lapar.bangAvatar border
TS
lapar.bang
[#CerpenReligi] Selamatnya Sang Nahkoda



Di tengah samudra yang luas nan sepi ada sebuah kapal sedang berlayar. Kapal itu terombang-ambing di tengah laut di terjang ganasnya badai yang seolah-olah ingin memangsa kapal itu.

Badai dan kilatan petir seakan menjadi kombinasi yang sangat mengerikan untuk para manusia yang merasakan kejamnya alam di tengah keangkuhan nya.

Tak ada suara lain selain badai yang terus bergemuruh, tak ada suara lain selain petir yang terus berteriak. Mereka seperti tak ingin terjammah oleh manusia yang menganggap dirinya lebih hebat dari semuanya.

Jilatan-jilatan ombak terus menjilati kuatnya dinding-dinding kapal yang seolah tak mau menyerah, namun tidak dengan ombak yang seakan ingin meluluh lantakkan apa yang ada di sekitarnya. Dengan bergantian mereka terus membombardir pertahanan kapal itu hingga semua tau bahwa alam lah yang paling berkuasa diantara beberapa manusia angkuh itu.

Naas, kapal yang terlihat megah nan gagah harus menyerah dengan beberapa serangan badai dan ombak tersebut. Skoci untuk menyelamatkan diri pun hancur lebur tak tersisa di sambar petir yang tak mau kalah dengan ombak dan badai, para manusia pun panik menantikan bagaimana kelanjutan nasib mereka setelah ini. Dari kapal yang terlihat megah nan gagah kini hanya terlihat seperti seonggok bangkai yang tak bertuan.

Satu persatu manusia itu hilang di telan ganas nya laut, seperti hewan buas yang tak ingin buruan nya lepas, air yang sebelumnya tenang dan damai itu menjadi seperti lubang mulut sebuah monster. Berliter-liter air sudah masuk ke perut para manusia melalui rongga-rongga mulutnya. Entah perut itu masih mampu menampung ribuan kubik air di samudra itu atau tidak, monster air itu masih terus melakukan serangan-seranganya tiada ampun.

Hingga, tersisa satu orang anak adam yang yang selamat berkat memegangi sebuah bilik kayu bekas kapal yang sudah hancur berkeping-keping yang sudah tak tau rimbanya. Yaa, pemuda itu adalah sang nahkoda, dan dia kini terdampar di sebuah pulau kecil yang jauh nan terpencil.

Saat pagi menyingsing menggantikan gelapnya langit yang di hiasi ribuan bintang pemuda itu tersadar. Sebelah tanganya masih berusaha memegangi kepalanya sementara sebelah tangan nya lagi berusaha menopang tubuhnya yang seolah-olah tak mau untuk di ajak berdiri. Setelah semua di rasa sudah kembali normal pemuda tersebut menyadari bahwa dirinya telah terdampar di suatu tempat.


"Oh tuhan, kenapa aku bisa berada di tempat ini, kenapa aku tak kau buat seperti kawanku yang hilang dintelan ganasnya samudra, kenapa tuhan, apa kau ingin membunuhku secara perlahan"


Pemuda itu terduduk di tepi pulau yang hanya bisa memeluk kedua lututnya, pemuda tersebut tertunduk lesu hingga tak sadar air yang sebelumnya membanjiri puelupuk matanya banjir tak terbendung.


"Tuhan !!! Kenapa harus aku yang kau buat seperti ini. Apa kau tak mendengar teriakanku Tuhan !!!"


Pemuda itu berteriak sekeras-kerasnya ke arah langit berharap Tuhan akan mendengar teriakan penyesalan itu. entah sudah berapa lama pemuda tersebut hanya duduk dan berdiam diri di sana, hanya kedua tangan nya yang masih bergerak memaninkan butiran-butiran pasir halus yang ada di sekitarnya.

Bahkan terik matahari yang seolah-olah menelanjangi tubuhnya tak dia hiraukan. Lantunan musik yang terdengar melalui beberapa pohon kelapa yang tertiup angin pun seakan ingin mengajaknya bercengkrama. Pemuda itu sadar bahwa tidak ada bekal makanan sedikitpun yang ia bawa.


"Tidak, aku tidak akan pernah kalah darimu, akan ku buktikan bahwa aku akan tetap hidup meskipun kau tak pernah mendengarku Tuhan."


Pemuda itu sadar bahwa perutnya sudah berbunyi yang pertanda bahwa dia harus segera mencari makanan untuk tetap bertahan di pulau terkutuk itu.


"Ya. Aku tak mau mati sia-sia disini, aku harus bertahan untuk tetap hidup"





Tiga hari berlalu kini tubuh pemuda tersebut semakin kurus, tulang pipihnya seakan-akan ingin keluar dari balutan kulit hitam itu. Dan selama tiga hari itu pula dia tidur beralaskan pasir dan berselimut dingin. Pemuda tersebut hanya bisa meringkuk di bawah tingginya pohon kelapa yang tak mampu menerpa dingin nya angin dinkala malam.

Tiga hari itu pula dia hanya minum dan makan dari buah kelapa yang kini ia sandari.

Bangunan gubuk yang ia buat dari kemarin sudah hampir menunjukkan tampaknya.

Setelah dirasa tenaganya terkumpul kembali pemuda tersebut berkeliling pulau mencari daun-daun yang akan ia jadikan atap gubuk tersebut. Tak luput ia mencari sisa-sisa kayu yang tak terpakai hanya untuk sekedar membuat api unggun guna menghangatkan badan saat malam tiba.


"Lihat ini Tuhan, aku masih bisa bertahan hingga saat ini, aku tak peduli dengan apa yang kau ingin kan terhadapku, aku akan terus melawan takdir ini sampai aku bisa. Aku tak ingin bergantung denganmu lagi Tuhan." gerutu pemuda itu dalam hatinya disela sela ia mencoba membuat api unggun.


Hingga malam itu pun kembali tiba, langit jingga di ufuk barat sudah semakin meredup. Kini warna jingga itu tergantikan dengan warna hitam gelap dengan lampu-lampu dari jutaan bintang di atas sana.

Pemuda tersebut menikmati malamnya dengan memandangi kerlap-kerlip bintang-bintang yang terlihat dekat. Hingga tanpa sadar pemuda itu pun tertidur, terpaan angin malam masih sedikit tersamarkan dengan api unggun yang telah ia buat.

Dan entah sudah berapa kali siang berubah menjadi malam dan malam berganti malam.

Sisa-sisa kayu bakar yang ia buat untuk menghangatkan tubuhnya ia tinggal begitu saja, nampaknya perut itu sudah tidak bisa di ajak kompromi lagi. Sang pemuda itu kembali memanjat sebuah pohon kelapa yang sudah tinggal beberapa biji. Dengan kalap ia menjatuhkan semua buah kelapa itu hingga tak ada satupun yang tersisa buah dari pohon kelapa tersebut.

Terlihat asap hitam membumbung tinggi di sebelah utara, tempat ia bermalam selama berhari-hari. Pemuda itu pun berlari tunggang-langgung menuju tempat asap itu membumbung dengan memegangi sebuah buah kelapa yang masih tinggal setengah.

Pemuda itu pun menjatuhkan kedua kelapanya dan bertekuk lutut melihat gubuk yang ia bangun dengan susah payah terbakar tak tersisa.


"Ya tuhan. Apalagi ini, kenapa setelah air yang mengirimku kesini sekarang api yang meluluh lantakkan gubukku" batin pemuda tersebut dengan mengepalkan kedua tanganya.


"Aku benci kau Tuhan, aku tak percaya denganmu lagi"


Setelah merasa dirinya lelah, sang pemuda pun tertidur di tepi gubuk yang sudah tak berbentuk itu, tak ada yang bisa ia lakukan selain memaki dan terus memaki.


Tootttttt


Bunyi sebuah kapal berhasil membangunkan sang pemuda dari tidurnya. Ia melihat sebuah kapal sedang melintas di sekitar pulau tersebut, matanya kembali berkaca-kaca, pemuda itu melompat-lompat kegirangan dengan melambaikan kedua tangan nya, tak ayal suara teriakan terus keluar dari mulut pemuda yang kini terlihat semakin kurus.

Kapal tersebut kemudian berhenti dan menurunkan sekoci yang kemudian di sambut langkah-langkah beberapa manusia yang mendekat ke pemuda itu. Sang pemuda yang sudah terkulai lemas tak berdaya berharap pertolongan itu segera datang.


"Hei, apa yang kau lakukan di pulau terpencil ini?" tanya laki-laki berbadan gempal dengan membangunkan pemuda itu.


"Aku terdampar di pulau ini selama beberapa hari akibat kapal yang aku nahkodai di terjang badai." jawab sang pemuda.


"Lalu dimana yang lain, apakah kau sendirian?" sambung laki-laki berbada tinggi dengan kumis tipisnya ikut membantu pemuda tersebut berdiri.


"Hanya aku yang berada disini, semua kawanku sudah membeku atau mungkin sudah hilang di makan hewan laut di tengah laut sana." jawab sang pemuda.


"Bagaimana kau bisa menemukan aku disini" sambung sang pemuda.


"Saat kami berlayar di ujung sana kami tak menyangka bahwa pulau kecil tak berpenghuni ni bisa mengeluarkan asap hitam tebal yang membumbung tinggi, lantas saja kawanku ini mengubah haluan untuk menuju tempat ini, apakah kau yang membuat kode tersebut?" jelas laki-laki berbadan tinggi itu dengan menunjuk kawanya.


Pemuda itu hanya terdiam, yang membuat gubuk nya terbakar adalah Tuhan, dianhanya bisa memaki-dan memaki, adai saat itu gubuk itu tak terbakar pasti asap dari bekas kebakaran tersebut tak akan pernah di lihat oleh dua orang yang menolongnya saat ini.

Kedua laki-laki itu hanya terpaku saling memandang melihat gelagat dari pemuda ini.


"Bersyukurlah kau karena kawanku bisa melihat kode dari sebuah asap tadi" lanjut laki-laki berbadan tinggi tersebut.


Dan sang pemuda pun menangis terseduh memeluk dengan eratnya kedua pria tersebut.




SEKIAN...



NB: Pelajaran yang bisa kita petik dari cerita ini adalah dibalik sebuah musibah Tuhan pasti mempunya maksud tertentu, jadi teruslah bersyukur dan teruslah berprasangka baik terhadap apa yang telah di berikan Tuhan Terhadap kita. Karena TUHAN TIDAK PERNAH TIDUR.




anasabila
anasabila memberi reputasi
1
3.1K
73
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan