi, aku harap tidak akan ada lagi kesalahan yang lainnya."


"Aku paham hal itu, tapi jujur. Aku …."


"Jangan berpikir yang tidak-tidak di tempat seperti ini. Ingat! Ini alam liar. Bukan rumah atau perkotaan yang bisa seenak hati berbuat semaunya."


"Iya. Aku ngerti kok."


"Sudahlah. Jangan dibahas lagi. Kita gabung sama yang lain."

Perjalanan pun dilanjutkan. Entah kenapa hatiku menjadi resah gelisah. Kulihat burung jalak terus mengikuti kami seakan menjadi penunjuk arah jalan. Ketika kami sedang berhenti si burung ikut berhenti walau agak jauh dari posisi berada. Aku mengutarakan kegelisahan hati pada Ely, bukannya membuatku tenang wanita semampai itu malah menyentakku dengan sinis.

"Udah. Jangan ngomongin yang enggak-enggak. Itu cuma perasaanmu aja. Positif thinking dong!"

Aku hanya bisa menghela napas dalam-dalam dan mengelus dada. 

Kenapa Ely jadi berubah gini, ya? Padahal biasanya selalu ramah saat mendengar keluh kesah orang. Mungkinkah ini efek dari kelelahan yang dirasa saat perjalanan tadi, jadi Ely lebih sensitif dari biasanya.

Orang bilang jika kita berada di alam liar maka rasa peka akan meningkat secara otomatis serta sisi lain dalam diri kita akan muncul dipermukaan tanpa disadari. Apa iya ini sisi lain dari diri Ely.

Ilustrasi: Google.com
Kami kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini medan yang dilalui lebih berat dari sebelumnya. Selain karena jalan menanjak juga sempit kami harus extra berhati-hati tatkala harus melewati tebing yang curam. Di bawah kami membentang jurang teramat dalam. Melihat ke bawah tubuhku menjadi gemetar rasa takut was-was menjalar. Rasa letih menggerogoti raga dengan napas terengah-engah aku menghentikan langkah. Istirahat sejenak. 

Kakiku menginjak sebuah batu karena licin, keseimbangan menjadi goyah. Aku tergelincir ke bawah, untuk menopang tubuh, tangan berpegangan pada akar yang menjalar di sekitar. Fikar dan Yaya membantuku mengulurkan tangan mereka. Naas saat Yaya menarikku ia malah ikut tergelincir ke bawah. Aku pun ikut terperosok. Menggelinding ke bawah dan tubuhku menghantam pohon. Aku mengerang kesakitan, sementara Yaya masih menggelinding membentur batu besar. Ia teriak kesakitan. 

Aku berusaha bangun. Mata ini terbelalak, suaraku tercekat hendak berteriak tapi tak bisa. Kulihat makhluk mengerikan sedang berada di atas Yaya. Tubuhnya penuh dengan rambut yang menjulur tapi tak memiliki anggota tubuh bagian bawah. Kukunya tajam dan panjang lidahnya menjulur keluar. 

Yaya.

Aku panik, takut, sekaligus bingung tak tahu harus berbuat apa. Dalam keadaan campur aduk tak karuan, tetiba pohon besar di dekat Yaya jatuh menimpa tubuh pemuda tersebut. Aku berteriak histeris melihat keadaan Yaya. Darah keluar dari mulutnya dan mahkluk itu menjilatinya.Tak kuasa melihat duniaku menjadi gelap.

Ilustrasi: Google.com


"Di mana aku? Tempat apa ini."


Kaget bukan kepala. Aku sudah berada di keramaian. Keringat dingin keluar. Rasa takut memenuhi raga ini tatkala dengan mata telanjang melihat keadaan sekeliling. Suasana sangat ramai dengan berbagai jenis barang aneh tapi membuat perut ini mual. Bau amis serta aroma tak sedap menusuk hidung. Ditambah lalu lalang berbagai makhluk dengan bentuk dan rupa yang ancur ancuran tapi ada juga yang nyaris sempurna seperti manusia. Herannya lagi berbagai barang yang terpajang itu ada yang sama seperti di dunia yang aku huni, baik makanannya pun pakaiannya. Tubuhku lemas seketika saat menyadari aku tengah berada di mana yaitu pasar setan.

Terlihat dari suasana yang ramai, banyak barang-barang diperjual belikan di sini. Suara khas pedagang menawarkan barang dagangannya, juga deretan tenda yang berjejer rapi lengkap dengan serba serbi khas orang jualan.

Aku mendengar suara teriakan dari jauh. Mataku terbelalak melihat siapa yang berteriak. Yaya. Pemuda itu meronta, berteriak histeris menyuruhku lari dari keramaian ini. Yang lebih membuatku kaget, Yaya tengah diseret paksa oleh sesosok makhluk. Tubuhnya tinggi besar, gigi meruncing tajam dan matanya merah menyala. Makhluk itu menatapku dan menyeringai. Aku gemetar ketakutan. 

Aku berteriak kencang. Tapi teriakkanku seolah tak ada yang mendengar, bahkan lalu lalang makhluk di sekitar nampak tak acuh dengan keberadaanku. Aku terus saja memanggil-manggil nama Yaya. Tapi pemuda itu kian jauh dari tempatku, air mata ini keluar deras melihat Yaya diseret oleh makhluk tersebut. Keadaanya amat menyedihkan. Aku bingung, panik tak tahu harus berbuat apa. Hendak menolong tapi tak bisa.

Aku melihat burung jalak terbang rendah. Suaranya terus menggema, lalu aku teringat cerita seseorang sebelum ikut pendakian ini, jika burung jalak adalah penunjuk arah. Langkah terpacu cepat dengan buru-buru aku menerobos kerumunan makhluk ancur-ancuran tanpa peduli sekitar. Pikiranku tak karuan hanya satu tujuan, keluar dari tempat mengerikan ini. Bulat tekad. Apapun yang terjadi aku harus pergi. Dengan rasa takut teramat dalam aku menerobos kerumunan makhluk astral. Terus berlari kencang mengikuti suara burung jalak. Di tengah pelarianku kaki seakan ada yang memegang aku terjatuh dan napas tersengal. 

Makhluk dengan lidah menjulur itu memegang kakiku. Aku meronta mencoba melepaskan diri. Makhluk mengerikan itu terus mencengkram pergelangan kaki ini kuat-kuat. Ia menyeretku hendak membawaku secara paksa. Sekuat tenaga aku berusaha lepas darinya dengan cara menendang-nendang, meronta,  menjerit kencang. Melemparkan apa saja disekitar yang bisa aku ambil untuk menimpuk makhluk tersebut. Setelah melakukan perlawanan sengit akhirnya aku berhasil lolos kemudian berlari kencang meninggalkan makhluk dan tempat terkutuk itu.

Tenaga habis dibuat berlari. Aku bingung tak tahu kemana arah hendak dituju. Ditengah kebingunganku burung jalak kembali datang, terbang rendah kemudian aku mengikuti burung tersebut. Saat berlari mengikuti si jalak tetiba aku tergelincir dan ….


****


Aku terbangun berteriak histeris menyebut nama Yaya. Ketika melihat sekeliling beberapa alat medis terpasang di tubuhku. 

Cepat. Beberapa orang berpakaian putih mendekatiku. Mereka tampak terkejut. Lalu, mereka melepas beberapa alat medis dari raga ini setelah memeriksa keadaanku untuk memastikan bila aku baik-baik saja.


"Keyla."


Seorang wanita bertubuh gempal memelukku erat. Air matanya tumpah ruah. Aku bingung dengan apa yang sedang terjadi.


Perlahan wanita itu melepaskan pelukannya.


"Kamu sudah sadar, Nak?"


"Sadar? Aku kenapa, Bu?"


"Kamu koma sayang. Sudah hampir sebulan."


"Koma?"


Terasa digondam palu kepalaku pusing mendengar penjelasan dari ibu. Aku mencoba mengingat sesuatu. Terakhir kali yang teringat adalah pendakian. Ya, aku sedang mendaki saat itu. Lalu …. Entah. Aku tak ingat kenapa sampai bisa berada di ruangan serba putih ini.

Sela beberapa hari teman-teman yang mendaki bersamaku membesuk. Mereka menceritakan kronologi yang menimpaku dan Yaya. Air mataku seketika tumpah. Rasa bersalah sedih kecewa marah pada diri sendiri bercampur menjadi satu. Andai saja Yaya tak berusaha menolongku waktu itu, pasti ia berada di sini saat ini. Namun apa mau dikata, arang tak dapat melintang takdir tak dapat dilerai. Dengan penyesalan teramat dalam aku sesenggukan menangisi kepergian Yaya di alam baka.

Tamat.
#bbbmisteri




 


zafinsyurga
embunsuci
triplev0405
triplev0405 dan 49 lainnya memberi reputasi
50
6.2K
71
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan