Yang udah kita tau ahir ahir ini banyak banget isu isu yang menyangkut islam, isu isu yang dianggap menghina islam mulai dari tokoh politik, artis sampek komedian juga kena karena membawa bawa agama islam.jujur ane bukan orang islam yang taat, ane masih ngelakuin hal hal yang dilarang agama, bukan sex bebas, bukan mabok mabokan ataupun pakai narkoba, tapi ane belum menjalankan syariat islam dengan baik dan tawakal kepada allah.



Apa arti seorang yang alim jika hanya menghina orang lain dengan identitas dan dandanannya yang sangat islami, islam adalah sebuah agama yang bukan hanya mengatur berpakaiyan atau tata cara beribadah, tapi juga apa yang kita pikirkan, percayai dan akan dibawa sampai mati. Agama yang mengajarkan kebenaran bukan hanya islam, agama lain pun juga mengajarkan yang sama,  mengajarkan perdamaian, rasa kasih sayang kepada semua mahluk hidup dan bagaimana bersikap dalam lingkungan.

Dan saat ini ane lagi bingung, bahwa politikpun juga membawa bawa islam dalam setiap gerak geriknya. Politik adalah tentang kekuasaan, tentang wewenang dan tentang kebijakan. Menjadi seorang muslim pada zaman sekarang menjadi ujian yang berat untuk setiap umatnya, tentang bagaimana memandang dunia politik yang selalu mengaitkan keimanan yang para tokoh tokoh itu jual kepada para calon pemilih.

Islam memang bisa jadi bahan untuk bagaimana menjalankan kekuasaan dengan baik, tapi sayangnya bukan bagaimana menerapkan islam dalam memimpin, mengambil keputusan atau mejalankan amanat rakyat, tapi malah menjadi identitas yang wajib ditunjukkan supaya orang tau kalau para tokoh tokoh itu adalah islam yang baik.

Ane ikut pemilu jawa timur tahun ini, dan yang ane liat adalah dari 2 calon itu semuanya menjual identitas islam mereka dalam menarik simpati masyarakat. Emang ngeliat dari mananya mereka ngejual identitas islam ? jawabannya banyak. Tapi yang menarik perhatian ane ada dua, yaitu dandanan mereka sama argumen mereka saat debat.

Kalo dari argumen yang mereka nyatakan adalah setiap ada wawancara atau kampanye yang mereka lakukan, mereka selalu mengatakan “alhamdulillah kami telah didukung oleh tokoh ulama A,B,C dan bla bla bla” dari argumen itu ane ngerasa ”apa cuman mereka yang harus diungkapkan buat jadi bahan kampanye?, apa enggak ada tokoh lain yang ispiratif yang patut dibanggakan ?, apa cuman segitu orang islam yang taat beragama yang mendukung mereka? Toh balik lagi pada iman kita masing masing gan.

Yang kedua itu adalah dandanan, calon cagun cawagub itu seolah mengubah dandanan mereka jadi lebih islam, dan baju yang mereka pakai enjadi lebih mengikuti anjuran islam, memang enggak salah merubah penambilan untuk lebih tertutup atau berkerudung, tapi kenapa baru sekarang?, kenapa baru mau macung jadi cagub cawagub baru pakai itu. Kemaren kemaren kemana aja?. Dulunya yang pakek baju ketat eh sekarang mau pemilu tiba tiba nampang jadi muslimah.
 
Dan sampek sekarang gue masih bingung buat milih siapa, gue enggak bisa bedain mana yang beramanat buat membangun dan memajukan jatim dan mana yang haus kekuasaan. Yang satu macung 2 kali enggak jadi tapi masih tetep ngeyel macung lagi, yang satunya udah jadi 2 kali tapi masih pengen lagi. Hehh dasar manusia.  Ane masih enggak habis pikir apa segitu hausnya ya mereka sama kekuasaan, segitu pentingnya ya kekuasaan bagi mereka. Kalo ngomongin gaji pokok gubernurpun gajinya enggak besar besar amat, padahal uang buat kampanye aja mungkin enggak bakalan ketutup sama gaji mereka selama 5 tahun.
 
Mereka pada enggak sadar kalo yang mereka rebutin itu bukan Cuma kekuasaan dan duit, tapi juga tanggung jawab yang sangat sangat besar, yang nantinya akan ditanyaakn setelah mereka mati, tanggung jawab yang harus dilaksanakan buat membawa jatim jadi makin sejahtera dan hidup layak.

Ane keinget kata kata Bu Tri Risma Harini Walikota Surabaya sekarang


Apa para cagub cawagub yang berebut kekuasaan itu pernah berfikir seperti itu?, apa pernah mereka berfikir kalo identitas islam yang mereka jual akan dipertanggung jawabkan di ahirat kelak ?

(ini cuman pendapat ane aja sebagai warga jawatimur dan tidak ingin menimbulkan sara sedikitpun)