Hai nona, apa kabar mu disana?
Aku harap kau baik-baik saja dan selalu akan begitu,semoga.
Lama sudah tak kudengar kabar mu, bahkan dari angin sekalipun.



Hai nona, apakah kau masih menyukai hujan di kala bulan desember?
Aku harap kau masih menyukainya, karena aku pun masih menyukainya,
tekadang aku pun masih mencari mu di antara sela-sela hujan meskipun
aku sudah mengetahui akhirnya.

Hai nona, apakah kau masih menyukai kopi hitam tak bergula?
Aku terka kau masih menyukainya sebab kau sendiri adalah pemanis di setiap cangkirnya.
Tapi aku minta maaf karena tak lagi menyukai minuman favorit mu itu,
karena tak lagi ada pemanis selain dirimu yang sanggup meniadakan rasa pahit itu.


Nona, saat aku menulis surat ini langit sedang tak bersahabat dengan ku,
rinai-rinai hujan pun sudah nampak berguguran dan sepertinya mereka marah padaku
marah akan kebodohan yang ku buat.
Andaikan kau disini nona, mungkin hujan tak kan marah padaku.
Aku mohon hujan
Aku mohon jangan kau marah.

Nona, apakah setitik noda yang kubuat itu masih menyisakan bekas pada mu?
Apakah setitik noda itu tak bisa aku hilangkan?
Atau malah kau sudah menemukan pembersih noda yang baru?
Aku minta maaf nona
Aku minta maaf
Maafkan lah aku yang sedikit egois ini.

Nona, secangkir penyesalan ini kubuat dan kupersembahkan untuk mu,
tidak untuk kau baca, tidak untuk kau kenang apalagi kau peluk
melainkan untuk kau jadikan sebagai penghapus noda yang pernah ku torehkan pada mu.

Nona, hujan telah usai memarahiku
dan ia sedikit meninggalkan embun yang berwujud penyesalan untukku,
mungkin embun ini tak akan hilang dengan cepat
tapi semoga esok pagi mentari akan menyinari.

Semoga setitik noda itu lenyap bersamaan dengan secangkir penyesalan ku ini,
dan ku harap hujan tak lagi marah padaku.