Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) melakukan unjuk rasa di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Aksi masa pada 4 November dan 2 Desember yang melibatkan ribuan umat Islam telah menyita perhatian. Aksi ini menuntut dan mengawal proses hukum terhadap Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Bagaimana sebagian warga di Indonesia melihat aksi di tengah riuh rendah pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini?

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei yang memotret reaksi warga secara nasional ihwal aksi 4 November ini. Lembaga ini melakukan survei terhadap 1.220 responden di seluruh Indonesia yang telah memiliki hak pilih pada 22-28 November. Responden yang dapat diwawancarai secara valid sebanyak 1.012 atau 83 persen.

Aksi massa yang berlangsung 4 November itu telah menjadi perhatian nasional. Sebagian besar (79 persen) responden mengatakan tahu dan pernah mendengar demonstrasi pada 4 November ini. Dari responden yang menyatakan tahu itu, 42,9 persen menyatakan mendukung aksi, 16,4 persen menentang dan 37,7 persen netral.

Sebanyak 57,7 persen responden menilai bahwa demonstrasi tidak bagus karena rusuh, sedangkan 38,2 persen menyatakan aksi berjalan damai. Responden juga menilai (40,7 persen) demo ditunggangi. Sedangkan yang menegaskan tidak ditunggangi sebanyak 23,7 persen dan sisanya, 35,9 persen menyatakan tidak tahu.

Responden menyatakan setuju, 45,2 persen, bahwa ucapan Ahok tentang Al Maidah 51 dianggap menistakan agama, sedangkan 21,5 persen menyatakan tidak setuju dan 33,3 persen menyatakan tidak tahu.

Meski kebanyakan menyatakan adanya penistaan, sebagian besar responden (88,5 persen) mengatakan tidak tahu persis ucapan Ahok. Hanya 11,5 persen yang menyatakan tahu persis ucapan Ahok.

"Artinya kebanyakan masyarakat hanya mengetahui dari pemberitaan atau dari mulut ke mulut," kata Saiful Mujani melalui Kompas.com. "Kalau tidak tahu persis pernyataan Ahok, lalu bisa setuju ada penistaan agama atau tidak ada penistaan agama, itu atas dasar apa?"

Hal senada juga ketika ditanyakan sudah menonton tayangannya. Sebagian besar responden (87,1 persen) menyatakan belum pernah menonton video lengkap pernyataan Ahok dan 12,9 persen menyatakan pernah menonton.
61. Tidak banyak yang tahu persis ucapan Ahok. Klaim bahwa Ahok menista juga bukan klaim mayoritas warga. #SurveiSMRC [URL="https://S E N S O RIzoI16WV3W"]pic.twitter.com/IzoI16WV3W[/URL]
— SMRC (@saifulmujani) December 8, 2016
Demonstrasi 4 November berlangsung sebelum Ahok menjadi tersangka. Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka pada 16 November lalu. Artinya, proses hukum telah berjalan sesuai tuntutan peserta unjuk rasa pada 4 November lalu. Sebelum menjadi tersangka, Ahok sempat melontarkan permintaan maaf.

Rupanya, separuh (50 persen) responden menyatakan pernah mendengar permintaan maaf Ahok dan sebagian lainnya menyatakan tidak pernah mendengar. Dari yang pernah mendengar itu, sebanyak 57,3 persen menganggap permintaan maaf Ahok itu tulus dan harus dimaafkan, sedangkan 29,1 menyatakan tidak tulus.

Meski tuntutan utama adalah proses hukum Ahok, banyak yang menafsirkan unjuk rasa ditumpangi kepentingan lain yang bertujuan mempersoalkan legitimasi kepemimpinan nasional. Polisi mengeluarkan maklumat berisi larangan makar pada unjuk rasa 2 Desember.

Hasil survei SMRC menyatakan pergeseran isu lokal menjadi nasional dengan mempersoalkan legitimasi kepemimpinan nasional itu tidak punya dasar. Pasalnya, sebagian besar responden menyatakan negara sedang berjalan ke arah yang benar, percaya pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo, kinerja Presiden dinilai positif secara konsisten, kinerja kabinet positif, dan kepercayaan terhadap lembaga publik juga positif.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...k-lewat-survei

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Sari Roti di tengah hiruk pikuk aksi 212

- Tiga aksi, menggerus Rp78 miliar, mendulang 211 ton sampah

- Lokasi sidang Ahok akan dipindah, FPI siapkan laskar