bangbinyoAvatar border
TS
bangbinyo
Diculik di Sabah, 2 Nelayan Indonesia Diduga Kini Disandera di Filipina Lagi











Koran Sulindo – Dua nelayan Indonesia diculik kelompok bersenjata di Perairan Pulau Gaya, Semporna, Sabah, Malaysia, pada 11 September 2018 lalu, sekitar pukul 01.00 waktu setempat. Kedua nelayan itu bernama ‎Samsul Saguni (40 tahun) dan Usman Yunus (35 tahun). Mereka bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Malaysia, Dwi Jaya 1. Samsul dan Usman adalah warga Provinsi Sulawesi Barat.


Diungkapkan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu M. Iqbal, pemerintah telah menempuh langkah-langkah guna membebaskan Samsul dan Usman.‎ “Tanggal 11 September pagi, Menteri Luar Negeri memerintahkan Konsul Indonesia berkunjung ke Semporna, guna bertemu otoritas keamanan setempat, pemilik kapal, dan saksi pelapor,” kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Kamis (13/9).

Langkah itu merupakan upaya memverifikasi informasi dan meminta keterangan tambahan. Keluarga korban, kata Iqbal lagi, sudah diberi tahu soal ini dan pihak Kementerian  Luar Negeri juga memberikan pendampingan bagi keluarga, berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

“Menteri Luar Negeri juga telah melakukan komunikasi dengan Menteri Luar Negeri Malaysia,” tuturnya. Selain itu, Pemerintaan Indonesia meminta jaminan keamanan bagi warga Indonesia yang bekerja di wilayah Sabah, khususnya para nelayan.

Terkait masalah ini, Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk Kota Kinabalu dan konsulat di Tawau telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh warga Indonesia di Sabah yang bekerja di kapal penangkap ikan untuk tidak melaut. Larangan ini berlaku sampai situasi keamanan dipandang kondusif dan adanya jaminan keamanan dari otoritas setempat.

“Pemerintah akan melakukan upaya-upaya perlindungan bagi kedua warga Indonesia sebagaimana yang dilakukan terhadap 11 nelayan Indonesia yang diculik di perairan Sabah sebelumnya,” tutur Iqbal.
Namun, pihak Kementerian Luar Negeri belum bisa memastikan identitas kelompok bersenjata yang melakukan penculikan tersebut. Penculik pun belum melakukan komunikasi dengan pemilik kapal. “Baik pemilik kapal maupun keluarga belum dihubungi,” kata Iqbal.

Sementara itu, Komandan Satuan Keamanan Sabah Timur (Esscom) Datuk Hazani Ghazani mengungkapkan, para penculik terkait kelompok penculik untuk tebusan (KFR). Menurut dia, pelaku penculikan itu diduga telah meninggalkan perairan Sabah dan sudah berada di perairan selatan Filipina.

“Esscom akan tetap waspada dan terus mengerahkan semua kapal kami untuk meningkatkan keamanan di laut,” katanya, sebagaimana dimuat New Straits Times, Rabu (12/9).

Pihaknya, lanjut Hazani, akan melakukan operasi maritim untuk memeriksa semua kapal, termasuk perahu pompa, di pantai timur. Hazani juga mengatakan, saat ini harus ada sensus dan registrasi ulang perahu pompa yang digunakan nelayan.

“Pemerintah negara bagian mengusulkan untuk melegalkan penggunaan perahu pompa, namun mereka harus terdaftar. Lisensi harus tepat dikeluarkan, sehingga mudah kami pantau. Kami tidak bisa membiarkan perahu pompa secara ilegal,” tutur Hazani lagi.

Diungkapkan saksi, sebagaimana dimuat banyak media di Malaysia, empat orang nelayan kapal ikan itu baru saja berlabuh di dermaga Pulau Gaya. Kemudian, sekitar pukul 01.00 dini hari, salah seorang dari mereka mendengar suara mesin pompa perahu.

Beberapa jenak kemudian, pasokan listrik di kapal putus. Dua awak kapal kemudian bersembunyi dalam kompartemen kapal penangkap ikan. Dua orang ini mendengar orang-orang berbicara dalam dialek Sulu, yang menandakan penculik berasal dari Filipina. Perairan Sulu terletak di timur laut Sabah dan sebelah barat daya Filipina.

Kedua nelayan itu juga mengintip melalui lubang dan melihat dua orang bersenjata naik kapal mereka. Kurang-lebih sejam kemudian, kedua nelayan itu keluar dari tempat persembunyiannya. Tapi, mereka tak menemukan dua orang kawan mereka. Yang ikut raib adalah radio kapal. Kedua nelayan itu lalu melaporkan kejadian ini ke kantor polisi Semporna.

Sebenarnya, pada tahun 2017 lalu, pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah membuat kesepakatan trilateral. Hasil kesepakatan itu antara lain Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendirikan Pusat Komando Militer di Tarakan, Kalimantan Utara. TNI juga akan secara rutin menggelar patroli gabungan bersama militer Filipina dan Malaysia.

Kesepakatan trilateral ini dibuat karena seringnya terjadi perompakan kapal dan penyanderaan awaknya di Perairan Laut Sulu, Filipina Selatan, oleh kelompok Abu Sayyaf. Pada Januari 2018 lalu, misalnya, dua warga Indonesia yang diculik di perairan Sabah dan disandera oleh kelompok Abu Sayyaf lebih dari setahun lalu telah dibebaskan.

Keduanya adalah nelayan, bernama La Utu bin Raali dan La Hadi bin La Adi, yang diculik militan kelompok Abu Sayyaf pada 5 November 2016. Mereka disandera di kawasan Perairan Sulu.

Sebelumnya, tiga nelayan Indonesia asal Nusa Tenggara Timur juga diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf pada Juli 2016. Mereka adalah Lorence Koten, Theodorus Kopong, dan Emanuel asal Flores. Ketiganya berhasil dibebaskan pada September 2016. Yang juga dibebaskan adalah seorang warga Norwegia, Kjartan Sekkingstad, yang telah setahunn disandera. [RAF]


















































BACA SUMBER : https://koransulindo.com/diculik-di-...filipina-lagi/

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
1K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan