naniharyono2018Avatar border
TS
naniharyono2018
Ini 3 Keputusan Penting Dzurriyah Pendiri NU ttg Khitthah & Pilpres 2019
Ini Tiga Keputusan Penting Dzurriyah Pendiri NU tentang Khitthah dan Pilpres 2019
24 Oktober 2018




JOMBANG | duta.co – Akhirnya dzurriyah para pendiri Nahdlatul Ulama (NU), turun gunung. Mereka menggelar halaqah penegakan khitthah NU 1926, di Dalem KasepuhanPP Tebuireng, Jombang, Rabu (24/10/2018). Selain membentuk ‘Komite Khitthah’, ada tiga keputusan penting yang perlu disampaikan kepada warga NU, termasuk bagaimana menghadapi Pilpres 2019.


Halaqah yang dimulai pukul 10.00 wib itu, ditunggui langsung KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) sekaligus sebagai sohibul bait dan KH Hasib A Wahab Chasbullah (Gus Hasib) dari PP Tambakberas. Hadir juga Gus Irfan Yusuf, KH Agus Solachul A’am Wahib Wahab (Gus A’am), Gus Rozaq, KH A Wachid Muin, KH Muhammad Najih Maimoen (Gus Najih) dari Sarang, KH Abdul Zaini (Besuk, Pasuruan), KH Abdul Hamid (Lasem).


Tampak pula KH Abdullah Muchid Pendiri IPIM (Ikatan Persaudaraan Imam Masjid Seluruh Indonesia), Prof Dr KH Ahmad Zahro, MA al-Chafidh Ketua IPIM, Drs H Choirul Anam, cucu menantu dari KH Achmad Dahlan (Pendiri Taswirul Afkar Kebondalem, Surabaya), Prof Nasihin Hasan, Prof Aminuddin Kasdi, KH Muhammad Idrus Ramli (Jember), KH Luthfi Bashori Alwi (Malang), Gus Ahmad Muzammil (Yogyakarta), Gus Mukhlas Syarkun, dll.


“Ada tiga hal yang telah diputuskan. 


  1. Pertama, bahwa dzurriyah muassis (anak cucu pendiri red.) NU, perlu menegaskan dan mengingatkan kembali, bahwa, NU harus berdiri tegak di atas khitthah 1926,” demikian disampaikan Drs H Choirul Anam, sebagai juru bicara halaqah di depan wartawan, Rabu (24/10).
  2. Kedua, NU tidak ada urusan dengan partai politik mana pun, dan tidak berpihak kepada siapa pun, termasuk dalam Pilpres 2019. /color]
  3. Ketiga, NU memberikan kebebasan kepada warganya untuk menyalurkan aspirasi politiknya sesuai dengan sembilan butir Pedoman Berpolitik Warga NU,” lanjut Cak Anam panggilan akrabnya


Halaqah Dilanjutkan di PP Tambakberas



Ditanya tentang mengapa perlu menegaskan kembali pentingnya khitthah tersebut, Cak Anam, yang didampingi Gus Solah, Gus Hasib dan Prof Zahro menyampaikan, bahwa, akhir-akhir ini pelanggaran terhadap khittah 26 NU sudah dilakukan secara terang-terangan.
“Ini juga yang menjadi pertimbangan dibentuknya Komite Khitthah, dan akan terus berlanjut sampai NU benar-benar kembali ke khittah 1926 sebagaimana diputuskan para masyayikh terdahulu,” tegasnya.
[
Disinggung wartawan soal keputusan Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin yang memilih menjadi Cawapres Jokowi, Cak Anam menegaskan, bahwa, itu adalah keputusan pribadi beliau dan tetap harus dihormati.


“Tetapi warga NU perlu tahu, bahwa, itu bukan keputusan NU, karena tidak ada sejarahnya Rais Aam PBNU kemudian ‘putar haluan’ melepas baiat untuk menjadi Cawapres,” tegasnya.
Halaqah akan dilanjutkan bulan depan, di PP Tambakberas[/size]

https://duta.co/ini-tiga-keputusan-p...-pilpres-2019/

Dzurriyah Pendiri NU Menangis! Besok Gelar Halaqah Penegakan Khitthah di Tebuireng
23 Oktober 2018


Tampak dari kanan Gus A'am Wahib Wahab, Gus Rozaq dan KH A Wachid Muin. (FT/MKY)


SURABAYA | duta.co – Kembalikan NU Pada Khitthahnya! Inilah yang akan diperjuangkan dzurriyah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) — KH Hasyim Asyari dan KH Wahab Chasbullah —  setelah menyaksikan politisasi organisasi NU yang, semakin hari semakin masif.


Diyakini, biang kerok, perusak berat NU selama ini adalah nafsu politik. Mereka ingin mengeruk suara nahdliyin sebanyak-banyaknya dengan merusak tatanan organisasi. Nafsu politik itu menjadi sempurna, ketika dibingkai dengan ideologi (ekstrem kanan dan kiri). Dari kanan warga NU ditakut-takuti isu PKI, dari kiri warga NU dibujuki dengan bahaya khilafah dan wahabi. Hari ini, ancaman benturan itu sudah di depan mata.


“Sudah emergensi, kondisinya sudah gawat! Karena itu, kami, anak cucu pendiri NU, berusaha semaksimal mungkin untuk ‘mengembalikan’ NU pada jalan yang benar. Jalan yang bersih dari kepentingan politik praktis, NU jangan sampai jadi alat untuk merebut kekuasaan,” demikian disampaikan Gus A’am Wahib panggilan akrab KH Agus Solachul A’am Wahib Wahab kepada duta.co, Selasa (23/10/2018).


Rabu, 24 Oktober 2018, sekitar Pukul 10 Pagi, bertempat di PP Tebuireng, Jombang, para kiai yang masih memiliki kepedulian terhadap khitthah NU, bersama dzurriyah Mbah Hasyim dan Mbah Wahab menggelar Halaqah Ulama Nahdliyin dalam rangka Menjaga Marwah NU.


Sejawaran NU, Drs H Choirul Anam, menyambut baik rencana halaqah tersebut. Menurut Cak Anam, panggilan akrabnya, politisasi NU tidak boleh dibiarkan. “Seperti diketahui, setelah KH Ma’ruf Amin melepas amanah sebagai Rais Am PBNU, memilih jadi Cawapres berpasangan dengan Capres Joko Widodo, wajah NU menjadi politis. Ini musibah bagi NU,” jelas Cak Anam.

[
Hari ini, pengurus NU di semua tingkatan, seakan lupa, bahwa NU sudah kembali ke khitthah. Bahwa NU tidak lagi berorientasi pada politik praktis, politik kepartaian dan/atau perebutan kekuasaan. Warga NU bebas menentukan pilihan dengan dibekali Sembilan Pedoman Politik. Ini Keputusan Muktamar ke-28 di Krapyak,  November 1989.


Kini, ikhtiar para kiai NU seperti al-maghfurlahum Kiai As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Kiai Acmad Siddiq (Jember), Kiai Machrus Aly (Lirboyo), Kiai Aly Ma’shum (Krapyak), Kiai Masjkur (Malang), Kiai Munasir Aly (Mojokerto), Kiai Saifuddin Zuhri (Jakarta) bersama sejumlah tokoh muda NU yang dipimpin KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sejak muktamar ke-26 di Semarang (Juni 1979), kemudian dipertegas di muktamar ke-27 di Situbondo (Desember1984), yang dengan susah payah mengembalikan NU ke khitthah asalnya, seakan sirna, terciderai oleh pengurus NU itu sendiri.


“Maka, upaya dzurriyah Mbah Hasyim dan Mbah Wahab, ini harus didukung demi menjaga marwah NU dari kepentingan politik praktis.


“Para kiai sepuh telah melihat secara cermat realitas politik praktis, politik kepartaian dan perebutan kekuasaan, tidak hanya dengan mata kepala yang disebut ‘ainun. Tetapi juga dengan nalar kritis dan mata hati yang bernama bashiratun,” tegas Cak Anam.


NU Tidak Ada Urusan Menang-Kalah

Para ulama besar itu kemudian berkesimpulan, bahwa paradigma politik jauh berbeda dengan paradigma NU. Alat ukur politik adalah menang-kalah dan condong menjadi Macheavellian, menghalalkan segala cara, jika perlu, boleh berbohong, menipu, meneror atau menggunakan kekerasan sekalipun, asal kekuasaan bisa dipertahankan atau direbut.

“Jadi, seseorang yang terjun ke arena politik praktis, yang alat ukurnya menang-kalah itu, secara tidak disadari martabat kemanusiaannya turun satu strip,” tambahnya.


Sedangkan paradiqma NU adalah moral, etika, akhlaq dan pertimbangan agama yang terukur dalam tindakan baik-buruk, benar atau salah. Karena itu, ulama NU seluruh Indonesia sepakat kembali ke khitthah. Petinggi NU dilarang berurusan dengan politik praktis, politik kepartaian dan perebutan kekuasaan.



“Mudah-mudahan upaya para dzurriyah Mbah Hasyim, dan Mbah Wahab  ini berhasil, Amin,” tutupnya

https://duta.co/dzurriyah-pendiri-nu...-di-tebuireng/

-------------------------------------

NU dan ormas underbow-nya memang sebaiknya netral!

emoticon-Big Grin
Diubah oleh naniharyono2018 25-10-2018 03:39
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1.6K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan