BeritagarID
TS
MOD
BeritagarID
Rencana melengserkan Donald Trump dan ancaman ekonomi

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald J. Trump, menyambut para pendukungnya selama rapat umum di Charleston Civic Center di Charleston, West Virginia, AS (21/8/2018).
Wacana pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali mengemuka di kalangan parlemen AS. Wacana muncul setelah mantan pengacaranya, Michael Cohen, mengaku memberikan uang tutup mulut kepada aktris porno dan model majalah dewasa atas perintah orang nomor satu di negeri tersebut.

Cohen mengaku telah membayar uang muka kepada dua wanita yang diklaim sebagai selingkuhan Trump. Diberitakan CNN, kedua perempuan itu adalah bintang film porno Stormy Daniels dan bekas model majalah Playboy Karen McDougal.

Cohen yang menjadi pengacara Trump selama lebih dari satu dekade membeberkan hal itu di pengadilan di Manhattan, New York, Selasa (21/8). Dia diadili atas delapan tuduhan kriminal; termasuk penggelapan pajak, penipuan bank, dan pelanggaran keuangan kampanye. Cohen mengaku bersalah dalam sidang selama satu jam itu demi keringanan hukuman.

Cohen mengaku diperintahkan Trump untuk membayar dua perempuan yang disebut sebagai selingkuhannya dengan dana kampanye. Trump khawatir skandal itu bisa mempengaruhi pemilihan Presiden AS 2016.

"Semua itu atas perintah Trump," tegas Cohen.

Skandal tersebut dianggap telah melanggar aturan pemilu. Dalam undang-undang pemilu AS, dana kampanye hanya boleh digunakan untuk kampanye. Apalagi dana itu dihimpun dari publik.

Selain itu, pembayaran uang tutup mulut tersebut tidak dilaporkan ke Komisi Pemilu Federal saat kampanye. Berdasarkan peraturan pemilu AS, pembayaran apa pun yang bertujuan untuk mempengaruhi perolehan suara harus dilaporkan. Trump pun disebut telah melakukan pelanggaran dana kampanye.

Pengakuan Cohen itu pun bergulir menjadi wacana pemakzulan Trump. Apakah bisa?

Dilansir dari Reuters; mantan anggota dewan pertimbangan presiden terdahulu AS Barack Obama, Andrew Wright, mengatakan bahwa pengakuan bersalah Cohen sudah cukup untuk memulai penyelidikan kemungkinan pemakzulan.

Pemakzulan adalah cara yang bisa dilakukan. Sebab, Konstitusi AS tidak menetapkan apakah seorang presiden bisa diadili atau tidak. Namun, sejumlah ahli hukum menyatakan presiden tak bisa diadili selama masih menjabat.

Konstitusi AS menetapkan bahwa seorang presiden hanya dapat dimakzulkan jika terkait dengan tuduhan pengkhianatan, suap, atau "kejahatan tinggi dan pidana ringan" lainnya.

Jika mendapatkan lebih banyak dukungan, wacana ini bisa saja terealisasi, dan membuat Trump menjadi presiden ketiga Negeri Paman Sam yang dimakzulkan setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton.

Namun, apakah wacana melengserkan Trump bisa berdampak pada ekonomi?

Trump memang tiada henti dijerat kontroversi dan skandal sejak pertama kali menjabat, pada Januari 2016 lalu. Namun, dalam wawancaranya dengan Fox News, Trump cukup percaya diri ia akan tetap memegang kekuasaannya meskipun badai politik dan hukum mengadang.

Merespon wacana pelengseran dirinya, Trump pun menyebut pasar saham di negara itu bakal jatuh jika ada gerakan untuk menurunkannya dari kursi presiden.

"Saya harus katakan pada Anda, jika saya dicopot, saya kira pasar akan jatuh, saya kira semua orang akan jadi sangat miskin," kata Trump dalam wawancara itu.

“Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa melengserkan seseorang yang telah melakukan pekerjaan dengan hebat,” lanjutnya.

Pengacara pribadi sang presiden yang juga juru bicaranya, Rudy Giuliani, mengungkapkan peringatan serupa dan mengisyaratkan akan terjadi kekacauan politik bila Trump dilengserkan.

Namun para analis Wall Street memberi pandangan berbeda.

Saat ini, pasar saham tampaknya mengabaikan kekisruhan politik di sekitar Trump. Indeks-indeks utama Wall Street hanya sedikit berubah pada Selasa (21/8/2018) ketika Cohen membuat pengakuan.

Meskipun investor terkenal tidak menyukai ketidakpastian seperti ini, para analis mengatakan Wall Street tetap fokus pada kecemasan yang lebih nyata seperti kebijakan perdagangan protektif Trump yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi AS.

"Pasar tidak sentimentil," kata Chief Market Strategist B. Riley FBR, Art Hogan, dikutip dari CBSnews.com, Senin (27/8).

"Pasar melihat pemerintahan dan kami mendapatkan kebijakan pro-bisnis yang pasar inginkan. Itu sudah dikunci dan dimanfaatkan," tambahnya.

Turunnya presiden dari jabatannya bahkan bisa jadi menguntungkan bagi pasar saham. Dunia usaha justru senang karena selama ini mereka tidak puas dengan kebijakan perdagangan Trump yang telah membuat AS bermusuhan dengan Tiongkok, Eropa, dan perekonomian besar lainnya di dunia.

Kendati begitu CEO Strategas, Jason Trennert, mengatakan situasi bakal lebih berisiko jika Trump lengser karena penerusnya adalah sang wakil; Mike Pence. Risiko bagi pasar akan lebih besar karena Pence tidak memiliki strategi di bidang ekonomi,

"Itu jelas akan menimbulkan risiko bagi pasar segera setelah ujian tengah semester. Dalam kasus apa pun, dalam hal pemakzulan atau pengunduran diri, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Wakil Presiden Pence akan memiliki pendekatan yang sangat berbeda terhadap urusan ekonomi, " ujar Trennert dalam CNBC dikutip Senin (26/8).

"Kami percaya ini pada akhirnya akan berdampak kecil pada kebijakan moneter, fiskal, regulasi, atau perdagangan dalam jangka panjang tetapi dapat memiliki dampak jangka panjang yang berarti, jika jangka pendek, pada imbal hasil pasar," lanjutnya.

Trennert juga mengatakan ada sedikit kemungkinan kebijakan pajak Trump dapat diubah sebelum pemilihan presiden berikutnya. Sejumlah ahli strategi mengatakan bahwa mereka tidak mengharapkan banyak reaksi pasar, kecuali jika Trump terbukti berkolusi dengan Rusia untuk kampanyenya.
Menilik sejarah
Sejarah juga memberi gambaran mengenai apa yang terjadi ketika seorang presiden mengalami pemakzulan atau mengundurkan diri.

Selama Skandal Watergate ketika Presiden Richard Nixon mengundurkan diri dan bukannya dicopot, saham turun tajam. Indeks S&P 500 anjlok lebih dari 20 persen sepanjang periode terbongkarnya skandal itu dan pengunduran diri Nixon.

Namun, saham-saham sebenarnya telah melemah sebelum drama Watergate menyeruak, menurut catatan riset Capital Economics. Investor saat itu fokus pada penurunan pertumbuhan ekonomi yang dalam sebagai dampak dari embargo minyak OPEC dan lonjakan inflasi.

Indeks saham justru berbalik menguat saat Nixon lengser.

Setelah Presiden Bill Clinton dilengserkan pada 1998 atas tuduhan sumpah palsu dan menghalangi keadilan, pasar saham menguat tajam--tulis Market Watch.

Ketika perhatian seluruh negara tertuju pada kekacauan politik dan kasus personal sang presiden; sebagian investor justru mengabaikannya dan memilih mencermati era melejitnya laba perusahaan, tingginya pertumbuhan gaji, rendahnya angka pengangguran, dan kenaikan sektor teknologi.

Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian tersebut, kata para ahli, adalah Wall Street cenderung berkonsentrasi pada risiko yang dapat dihitungnya. Isu-isu seperti itu biasanya adalah pajak dan kebijakan perdagangan, angka pengangguran, gaji, dan laba perusahaan.

"Tentu saja tidak adil bila kita sepenuhnya mengabaikan pengaruh politik," kata Capital Economics. "S&P 500 reli kencang saat Presiden Trump memenangi pilpres dan biasanya bereaksi terhadap berbagai pernyataannya tentang perdagangan dan The Fed."

Namun tetap saja, tambahnya, "Secara umum kami berpendapat pengaruh politik akan tetap kecil."



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...ncaman-ekonomi

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Ekspose dua anak pemanjat tiang bendera

- Fariz RM tersandung kasus narkoba untuk ketiga kalinya

- Penghormatan terakhir sang juru damai, Kofi Annan

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
10.2K
67
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan