bekticahyopurnoAvatar border
TS
bekticahyopurno
Misteri Marundau: Berburu Sarang Walet
Berani Baca? Inilah Cerita Horor Terbaru yang Bikin Bulu Kuduk Begidik!



Sekali berpantang tetap berpantang. Demikian prinsip orang Dayak yang selamanya sulit diganggu gugat. Inilah kisah misteri bukan tentang  'Oloh Itah' dibalik bisik-bisik kelasik Bukit Marundau. Begitulah masyarakat setempat menyebut gunung adalah bukit. Tersebab, memang jarang ada gunung aktif di tanah Boerneo. 

Cerita ini bukan tentang sebuah kebenaran, bukan pula tentang dongeng, melainkan cerita yang akan membuat bulu kuduk bergidik. Takut. Gemetar, seolah 'mereka' ada di belakangmu. Jangan baca sendiran.

Marundau, Arut Utara, 2008 Kalimantan Tengah 


Bukit Marundau, Arut Utara, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah * Foto


Waktu sehari berjalan amat lambat. Seperti bayi yang baru belajar berjalan, memaksa langit menggulung mendungnya menjadi gelap pekat. Gemelegar gemuruh, seperti ribuan cemeti dari langit, kilatan terang menyambar bumi berkali-kali. 

Hamparan hijau menjulang menyuguhkan sejauh mata memandang. Sebut saja Moel, Goen, Badi, Kenang, Kasan dan Urya baru saja tiba di lembah bukit Marundau. Hamparan hijau membawa ingatan Urya dua belas tahun yang lalu. Waktu itu, ia bersama bubuhanya, suka bermain di hutan, lompat-lompat seperti tarzan, memasang bubu menangkap haruan, mencari buah hutan seperti kampul, lemat, tunjam. 

Begitulah mereka berbagi makan bersama monyet, ular, orang hutan dan jenis binatang lainnya. Kini semuanya berbeda. Semua tampak menyala. Menantang. Menusuk-nusuk.

Bayangkan saja.... 
Suatu pagi mereka memperdengarkan decak kagum saat melihat keindahan hutan kami. Pepohonan yang kuat, melawan alam katanya. Namun hanya semalam saja pohon-pohon itu lenyap. Mereka mencurinya! 

Bukan hanya hutan, bahkan kini rawa-rawapun dikakangi, lebar dua meter dengan panjang seperti garis anak  kecil belajar menulis. Jangkankan menangkap haruan di rawa? Mencari ranting untuk menanak nasi'pun sepertinya susah. Menjadi budak di tanah sendiri?

"Sarang walet yang kamu beli dulu dapatnya dari mana?" Entah sejak kapan Moel berada disampingnya. 
Urya menoleh."Bikin kaget aja, Bang!" Suaranya parau. 

Moel menepuk bahunya. Sahabatnya itu tahu apa yang ada dalam pikiran Urya. Mereka bukan hanya sekedar sahabat, walaupun tanpa ada ikatan darah, justru malah lebih dari saudara kandung sendiri. Bagaimana tidak? Bukan hanya teman kecil, namun sama-sama satu perguruan  dan juga sama-sama terlahir dari seleksi alam yang berbeda.

Melihat apa yang tidak terlihat dan mendegar apa yang tidak terdengar itu sangat menyiksa. Jika diceritakan pada orang lain maka akan dianggap berbohong karena tidak tau alasan logisnya. Namun semua nampak nyata dan terjadi. Mungkin karena sama-sama mengalami dikucilkan, dianggap aneh, mereka berdua bisa menjadi sahabat dekat. 

"Sini semua merapat!" pangil Urya pada teman-temanya itu. "Pian ja yang mimpin do'a!" imbunya. 

Moel kemudian memimpin doa dan melakukan 'pemagaran badan' sebelum mulai mendaki bukit Marundau. 

"Selesai. Semua sudah siap, yuk kita mulai mendaki!" tegasnya. 

Pemburuan sarang burung walet'pun dimulai. Para pemuda itu mendaki dengan semangat berapi-api dengan harapan bisa menemukan sarang burung walet di atas bukit Marundau.

~~ 0~~


Derap kaki melangkah terus terdengar, mereka mendaki melewati jalan setapak yang dipenuhi semak-belukar. Akar-akar dari pohon menunjukkan keperkasaannya dengan mencengkeram kuat di kanan-kiri tebing.

Sesekali kerikil dan batu pijakan itu jatuh ke jurang tidak ada suaranya. Mungkin karena terlalu dalam, entah bagaimana jadinya jika manusia yang jatuh? Tentu sangat sulit untuk dievakuasi jenazahnya.

Bebatuan di pertengahan bukit Marundau didominasi oleh batu hitam keras serupa batu besi.

Wussss

Seperti ada batu besar jatu ke jurang. Suaranya begitu nyata hingga mereka mendengar semuanya dan terkejut.

"Suara apa itu, Bang?" tanya Kenang tergopoh.
"Udah gak apa-apa, kita lanjutkan mendakinya!" seru Moel

Urya hanya diam meskipun melihat 'sosok Bangkit' memasang wajah tersenyum memberi sambutan selamat datang.

Bangkit adalah adalah sosok hantu yang cukup populer namanya bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai Arut Utara dan juga sungai Seruyan Tengah. Bahkan namanya cukup melegenda, terutama saat ia jatuh cinta dengan manusia.

"Udah gak usah cari perhatian, kita gak ganggu hidup kau dan kau jangan ganggu kita orang."

Urya memandang Bangkit memberikan isyarat.

Kratak Kratak kraktak Wusss

Para pemuda itu dihujani kerikil sebelum akhirnya Bangkit menghilang.

"Kita balik, yuk!" rengek Goen yang sudah mulai ketakutan.
"Sudah setengah perjalanan mau balik? Gak! Kita lanjutkan!" tegas Kenang.
"Udah tidak usah berdebat, kita istirahat sebentar," sahut Moel melerai.

Urya meletakkan tubuhnya di atas batu hitam yang cukup besar. Tatapannya jauh memandang langit mengamati burung-burung lawet itu terbang.

Sementara di sisi lain, 'sosok Takau' mengamati dari kejauhan dan ....

Ya! Bukankah 'Takau dan Bangkit' adalah 'tokoh' yang sempat muncul dalam sekelebaatan peristiwa aneh 'penglihatannya' itu? Urya tertegun. 'Mereka' para 'penghuni' hutan, sungai dan bukit Marundau, kenapa satu persatu seolah memberikan isyarat alam? Entahlah.

Sejak kelahirannya, ia ikhlas menjalani 'anugrah' Tuhan. Anugrah melihat dan merasakan 'mereka' yang tidak teraba oleh visual normal. Namun, baru pertama kali dirinya mengalami 'penyatuan' dengan dimensi yang selama ini setia mengikuti tidak ubahnya bayang-bayang sendiri.

Seorang spiritualis sahabatnya pernah mengatakan, bahwa 'mereka' membutuhkan energi yang teramat besar untuk menampakkan diri, meski dalam wujud samar sekalipun.

Lantas, seberapa besar gerangan energi yang mereka serap untuk bisa 'menarik' seorang anak manusia hingga dapat menyatu dan merasakan dunianya? Entahlah, sepertinya memberikan isyarat mereka untuk balik kembali turun.

Lelah sejenak Urya menarik nafas dalam-dalam, berkali-kali, memenuhkan rongga kosong dalam dadanya hingga detak jantungnya berangsur normal.

"Gimana, Ya? Udah kelihatan arah burung-burung itu bersarang?"
Moel mendekat sembari menyodorkan sebotol minuman.

Urya yang terbiasa dehidrasi ketika mendaki gunung, tidak menolak botol yang masih tersegel itu dan meminumnya.

"Sepertinya ke arah utara. Lihat itu!" balas Urya menunjukkan dengan jari telunjuk ke atas langit.

The end

Quote:


Spoiler for Adri Arai Atai:


Apakah mereka berhasil mendaki sampai puncak bukit Marundau? Ataukah justru malah kembali pulang. Lantas, bagaimana dengan sarang waletnnya? Sementara baru setengah perjalanan saja sudah banyak misteri dan hambatan.

Gimana menurut Gansis, apakah ingin mengikuti ini horor thread? Jangan lupa rate, cendol segar, subcribe dan kalau perlu bagikan!

Baca sambil ngopi? Boleh. Ngeteh? Juga boleh, sambil ngemil menyan juga boleh. Awas! Jangan baca sendirian di malam hari! Belajar bersama bisa dan terimakasih.

Sumber: dokumen pribadi
Diubah oleh bekticahyopurno 19-09-2019 03:02
ceuhetty
nona212
sulkhan1981
sulkhan1981 dan 29 lainnya memberi reputasi
30
8.3K
126
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan