Indriaandrian
TS
Indriaandrian
Jejak Langkah Perjalanan B.J.Habibie Di Jerman
Bercerita tentang sosok bapak Habibie mungkin tidak akan ada habisnya.
Tentang percintaan dan kesetiaannya dengan Ibu Ainun, perannya saat menjadi orang nomer satu di negeri ini, impian dan harapannya tentang pesawat terbang nusantara juga kepandaiannya yang menjadi inspirasi banyak orang.





Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau yang lebih dikenal dengan B. J. Habibie. Pria yang akrab disapa Rudi sewaktu kecil ini lahir di Parepare Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. Habibie memiliki perpaduan darah campuran Parepare dan Jawa serta merupakan anak keempat dari delapan bersaudara.

Sejak kecil mempunyai kepandaian diatas rata- rata dan mempunyai semangat yang besar untuk menuntut ilmu. Sehingga meskipun ayahnya telah meninggal, sang ibu senantiasa berusaha keras untuk membiayai pendidikannya.

Sempat menempuh pendidiikan di ITB Bandung tapi enam bulan kemudian Habibie mengambil keputusan untuk melanjutkan studinya di Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman.




Mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang salah satunya harus dihubungkan dengan transportasi udara, maka ia memilih jurusan Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH).

Di Aachen mayoritas mahasiswa Indonesia yang melanjutkan S1 dan S2 di sana diberikan beasiswa penuh. Namun B.J.Habibie dibiayai langsung oleh ibundanya R.A. Tuti Marini Puspowardoy dengan hasil dari usaha catering dan indekost di Bandung.

Untuk meringankan biaya pendidikannya, B.J. Habibie memilih untuk tinggal jauh dari pusat kota dengan fasilitas seadanya. Bahkan beliau juga berjalan kaki dari tempat tinggal ke kampus hanya demi menghemat biaya transportasi. Masa liburanpun dimanfaatkannya untuk bekerja dan mengikuti ujian.

Setelah 5 tahun menuntut ilmu di Jerman akhirnya Habibie lulus sebagai diploma teknik Jerman bidang desain dan konstruksi pesawat terbang dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5.
Gelar diploma tersebut setara dengan gelar Master (S2) di negara lain.

Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Peran Habibie di Talbot sebagai salah satu insinyur yang mendesain struktur atau rangka kereta api.



Tak berapa lama Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besari teman masa SMAnya. Meskipun memiliki gelar dokter dan telah bekerja di sebuah Rumah sakit di Jakarta, Ainun rela meninggalkan pekerjaannya demi mengikuti suaminya untuk tinggal di Jerman.

Selama di Jerman Habibie melanjutkan studi S3 sambil mencari nafkah untuk membiayai keluarga dan pendidikannya.Pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachen.
Bisa dibilang usia yang sangat muda 28 tahun untuk seorang B.J. Habibie resmi memperoleh gelar Doktor bidang teknologi pesawat terbang di Jerman.

Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).

Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). 

Dialah menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti “Habibie Factor“, “Habibie Theorem” dan “Habibie Method“. Dari rumusan habibie factor inilah yang kemudian menjadikan julukan Mr Crack diberikan pada beliau karena dengan rumusan tersebut memungkinkan untuk memprediksi titik mula retakan (crack) pada sayap pesawat terbang.

Meskipun telah memiliki kehidupan dan karier yang sangat baik di Jerman, B.J. Habibie tidak melupakan tanah airnya. Terbukti pada tahun 1974 beliau bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman memenuhi panggilan Presiden Suharto untuk kembali ke Indonesia. Hal ini dilakukan B.J. Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini.





Segala bakti dan sumbangsih beliau banyak kita lihat selama ini, termasuk ketekunannya mewujudkan harapan untuk kemajuan dirgantara Indonesia pun terbukti sampai akhir usia beliau.

Untuk Bapak Bacharuddin Jusuf Habibie, semoga semua jejak langkah beliau menjadi inspirasi dan landasan kemajuan bagi bangsa Indonesia, aamiin

Terimakasih kunjungannya

emoticon-Big Kissemoticon-Big Kiss


Sumber:

biografi

ehef
Diubah oleh Indriaandrian 27-09-2019 01:47
indahmamianasabilaGresta
Gresta dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.6K
8
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan