adnanamiAvatar border
TS
adnanami
Toxic Positivity, Dimana yang Dianggap Positif Bisa Menjadi Racun!


Kesehatan mental menjadi sesuatu yang penting jaman sekarang. Di tengah jari - jari netizen yang semakin kejam dan mulut orang sekarang bak harimau yang meraung - raung, serta sikap kita sendiri yang terlalu mengambil hati dalam suatu kejadian. Lagi - lagi tentang kebaperan. Banyak orang yang menjadi baperan jaman now. Entah siapa yang salah, apakah orangnya yang terlalu kaku dan tak bisa santai sehingga candaan dinilai serius? Atau memang guyonannya yang sudah mulai tidak etis?

Ketika kita marah, mengeluh, kecewa, dan sedih respon orang - orang disekitar kita menganjurkan kita untuk bersikap seolah semuanya baik - baik saja, kita dituntut untuk pura - pura bahagia dan memendam emosi yang seharusnya dikeluarkan.

"Sabar ya!"

"Kamu nggak boleh gitu, tahan emosi kamu!"


Kata - kata di atas sangat lumrah dan sering kita dengar dari orang lain, atau bahkan mungkin kita sendiri pernah merespon curhatan orang lain dengan kalimat tersebut.Budaya untuk terus bersikap positif selama ini dianggap bagus tapi berdampak buruk bagi psikis kita. Disinilah muncul fenomena toxic positivity, dimana kebiasaan yang selama ini dianggap positif ternyata justru menjadi racun untuk pelakunya. Jika kita terbiasa mengubur emosi negatif dalam jangka waktu lama, bukan tidak mungkin suatu saat akumulasi energi negatif tersebut meledak - ledak di momen yang tak pernah kita sangka.

Kita jadi heran dengan diri kita sendiri ketika dihadapkan pada hal sepele tapi respon kita menjadi berlebihan dan meledak - ledak. Setelah kejadian berlalu barulah kita merasa malu atas apa yang kita lakukan di kejadian tersebut. Apakah agan dan sista pernah mengalaminya? Bisa jadi hal itu adalah efek dari toxic positivitytadi.

Makanya kita perlu menyalurkan emosi tersebut melalui tindakan yang tidak mengakibatkan hal fatal misalnya menangis. Banyak orang menganggap menangis itu tanda kelemahan, khususnya untuk pria. Kaum adam seolah haram menangis karena nanti dianggap tidak gentleman, padahal pria juga manusia yang punya emosi. Aturan yang dibuat oleh manusia sendiri ini membuat banyak lelaki lebih rentan stress karena tidak bisa meluapkan emosinya lewat tangisan oleh sebab stigma - stigma yang telah mengakar kuat sejak jaman dulu. Para pria takut dijudge lemah, manja dan lelaki KW.

Menangis bisa menjadi kebiasaan sehat bila tujuan dilakukannya adalah untuk meluapkan emosi. Nggak peduli apapun gender kita. Mengekspresikan emosi entah itu marah, kecewa, maupun sedih adalah hak setiap orang, selama cara meluapkannya benar dan tidak melanggar hukum maupun menyakiti orang lain.

Jika thread ini dirasa bermanfaat silahkan share sebanyak - banyaknya di sosial media Agan dan Sista, follow adnanami di kaskus, kasih cendol, bintang 5, dan komentar di bawah ya Gan ... Sis!

Sumber referensi :
1. kumparan.com/toxic positivity
2. youtube.com/gita savitri devi

Mata.Elang084
tata604
swiitdebby
swiitdebby dan 48 lainnya memberi reputasi
49
11.9K
371
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan