- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Masihkah Kita Membeda-Bedakan Seseorang Berdasarkan Ras?
TS
rendyconan
Masihkah Kita Membeda-Bedakan Seseorang Berdasarkan Ras?
Halo agan dan sista semua, sebelumnya TS mau mengucapkan selamat hari Sumpah Pemuda yang diperingati pada setiap tanggal 28 Oktober. Adapun isi dari Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:
Demi memeriahkan Sumpah Pemuda tahun ini gue akan bahas point yang gue bold di atas. Penasaran kan? Simak pengalaman gue mengalami hal yang kurang menyenangkan. Mungkin banyak juga yang pernah merasakannya
Sumber gambar: hipwee.com
Mungkin yang bakal gue bahas mengandung unsur SARA tetapi bukan mau menyudutkan dan membela satu suku, agama, ras, ataupun antargolongan tertentu. Tetapi yang ingin gue bahas adalah bagaimana anak muda seharusnya menyikapi hal ini. Gue inget banget waktu masih SMP seringkali gue melewati jalan pulang yang juga dilewati oleh anak sekolah lain. Tetapi adalah ketika melewati jalan itu dan karena rata-rata mereka rumahnya di komplek tersebut mereka seringkali memanggil gue dengan sebutan “Ch*n*!” Gue pikir karena gue jalan sendirian maka diejek seperti itu tetapi saat pulang bersama teman pun melewati jalan yang sama tetap dipanggil seperti itu ditambah embel-embel “Pelit” dan lain sebagainya
Cukup sering dipanggil dengan sebutan seperti itu ketika lewat jalan tersebut sampai suatu ketika mereka yang memanggil kami seperti itu melaju kencang menggunakan sepeda motor dengan bonceng 3 an cowok semua kayak pare-parean. Sampai salah satu sendal yang digunakan oleh orang tersebut lepas dan seorang kawan dengan sigap mengambilnya lalu berlari (saat itu kami pulang berjalan kaki dan ada yang naik sepeda). Teman gue yang mengambil sendal ini berlari karena dikejar oleh mereka yang memakai sepeda motor dan sendal itu pun dibuang ke dalam got karena kesal teman gue pun sembunyi di salah satu gang dan kami berkumpul di sana. Begitupun dengan kawanan mereka yang mengejek kami. Untungnya tidak terjadi keributan, setelah adu mulut kami pun bisa berdamai dan setelah hari itu kami dapat melewati jalan atau komplek itu dengan tenang (walau beberapa kali masih saja dipanggil dengan sebutan Ch*n*)
Itu adalah salah satu contoh cerita yang mungkin dirasakan banyak orang keturunan Tionghoa di Indonesia. Sebagai minoritas seringkali mendapatkan hal-hal seperti itu tetapi ini bukan soal mayoritas atau minoritas lagi karena kami pun lahir di Indonesia. Bahkan banyak juga orang Tionghoa yang tidak fasih atau tidak bisa berbahasa Mandarin tetapi lebih fasih dan bisa berbahasa Indonesia. Tetapi gue sadar setelah semakin dewasa, mungkin cerita gue di atas terjadi karena masa transisi dari anak kecil yang beranjak masuk ke remaja (SMP). Wajar masih remaja belum masuk ke tahap dewasa muda di mana ego masih tidak stabil. Ya gak nutup kemungkinan yang dewasa muda juga banyak yang masih labil. Tetapi saat ini ketika dewasa gue bersyukur karena ketika berkumpul dengan teman-teman tidak lagi membeda-bedakan ras dan juga hal lainnya
Quote:
Demi memeriahkan Sumpah Pemuda tahun ini gue akan bahas point yang gue bold di atas. Penasaran kan? Simak pengalaman gue mengalami hal yang kurang menyenangkan. Mungkin banyak juga yang pernah merasakannya
Sumber gambar: hipwee.com
Mungkin yang bakal gue bahas mengandung unsur SARA tetapi bukan mau menyudutkan dan membela satu suku, agama, ras, ataupun antargolongan tertentu. Tetapi yang ingin gue bahas adalah bagaimana anak muda seharusnya menyikapi hal ini. Gue inget banget waktu masih SMP seringkali gue melewati jalan pulang yang juga dilewati oleh anak sekolah lain. Tetapi adalah ketika melewati jalan itu dan karena rata-rata mereka rumahnya di komplek tersebut mereka seringkali memanggil gue dengan sebutan “Ch*n*!” Gue pikir karena gue jalan sendirian maka diejek seperti itu tetapi saat pulang bersama teman pun melewati jalan yang sama tetap dipanggil seperti itu ditambah embel-embel “Pelit” dan lain sebagainya
Cukup sering dipanggil dengan sebutan seperti itu ketika lewat jalan tersebut sampai suatu ketika mereka yang memanggil kami seperti itu melaju kencang menggunakan sepeda motor dengan bonceng 3 an cowok semua kayak pare-parean. Sampai salah satu sendal yang digunakan oleh orang tersebut lepas dan seorang kawan dengan sigap mengambilnya lalu berlari (saat itu kami pulang berjalan kaki dan ada yang naik sepeda). Teman gue yang mengambil sendal ini berlari karena dikejar oleh mereka yang memakai sepeda motor dan sendal itu pun dibuang ke dalam got karena kesal teman gue pun sembunyi di salah satu gang dan kami berkumpul di sana. Begitupun dengan kawanan mereka yang mengejek kami. Untungnya tidak terjadi keributan, setelah adu mulut kami pun bisa berdamai dan setelah hari itu kami dapat melewati jalan atau komplek itu dengan tenang (walau beberapa kali masih saja dipanggil dengan sebutan Ch*n*)
Itu adalah salah satu contoh cerita yang mungkin dirasakan banyak orang keturunan Tionghoa di Indonesia. Sebagai minoritas seringkali mendapatkan hal-hal seperti itu tetapi ini bukan soal mayoritas atau minoritas lagi karena kami pun lahir di Indonesia. Bahkan banyak juga orang Tionghoa yang tidak fasih atau tidak bisa berbahasa Mandarin tetapi lebih fasih dan bisa berbahasa Indonesia. Tetapi gue sadar setelah semakin dewasa, mungkin cerita gue di atas terjadi karena masa transisi dari anak kecil yang beranjak masuk ke remaja (SMP). Wajar masih remaja belum masuk ke tahap dewasa muda di mana ego masih tidak stabil. Ya gak nutup kemungkinan yang dewasa muda juga banyak yang masih labil. Tetapi saat ini ketika dewasa gue bersyukur karena ketika berkumpul dengan teman-teman tidak lagi membeda-bedakan ras dan juga hal lainnya
Kami bisa saling mengenal satu sama lain, bisa belajar dari perbedaan itu untuk toleransi menghargai satu dengan yang lainnya karena sama-sama Indonesia. Jadi Sumpah Pemuda buat gue adalah saat kita bisa sama-sama bertoleransi satu sama lain. Tidak melihat dari suku, agama, ras, dan antargolongan tertentu baru kita ingin membantu. Tetapi karena kita Indonesia kita mau membantu satu sama lain, semangat gotong royong. Pastinya kita juga tahu bahwa kita tidak bisa hidup sendiri. Untuk diterima dalam lingkungan tertentu janganlah memandang ras seseorang karena kita sama-sama Indonesia.Lalu pertanyaannya nanti muncul kalau begitu kenapa kok ras A dan ras B sering kali tidak bisa bersama dalam soal hubungan asmara? Mungkin kalau ada yang bertanya seperti ini gue akan bahas di thread lain 
Itu yang menjadi Sumpah Pemuda versi gue, gimana kalau versi lo? Jangan lupa berikan tanggapan dan ikut berpartisipasi dalam memeriahkan hari Sumpah Pemuda ya gan sis!
Itu yang menjadi Sumpah Pemuda versi gue, gimana kalau versi lo? Jangan lupa berikan tanggapan dan ikut berpartisipasi dalam memeriahkan hari Sumpah Pemuda ya gan sis!
Sumber Tulisan: Asli Tulisan TS
2
3K
23
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan