noldeforestasiAvatar border
TS
noldeforestasi
Bung Hatta Saja Tolak Papua Gabung Indonesia...


Andaikan saja waktu itu para pendiri republik ini mendengarkan gagasan yang disampaikan seorang  Mohammad Hatta, mungkin nasib Papua boleh jadi tidak melulu menjadi ‘duri dalam daging’ seperti sekarang ini.

Sejarah mencatat, bahkan sejak sedari awal Indonesia berdiri, Papua, wilayah di ujung timur negeri ini kerap memantik silang pendapat. Ketika para pendiri bangsa merancang luas wilayah Indonesia, debat alot bergaung saat membahas Papua. Rekaman perbincangan ini tercatat dalam dalam rapat BPUPKI pada 10-11 Juli 1945.

Suara yang menyetujui masuknya Papua ke dalam wilayah Indonesia didahului oleh Kahar Muzakkar, wakil dari Sulawesi Selatan. Mohammad Yamin, salah satu anggota yang lain, merumuskan konsep Indonesia Raya yang terbentang meliputi wilayah bekas Hindia Belanda, Borneo Utara (Sabah dan Sarawak), Malaya, Timor Portugis (kini Timor Leste), hingga Papua.

Menurutnya, secara historis, politik, dan geopolitik, wilayah-wilayah tadi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Soal Papua pun demikian.

Soekarno lalu datang menyampaikan suara yang senada dengan gagasan Yamin. Mengutip kitab Negarakertagama, Soekarno menyatakan bahwa sejatinya kekuasaan Kerajaan Majapahit melebar hingga ke pulau Papua.

Berbeda dengan mayoritas anggota BPUPKI, Hatta punya usulan lain. Menurutnya Indonesia cukup meliputi negeri Hindia Belanda saja. Adapun Papua, yang di sebut-sebut kaya dan punya ikatan sejarah dengan nusantara, tidaklah masuk dalam keluarga besar Republik Indonesia.

“Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka,” kata Hatta pada sidang BPUPKI 11 Juni 1945 yang tercatat dalam Risalah Sidang BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.

Ia berpendapat, memasukkan Papua yang secara etnis berbeda dapat menimbulkan prasangka bagi dunia luar. Orang Papua berasal dari bangsa Melanesia, berbeda dengan Indonesia yang Melayu.

Bertolak dari hukum internasional yang berlaku, tuntutan atas wilayah ini akan memberi kesan Indonesia memiliki nafsu imperialistis. Kecuali rakyat Papua sendiri yang menginginkan untuk bergabung.

Gagasan Yamin dan Soekarno mendapat banyak dukungan dari kebanyakan anggota. Silang gagasan pun tidak terhindarkan. Untuk memecahkan kebuntuan, Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat mengadakan pemungutan suara.

Ada tiga opsi untuk dipilih sebagai wilayah negara Indonesia: (1) seluruh Hindia Belanda; (2) Hindia Belanda ditambah Malaya, Borneo Utara, Timor, dan Papua; (3) Hindia Belanda ditambah Malaya dan Borneo Utara minus Papua.  Hasilnya, dari 66 peserta sidang, opsi nomor 1 memperoleh 19 suara, opsi nomor 2 memperoleh 39 suara, opsi nomor 3 memperoleh 6 suara, blangko 1 suara, dan lain-lain 1 suara.

Pada akhirnya, gagasan kesatuan Yamin dan Soekarno memperoleh suara terbanyak. Konsep ini lah yang kemudian diterima sebagai wilayah Indonesia Raya, dari Sabang sampai Merauke.

Ironisnya, penentuan masa depan Papua yang dirembug dalam forum BPUPKI bukanlah wadah yang representatif. Pasalnya, tiada seorang pun wakil dari Papua yang menyampaikan suaranya di sana. Dilibatkan pun tidak. Wakil Papua baru tampil sebagai delegasi setahun kemudian dalam Konferensi Malino- perundingan yang diselenggarakan pihak Belanda.

Kebiasaan Indonesia untuk tidak melibatkan rakyat Papua dalam penentuan nasib dan masa depan wilayahnya sendiri, kembali terjadi bertahun-tahun kemudian.

Dalam proses penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) pada 15 Agustus 1962 di Villa Huntland Middleburg, Virginia, antara Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda, yang difasilitasi oleh Amerika Serikat, rakyat Papua juga sama sekali tidak dilibatkan.



Dalam perjanjian tersebut ditetapkan beberapa poin antara lain Belanda harus menyerahkan Papua kepada badan PBB, United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) selambat-lambatnya 1 Oktober 1962. Perjanjian ini juga yang menjadi landasan digelarnya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969.

Perjanjian inilah yang kemudian menjadi titik awal menyeruaknya nafsu besar Amerika Serikat yang menunjukkan perannya yang lebih dari sekedar mediator penyelesaian masalah Papua yang kala itu bernama Irian Barat, yakni turut bermain demi kepentingannya sendiri, baik demi menangkal masuknya Indonesia ke dalam jaringan komunis Uni Soviet, maupun motif ekonomi yang dahsyat: menguasai kekayaan alam Papua melalui Indonesia.

Ya, nafsu besar itu tidak lain dan tidak bukan adalah penguasaan tambang Grasberg, tambang emas terbesar dan tambang tembaga terbesar kedua di dunia, yang dioperasikan oleh Freeport-McMoRan Inc.

Lihat yang kemudian bertahun-tahun terjadi. Indonesia yang secara “de jure” merupakan pemilik tanah Papua, mau-mau saja dikadali Amerika Serikat soal bagi-bagian pengolahan hasil tambang Freeport. Selama 40 tahun kita manggut-manggut saja menikmati bagi hasil pengolahan yang hanya sebesar 9,3% dari tambang tersebut.

Beruntung pemerintah akhirnya ‘sadar’ juga dari tidur panjangnya. Setelah melewati proses jalan divestasi yang panjang dan berliku, pada 12 Agustus 2018 pemerintah sukses meningkatkan porsi kepemilikan sahamnya di PT Freeport Indonesia menjadi 51,23%, yang akan berlangsung bertahap selama 3,5 tahun ke depan.

Presiden Jokowi sendiri memastikan masyarakat Papua, dalam hal ini melalui Pemda, akan mendapatkan 10% saham PT Freeport Indonesia plus pajak daerah. Dengan memiliki saham, Pemda Papua akan mendapatkan dividen paling sedikit sebesar US$100 juta atau Rp1,45 triliun per tahunnya setelah 2022.

Jumlah ini tentu saja sangat besar mengingat sebelumnya PT Freeport Indonesia selama ini hanya memberikan 1% keuntungan dari hasil tambang untuk masyarakat adat. Jumlah hasil keuntungan untuk masyarakat itu pun masih dibagi ‎untuk tujuh suku. Namun relatif tidak besar jika membayangkan rakyat Papua-lah sesungguhnya pemilik ‘sah’ tambang Grasberg.

Tidak hanya tambang Grasberg, tambang-tambang lain pun menjamur di tanah Papua. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang Papua (KMSTRP) menemukan fakta terjadi tumpang tindih izin yang ada di Papua. Temuan dari tim menujukkan adanya kerugian negara yang mencapai Rp800 miliar lebih akibat adanya 82 izin usaha pertambangan yang tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Andi Astriyaamiati dari Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRAH) yang merupakan koalisi dari KMSTRP menyebutkan, dari 82 izin tambang tersebut, 72 memiliki izin dengan status eksplorasi yang tidak memiliki IPPKH dan sebanyak tiga izin pertambangan dengan status eksplorasi yang tidak memiliki IPPKH

Tak hanya tambang, dari sektor perkebunan sawit juga ditemukan ketidakpatuhan pemegang konsensi terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil yang ditemukan KMSTRP, ada 53 pemegang izin usaha perkebunan sawit belum terkonfirmasi mengantongi Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPKH) dan hanya 22 izin perkebunan sawit atau 29,33% saja yang memiliki IPKH.

“Dari 82 izin tambang tersebut, 72 memiliki izin dengan status eksplorasi yang tidak memiliki IPPKH dan sebanyak tiga izin pertambangan dengan status eksplorasi yang tidak memiliki IPPKH. ini yang berpotensi merugikan negara,” jelas Andi.

Hutan di Provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan lindung, mencapai 38.153.269 hektar (ha).

Padahal pada 2009, luas hutan di sana masih mencapai 42 juta ha. Tahun 2011 lalu Greenpeace mencatat laju deforestasi rata-rata per tahun di Provinsi Papua mencapai 143.680 ha, sementara di Provinsi Papua Barat 293 ribu ha.

Salah satu permasalahan yang mendapat perhatian luas adalah hadirnya mega proyek Merauke Integrated Food dan Energi Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke sejak 2010 lalu. Proyek ini mengambil porsi terbesar kerusakan hutan Papua karena pada tahap pertama hutan yang dibuka seluas 228.022 ha. Dengan begitu terbukti merusak ribuan hektar hutan dan menyengsarakan masyarakat asli pemilik lahan.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Perizinan (BKPMDP) Pemerintah Kabupaten Merauke menyebutkan, sekitar 32 perusahaan telah mendapat izin prinsip untuk mengeroyok beberapa sektor unggulan dalam proyek ini.

Disini sektor Hutan Tanaman Industri (HTI) mendapat porsi lahan terbesar, yakni 973.057.56 hektar. Perkebunan kelapa sawit sebagai sektor unggulan kedua menyerap lahan seluas 316.347 hektar. Untuk perkebunan tebu seluas 156.812 hektar, perkebunan jagung 97.000 hektar, areal tanaman pangan 69.000 hektar, pengolahan kayu serpih 2.818 hektar dan areal pembangunan dermaga 1.200 hektar. Sesuai ijin yang sudah dikeluarkan, total lahan yang akan digunakan sebesar 1.616.234,56 hektar dalam mega proyek MIFEE.

Dengan 300 ribu hektar hutan Papua rusak tiap tahunnya, bila tidak diatasi, bukan mustahil hutan Papua bakal musnah dalam hitungan



Ya, inilah fakta yang terjadi. Pulau Papua yang kerap disebut “The Second Green Land” di Pasifik Selatan, dengan hamparan hutan tropis yang luas, gunung-gunung yang menjulang, dikelilingi dataran rendah hingga lembah-lembah yang subur berselimutkan pepohonan hijau, dan menyimpan berlaksa-laksa misteri, makin lama makin rusak seiring dangan proses degradasi dan deforestasi dari waktu ke waktu.

Andaikan saja waktu itu Soekarno tidak kelewat “klenik” dan Yamin tidak kelewat “ilmiah.” Coba bayangkan jika para pendiri bangsa mau berpikir lebih simple dan logis, layaknya Hatta, bahwa orang Papua berbeda dengan kita, orang Melayu.  

Mungkin saja alam Papua tidak akan rusak oleh nafsu serakah korporasi tambang dan sawit atas izin Indonesia seperti yang terjadi saat ini. Mungkin saja Papua masih baik-baik saja…


Acuan:


https://historia.id/politik/articles...ak-papua-vqjeJ

https://www.teras.id/news/pat-20/128...-rp-800-miliar

https://tirto.id/tahun-tak-pernah-be...ian-sesak-cCDM
Diubah oleh noldeforestasi 31-08-2019 04:39
stella
adammohak
vly69
vly69 dan 20 lainnya memberi reputasi
13
11.2K
153
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan