LordFariesAvatar border
TS
LordFaries
Siapakah Sebenarnya Presiden Yang Paling Boros Berutang?


Nusantara.news, Jakarta – Diskursus mengenai siapa sebenarnya presiden Indonesia yang paling getol menciptakan utang masih berlangsung. Padahal jejak rekam masing-masing utang dari tujuh presiden sudah terang benderang. Siapakah juaranya?

Persoalan dasar terciptanya utang lantaran manajemen fiskal yang lebih besar pasak daripada tiang. Bedanya, masing-masing presiden berutang tentu ada argumentasi dan ada kebutuhan, bahkan ada output yang jelas terhadap bangsa ini.

Tapi ada juga presiden yang terlalu boros berutang dengan alasan dan cita-cita yang juga bombastis. Tapi sayang outputnya masih jauh dari harapan, bahkan belakangan mayoritas indikator ekonomi yang dihasilkan dari utang rerata menurun atau lebih kecil dari target.

Untuk memahami secara jelas rekam jejak utang masing-masing presiden berikut ini raihan dan kondisi ekonomi yang melatarbelakangi dimasa kepemimpinan Sang Presiden.

Presiden Soekarno
Diawali dengan Presiden Soekarno. Soekarno menjadi Presiden dalam kondisi mewarisi jejak kepemimpinan penjajah Jepang dan Belanda. Sisa utang warisan Belanda yang harus dipikul Seokarno tercatat sebesar US$1,6 miliar. Di masa Pemerintaha Soekarno selama 21 tahun tentu mengalami pasang naik dan pasang surut dalam perekonomian.

Soekarno memimpin dengan kondisi aset produktif banyak rusak akibat sisa perang, inflasi tinggi akibat kelangkaan barang, peningkatan uang beredar tidak terkendali untuk menutupi defisit. Selain itu ekspor dan impor terhenti akibat blokade oleh Belanda, dan yang menarik migrasi penduduk antar daerah begitu tinggi.

Yang menarik, selama masa kepemimpinannya, Seokarno sibuk melakukan nasionalisasi aset-aset sisa peninggalan Belanda. Baik di sektor perkebunan, perdagangan, perindustrian, perbankan, perusahaan listrik, hingga transportasi. Aset hasil nasionalisasi inilah pada gilirannya yang menggerakkan ekonomi.

Di masa kepemimpinan Soekarno, rerata pertumbuhan ekonomi yang berlangsung antara 1,08% hingga 5,74%. Namun dimasa Soekarno terjadi hiper inflasi dan terjadi pemotongan nilai mata uang (sanering) yang mengguncang perekonomian. Sementara pendapatan per kapita di zaman Soekarno masih di level Rp5,5 juta dan turun di level Rp5,05 juta di akhir kepemimpinannya.

Itu sebabnya Soekarno memerlukan topangan utang untuk membangun, sampai akhir masa kepemimpinannya total utang yang diwariskan kepada Pemerintahan Soeharto tercatat sebesar US$6,3 miliar.

Jika dirata-rata, setiap tahun Presiden Soekarno menciptakan utang US$300 juta selama 21 tahun kepemimpinan pemerintahannya.

Presiden Soeharto
Sebagaimana diketahui, pada zaman Orde Baru, aktivitas pembangunan gencar dilakukan selama 32 tahun. Sampai-sampai Soeharto mendapat predikat sebagai Bapak Pembangunan.

Untuk bisa membangun, Soeharto memerlukan stabilitas, maka disusunlah Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan strategi pembangunan jangka panjang sampai 25 tahun. Kemudian GBHN itu dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang merupakan strategi pembangunan jangka pendek.

Namun, muncul berbagai kasus korupsi saat Presiden Soeharto menjabat. Dengan dalih pembangunan, utang Indonesia pun semakin membengkak. Ya, totalnya pun sangat fantastis. Yakni, mencapai sekitar US$151 miliar. Jumlah itu meningkat US$144,7 miliar dari jumlah sebelumnya, sekaligus menjadi warisan untuk Presiden BJ Habibie.

Dengan total utang selama 32 tahun tersebut di atas, setiap tahun Presiden Soeharto menciptakan utang sebesar US$4,5 miliar. Namun hasilnya cukup baik, pertumbuhan ekonomi rerata 7% per tahun, pembangunan berjalan lancar, kondisi ekonomi stabil sampai diguncang krisis moneter 1998 sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi minus 13%.

Rupiah tertekan dari Rp2.300 menjadi Rp17.000 per dolar AS sebagai dampak krisis moneter. Sedangkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dimasa Soeharto naik dari Rp5,5 juta menjadi Rp18,9 juta.

Presiden BJ Habibie
Setelah demo besar-besaran di era 1998, akhirnya Presiden Soeharto digantikan dengan B.J. Habibie. Meski hanya menjabat dalam waktu singkat, yakni 17 bulan, beliau mampu membayar utang negara. Memang, jumlahnya tidak banyak yakni hanya US$3 miliar. Namun, penghematan utang sebesar US$1,7 juta per tahun, hal tersebut cukup membantu.

Habibie berhasil membayar utang negara sebesar US$3 miliar, sehingga total utang Indonesia berkurang dari US$151 miliar menjadi US$148 miliar.

Dijeda kepemimpinan yang hanya 17 bulan itu Habibie berhasil membuat rupiah kuat kembali dari Rp17.000 menjadi Rp6.700 per dolar AS. Suatu prestasi yang tak pernah diulang oleh presiden sesudahnya.

Pendapatan per kapita di zaman Habibie turun tipis dari Rp18,9 juta menjadi Rp18,8 juta, dengan pertumbuhan ekonomi dari minus 13% dikatrol menjadi positif 0,79%

Presiden Abdurrahman Wahid
Kemudian, trend positif pengelolaan utang pun berlanjut di era Gus Dur. Beliau menggantikan Habibie melalui Pilpres. Presiden yang satu ini pun melakukan hal sama dengan presiden sebelumnya. Memang, totalnya tidak sampai bisa melunasi seluruh utang negara.

Setidaknya, jumlahnya kali ini cukup besar. Yakni, sekitar US$9 miliar. Artinya, utang negara hingga Gus Dur lengser turun menjadi US$139 miliar. Penurunan yang cukup fantastis, mengingat beliau hanya menjabat 21 bulan.

Rerata penghematan utang sebesar US$5,1 juta per tahun, baik lewat lobi pergeseran utang berbunga mahal menjadi lebih murah, melakukan rescheduling dan restrukturisasi utang.

Gus Dur berhasil menaikkan income per kapita dari Rp18,8 juta menjadi Rp19,9 juta. Ia juga berhasil menggenjot pertumbuhan ekonomi dari 0,79% menjadi 3,64% per tahun.

Kalau di zaman Habibie berhasil menekan tingkat kemiskinan di level 23,4%, di masa Gus Dur kemiskinan bisa ditekan hingga 18,4%.

Namun Gus Dur dilengserkan lewat mekanisme impeachment setelah mengeluarkan dekrit pembubaran DPR. Lewat Sidang MPR, Gus Dur dimakjulkan MPR.

Presiden Megawati Soekarnoputri
Megawati pun diangkat menjadi presiden menggantikan Gus Dur. Di era presiden perempuan kali pertama ini, Indonesia kembali menambah utang. Namun, jumlahnya tidak sebanyak yang dilakukan Presiden Soeharto.

Mulai menjabat hingga Lengser, Megawati hanya menambah hutang US$2 miliar. Artinya setiap tahun dimasa Pemerintahan Megawati ada tercipta utang sebesar US$606,1 juta per tahun. Sehingga, total utang Indonesia mencapai US$141 miliar.

Di masa Megawati politik dan ekonomi sudah mulai stabil, ditandai dengan peningkatan pendapatan per kapita dari Rp19,9 juta menjadi Rp22 juta. Pertumbuhan ekonomi juga naik dari 3,64% menjadi 5,03%, sementara angka kemiskinan berhasil ditekan dari 18,4% menjadi 16,7%.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Nah, angka utang yang lebih fantastis sebenarnya bukan ditorehkan mantan Presiden Soeharto. Ya, utang terbesar terjadi selama masa pemerintahan Presiden SBY. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung. Yakni, mencapai US$150 miliar. Artinya, total utang negeri ini mencapai US$291 miliar di akhir masa kepemimpinan SBY.

Rerata utang yang diciptakan SBY selama kepemimpinannya sebesar US$15 miliar per tahun seiring dengan peningkatan aktiivitas dan skala ekonomi Indonesia. SBY pada masanya mencanangkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sehingga membutuhkan utang besar.

Jika dibandingkan dengan pemerintahan Presiden Soeharto selama 32 tahun dengan utang US$144,7, tentu yang dilakukan SBY lebih boros. Bayangkan saja, dalam tempo 10 tahun menjabat (dua periode), dia menambah utang US$150 miliar.

Dari utang yang tercipta, SBY berhasil mengatrol pendapatan per kapita dari Rp22 juta menjadi Rp33,6 juta. Disamping juga menggenjot pertumbuhan ekonomi dari 5,03% menjadi 7%, tapi diujung kepemimpinannya pertumbuhan ekonomi kembali turun dikisaran 5,01%.

SBY berhasil menekan angka kemiskinan dari 16,7% menjadi 11,3%. Oleh karena para menteri dan orang-orang dekatnya terjerat korupsi, pamor SBY pun redup hingga akhir kepemimpinannya.

Presiden Jokowi
Kini negeri ini diperintah oleh Presiden Jokowi. Dia memimpin negeri ini dengan warisan utang dari para pendahulunya. Jumlahnya pun sangat fantastis. Yakni, US$291 miliar. Nah mampukah Presiden Jokowi mencicil atau bahkan melunasi utang tersebut? Ki

Selama 3,5 tahun masa kepemimpinan Jokowi, total utang Indonesia pun terus membengkak. Menurut data Bank Indonesia total utang sampai Februari 2018 sudah menyentuh level US$357,5 miliar, artinya di masa Jokowi ada tambahan utang sebesar US$66,5 miliar.

Dengan demikian, selama tiga tahun masa kepemimpinan Jokowi setiap tahun menciptakan utang sebesar US$19 miliar. Tentu saja jumlah utang itu meningkat lantaran program pembangunan infrastruktur yang bombastis, yakni senilai Rp5.500 triliun selama 2015 hingga 2019. Sementara kapasitas anggaran hanya sekitar 35%.

Infrastruktur yang akan dibangun itu mulai dari jalan tol, bandara, pelabuhan, rel kereta, light rapid transportation (LRT) hingga pembangkit listrik. Hanya saja pihak swasta, BUMN, asing yang masuk masih di bawah 5%, sehingga terpaksa pemerintah gali lobang tutup lobang.

Akibatnya, Jokowi pun getol berutang demi mengenjar ambisi pembangunan infrastruktur tadi. Sayangnya pertumbuhan utang setiap tahun mencapai 14%, namun pertumbuhan ekonomi di masa Jokowi stagnasi di kisaran 5%. Ada yang aneh, bahkan terkesan utang yang begitu besar tidak membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi.

Sementara pendapatan per kapita berhasil digenjot dari Rp33,6 juta menjadi Rp36,6 juta. Tingkat kemiskinan turun tipis dari 11,3% menjadi 10,6%. Memang rasio utang terhadap PDB masih di kisaran 29,2%, namun karena masa kepemimpinan Jokowi masih 1,5 tahun lagi.

Artinya peluang menambah utang makin tinggi, apalagi kalau sampai terpilih dua periode, maka dapat dipastikan Pemerintahan Jokowo adalah produsen utang paling besar.

https://nusantara.news/siapakah-sebenarnya-presiden-yang-paling-boros-berutang/

Raja hutang

Diubah oleh LordFaries 12-04-2018 13:43
0
12K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan