#KKN #BUKANHOROR

Sumber Foto : Pixabay.com



Jagad maya lagi ramai soal kisah horor yang dialami beberapa mahasiswa saat sedang KKN. Sejujurnya saya belum tertarik untuk membacanya. Bukan tidak menghargai hasil karya yang entah fiksi atau nyata, tapi memang sekarang tidak terlalu tertarik dengan cerita horor. Jadi saat ada cerita bertema horor, bisa dipastikan tidak akan saya baca. maaf, ya.

Ngomong-ngomong soal KKN, banyak pengalaman KKN saya yang seru dan sulit dilupakan. Sayangnya saat itu tak banyak momen yang tertangkap kamera. Eh, tapi itu salah satu keseruan KKN tanpa kamera. Saya dan teman-teman bisa fokus bersosialisasi dengan warga.


Saat itu saya berlima belas KKN di desa yang berada di selatan Gunung Ciremai. Saya sih menyebutnya negeri di atas awan. Soalnya kalau pagi atau sore saat kabut menyelimuti, saya bisa melihat awan dari desa tempat kami tinggal selama 40 hari itu.

Nama desanya Sunia Baru, kecamatan Banjaran Kab. Majalengka. Salah satu desa penghasil cabe terbesar di Majalengka. Masyarakatnya sangat ramah, membuat kami betah. 40 hari di sana tak terasa begitu lama.

Beberapa hal seru namun konyol yang sempat saya alami di momen KKN waktu itu.



Karena berada di ketinggiian yang hampir 1000 meter di atas permukaan laut, cuaca di desa tempat saya KKN cukup dingin. Mungkin berada di angka 20° atau lebih sedikit. Ditambah hampir semua rumah tak punya sumur gali. Mereka mengandalkan mata air yang ditampung, kemudian dialirkan melalui selang-selang kecil ke rumah-rumah. Jadi stok air di rumah tak begitu banyak kalau untuk mandi 10 sampai 15 orang.

Kalau mau leluasa mandi dengan air yang banyak, harus ke sungai atau mengambil waktu tengah malam, saat air mengalir lancar.



Kebiasaan saya dan teman-teman kalau sudah di sekretariat KKN atau rumah tinggal, itu malas keluar. Masalahnya saat itu sedang musim hujan, cuaca dingin, ditambah jalan yang becek dan licin bikin malas ke mana-mana.

Meski diharuskan bersosialisasi dengan warga, kami lebih senang berdiam di rumah. Apalagi menjelang malam. Nyaman banget, pakai jaket tebal atau sarung, minum kopi plus rebusan ubi. Beuh, nikmatnya dunia saat itu.



Nah, kalau yang ini beneran serunya. Waktu itu kami sering ikut dengan beberapa warga untuk mengunjungi kebun yang digarapnya. Sebagian besar profesi warga di tempat KKN waktu itu adalah petani. Cabe, tomat, kol, sawi, dan sawi putih jadi andalan komoditas mereka.

Kalau harga cabe sedang meroket, petani yang beruntung dari hasil panennya bisa beli mobil, bangun rumah, atau bahkan naik haji. Keren, pokoknya.

Saya dan teman-teman sering main ke kebun warga, memetik tomat dan memakannya langsung di tempat. Pulangnya, tentu tidak dengan tangan kosong. Kami bisa membawa sayuran untuk bahan makanan tiga atau empat hari ke depan.

Aliran sungai di sana juga masih jernih. Sesekali saya dan teman-teman suka mencuci pakaian di sungai. Kadang sekalian mandi juga. Tapi harus pandai cari waktu yang tepat. Gawat kalau mandi di sungai terus ada ibu-ibu atau gadis desa yang juga ingin mencuci pakaian. Bukan Muhrim!

Disamping hal-hal seru tadi, masih banyak hal seru dan pelajaran positif yang bisa diambil saat KKN. Serius, selama 40 hari di sana, kami tak pernah mengalami pengalaman mistis. Padahal desa tempat KKN kami itu masih banyak kebun. Dari satu RW ke RW lainnya kami harus melewati kebun, sawah, yang kalau malam belum ada penerangan. Namun, semua dijalani dengan enjoy.



Masih banyak lagi yang lainnya. Ada juga percikan-percikan cinta lokasi yang terjadi saat itu. Meski akhirnya hanya sebatas cinta lokasi. KKN usai, cinta pun bye bye.

Nah, kalau Agan Sista punya pengalaman seru saat KKN? Berbagi cerita dong, di sini.

Thanks for reading. Jangan lupa komentar dan rate ya, Gan.