BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Catcall: musuh perempuan di jalanan

Foto ilustrasi, menampilkan seorang perempuan pengamen jalanan dalam satu aksi teatrikal di Kota Tua, Jakarta (2 Desember 2015).
Akun Twitter @Falla_Adinda (Falla Adinda, 116 ribu pengikut) mengeluh soal pelecehan seksual yang menimpanya, Jumat (2/9).

Ia memang tak sampai mendapat kekerasan fisik, tapi menjadi korban pelecehan verbal dalam bentuk catcall. Istilah yang disebut terakhir, merujuk pada siulan, teriakan, atau komentar yang mengandung unsur seksual terhadap perempuan yang melintas di jalan.

Dalam kicauannya, Falla mengeluh soal perlakuan seorang pria petugas parkir yang berulang kali melakukan catcall terhadapnya.

Nyaris tiap hari, perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu menerima perlakuan tak menyenangkan. Sulit dihindarkan, sebab tempatnya bekerja tak berjauhan dengan area kerja si petugas parkir di bilangan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara.

Ia mengaku risih, tapi dalam posisi tak mau ambil risiko bila harus menegur langsung, mengingat mereka sehari-hari berada di lokasi kerja yang berdekatan. Guna mengatasinya, Falla pun melaporkan kasus ini kepada seorang polisi yang berada di sekitar lokasi.

Namun polisi tersebut terkesan melakukan pembiaran. "Enggak diapa-apain kan mbak? Cuma dipanggil? Enggak disentuh?" Falla justru mendapat pertanyaan macam itu. Pun disuruh pergi oleh si polisi.

Pernyataan macam itu, kata Falla, menunjukkan bahwa petugas tersebut "ogah-ogahan" menegur pelaku catcall. Falla pun kesal dan akhirnya mengambil foto petugas tersebut.

"Dia malah bergaya di Foto. Gimana sih polisi ini? Bukannya kasih perlindungan," keluh Falla, sembari membagikan foto si polisi di Twitter.
Mau cerita.. Deket kantor, ada bapak-bapak penjaga parkir (ga resmi) yang suka gangguin tiap aku lewat. Cat calling gitu. Bikin ga nyaman.
— fallaadinda(dot)com (@falla_adinda) September 2, 2016 Lalu aku lapor polisi kan, minta perlindungan. Karena ga nyaman dan aku ga mampu bertindak sendiri.
— fallaadinda(dot)com (@falla_adinda) September 2, 2016 Polisinya malah ngedumel dan enggan nolong. Karna dianggap aku ga diapa-apain. Padahal aku ga nyaman, dan mobilitasku di situ.
— fallaadinda(dot)com (@falla_adinda) September 2, 2016
Pelecehan seksual di jalanan adalah sebuah persoalan global.

Sebuah riset yang rilis pada 2015, menunjukkan bahwa 84 persen perempuan pernah menjadi korban catcall, dalam usia antara 11-17 tahun. Riset itu dilakukan lembaga anti-pelecehan seksual, Hollaback! yang dibantu Cornell University, dengan melibatkan 16.600 responden di 22 negara.

Video dokumenter pendek berjudul 10 Hours of Walking in NYC as a Woman, juga menunjukkan betapa perempuan rentan terhadap pelecehan seksual di jalanan.

Dalam video itu, aktris Shoshana Roberts (24) bereksperimen dengan berjalan-jalan sambil mengenakan celana jin dan kaus oblong, di sejumlah wilayah New York, AS. Hasilnya ia mendapat sekitar 108 catcall, selama 10 jam perjalanannya.

Menghukum para penggoda

Perkara yang menimpa Falla dan video dokumentar di muka, seolah menunjukkan bahwa di mata sebagian orang aktivitas catcall merupakan sesuatu yang wajar.

Bahkan, pelaku kadang berdalih bahwa catcall adalah bentuk pujian terhadap perempuan.

Organisasi non-pemerintah, Komnas Perempuan punya pandangan berbeda. Mereka menggolongkan aktivitas macam catcall sebagai "Pelecehan Seksual" yang termasuk dalam 15 bentuk kekerasan seksual.

"Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban," demikian definisi pelecehan seksual dari Komnas Perempuan.

Mereka juga memerinci aktivitas yang termasuk pelecehan seksual itu, seperti: siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, hingga gerakan atau isyarat. Aktivitas macam itu bisa menjadi kesalahan, bila mengakibatkan seorang perempuan menjadi tidak nyaman, tersinggung, direndahkan martabatnya, terganggu kesehatannya, hingga merasa terancam.

Direktur LBH APIK, Ratna Batara Munti juga pernah menerangkan hal senada dalam artikelnya "Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas" (Hukum Online, 23 April 2001).

"Bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut, maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual," tulis Ratna.

Merujuk argumen itu, satu artikel Klinik Hukum Online, menyatakan bahwa pelaku pelecehan seksual bisa dijerat dengan pasal-pasal pencabulan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 289 - 296.

Satu praktik menarik soal penanganan catcall bisa dilihat di Nottingham, Inggris. Kepolisian Nottingham telah menambahkan kejahatan berdasar misoginis --pandangan merendahkan perempuan--- dalam daftar kategori hate crime (kejahatan berdasarkan kebencian).

Definisi misoginis itu bahkan lebih luas dari sekadar catcall. Di Nottingham, seseorang juga tidak diperbolehkan mengambil foto perempuan tanpa pesetujuan. Bahkan ada pula larangan untuk mengirim pesan pendek yang tidak diinginkan atau tanpa izin.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...uan-di-jalanan

---

anasabila
anasabila memberi reputasi
1
71.6K
446
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan